Maret, 2005.
Setelah ujian berakhir, aku mengajak Seo Hyun, Tae Yeon, dan Tiffany untuk berlibur di Jisan. Aku mengatakannya pada appa ingin berlibur bersama teman-teman, dan beliau menyiapkan paviliun kecil untuk kami di resort miliknya. Awalnya aku berencana pergi kemping, tapi karena ini adalah musim dingin dan eomma mengatakan berbahaya bagi anak-anak seperti kami pergi sendirian, maka kami akhirnya pergi main ski saja.
Aku memiliki keluarga normal yang sama seperti keluarga kebanyakan. Namun bisa dikatakan keluargaku lebih harmonis. Eomma dan appa menikah karena perjodohan. Hingga aku sebesar ini, aku tidak pernah melihat mereka bertengkar. Aku juga tidak pernah bertengkar dengan keduanya karena aku tahu mereka melakukan segala hal yang terbaik untukku. Jika aku menginginkan sesuatu yang menurut mereka tidak baik atau berbahaya, mereka akan menawarkan opsi lain untukku. Komunikasi kami selalu berjalan lancar dan aku senang terlahir di keluarga itu.
Satu-satunya masalah adalah harabeoji. Pria tua itu terlalu mengekang dan otoriter. Bukan hanya aku, bahkan eomma dan appa sangat takut padanya. Jika harabeoji sudah memerintahkan sesuatu, maka tidak ada yang berani menolak. Setiap kali kami berkunjung ke rumah harabeoji, itu adalah mimpi buruk bagiku.
Dulu, saat masih ada samchon yang tinggal bersama harabeoji, datang ke rumah itu tidak terlalu mengerikan. Samchon adalah adik laki-laki appa. Usianya hanya terpaut sepuluh tahun denganku. Ia adalah pengecualian di dunia ini yang tidak takut pada harabeoji. Ia sangat baik padaku, namun ia jahil terhadap harabeoji. Jika harabeoji mengatakan A, maka ia melakukan sebaliknya. Meskipun begitu, ia tidak pernah kena marah karena harabeoji sangat memanjakannya. Ia tidak jahat, hanya pembangkang. Bermain dengannya selalu sangat menyenangkan.
Setelah samchon meninggal, harabeoji hanya tinggal bersama para pelayan. Sejak saat itu, mendatangi rumah harabeoji menjadi sangat mengerikan. Tapi kami selalu datang ke sana mengunjunginya secara rutin agar harabeoji tidak merasa kesepian. Aku tidak membencinya. Aku hanya takut.
Aku adalah anak satu-satunya. Aku juga cucu satu-satunya bagi harabeoji. Karena itu aku menjadi satu-satunya sasaran empuk untuk disuruh-suruh. Menjadi yang termuda dikeluarga membuatku menjadi korban. Harabeoji sangat suka bermain baduk. Jika ia mengajak appa menemaninya bermain, maka appa akan mewakilkannya padaku dengan alasan aku juga harus mengerti makna hidup ini. Karena aku adalah anak penurut, mau tidak mau aku menemaninya bermain. Masalahnya kami tidak hanya bermain baduk. Harabeoji akan menceramahiku sepanjang permainan.
"Eonni!" Seo Hyun tergopoh-gopoh menghampiriku. Aku yang sedang mengikat tali sepatuku berdiri untuk melihatnya.
Seo Hyun sudah dianggap sebagai anggota keluarga. Meskipun tidak memiliki hubungan darah, tapi kami sudah bersama-sama untuk waktu yang sangat lama. Jika aku adalah anak yang penurut, maka ia lebih penurut lagi. Karena itu eomma sangat menyukainya. Eomma memperlakukan kami tidak jauh berbeda. Ia diberi kamar sendiri di sebelah kamarku yang ukurannya sama. Ia dimasukkan ke sekolah yang sama denganku. Dan terkadang kami dibelikan pakaian yang sama. Karena itu banyak yang berpikir bahwa kami adalah saudara. Bahkan ada beberapa yang mengira kami kembar.
Seo Hyun tidak memiliki ibu. Hanya seorang ayah. Ku rasa karena itu eomma juga menyayanginya. Karena kasihan gadis sekecil itu tidak memiliki seorang ibu. Aku tidak ingat kapan ia pertama kali datang ke rumah kami. Aku sudah mengingatnya sepanjang ingatanku.
Tapi, harabeoji tidak begitu menyukainya. Aku tidak tahu alasannya. Padahal Seo Hyun adalah anak yang baik dan juga cerdas. Mungkin karena gadis itu mengalahkannya dalam permainan baduk, makanya ia masih menyimpan dendam kesumat. Satu hal yang perlu dicatat, harabeoji belum pernah menang jika melawan Seo Hyun.
