Dua tahun kemudian,
"Jam berapa kau kembali?" Aku menjepit ponselku diantara celah kepala dan bahu agar aku bisa leluasa memasukkan beberapa pakaian ganti dan popok ke dalam sebuah tas kecil. "Aku tidak bisa menitipkan Han Byul pada Fany. Mereka akan pergi ke Jeonju untuk ulang tahun Tae Young. Dan aku ada pemotretan siang ini. Bisakah kau menjemputnya nanti di studio? Aku mungkin akan selesai larut malam."
"Aku juga akan pulang terlambat." Suaranya terdengar seolah ia merasa bersalah. Tapi aku yakin itu hanya kamuflase. Seperti biasanya. "Beberapa Sunbae mengajakku minum. Kau tahu aku tidak pernah ikut acara kumpul-kumpul dengan mereka. Aku tidak enak jika menolaknya."
Lagi. Dia begitu lagi. Selalu membuat alasan ini dan itu. Kemarin ia mengatakan harus ikut seminar Profesor Shin. Dua hari lalu ia lembur karena pekerjaannya. Biasanya aku tidak terlalu mempermasalahkannya karena bisa menitipkan Han Byul pada Tiffany. Namun hari ini tidak bisa. Juga tidak mungkin membawa si kecil itu bekerja. Aku tidak bisa mengawasinya sambil bekerja. Aku juga tidak bisa membelah tubuhku menjadi dua agar bisa bekerja sambil mengawasinya.
"Itu kan hanya acara kumpul-kumpul. Katakan saja kau tidak bisa pergi karena harus menjaga anakmu." Aku memeriksa ulang barang-barang yang akan kubawa. Ah! Aku belum memasukkan susunya. Merasa kesal membuatku pelupa. Lihat saja nanti jika ia pulang. Aku akan menyuruhnya tidur di luar.
"Mianhe, chagiya!" Kini ia mencoba terdengar imut untuk meluluhkanku. Itu tidak mempan. Usianya sudah tidak cocok lagi dengan aegyo atau semacamnya. "Kau kan ibunya. Han Byul pasti lebih suka bersama denganmu daripada aku."
"Ya!" Aku meneriaki ponselku, membuat si kecil Han Byul yang sedang menggigiti telunjuknya terkejut lalu menatapku heran sambil memasukkan telunjuknya yang satu lagi ke dalam mulut. "Dia juga milikmu!"
"Eei! Jangan marah begitu. Sudah ya! Aku tutup dulu teleponnya. Aku ada kelas sebentar lagi. Saranghae!" Ia menutup sambungan telepon lebih dulu tanpa membantuku dengan masalah ini.
Aku menghela nafas sambil terduduk lemas di atas tempat tidur. Apa yang harus aku lakukan kini? Kemana aku harus membawanya? Seo Hyun? YoonA? Tapi mereka juga harus bekerja. Aku sudah menyiapkan semua barang-barangnya, tapi tidak tahu akan membawanya kemana. Dia masih terlalu kecil untuk ditinggal sendiri. Ia membutuhkan pengawasan dari orang dewasa sementara aku tidak memiliki siapapun untuk mengawasinya. Jika aku pergi sekarang, siapa yang akan menjaganya?
Sebenarnya punya anak tidak begitu buruk. Malahan itu adalah hal yang menyenangkan. Awalnya. Sebelum aku berurusan dengan muntah, kotoran, serta tangisan sepanjang waktu. Aku kurang tidur. Punggungku sakit karena terus menggendongnya. Sementara orang yang bersikeras untuk punya anak malah lepas tangan dan hanya menikmati waktu yang santai dan mudah. Ia hanya akan memeluk anaknya saat si kecil itu baru aku mandikan dan wangi. Ia hanya bermain dengan Han Byul ketika anak itu sedang dalam suasana hati yang baik. Sisanya, aku adalah orangtua tunggal. Padahal aku melakukan ini karena kasihan padanya. Aku mengorbankan masa mudaku yang tak tersisa banyak untuk mengurus seorang bayi karena ia sangat ingin punya anak.
Tahu begini, aku akan meninggalkannya dan pacaran dengan model-model muda yang hanya ingin bersenang-senang ketika ia mengatakan ingin punya anak. Toh ia juga sudah tua. Hanya seujung kuku dari para model bertubuh tinggi atletis yang usianya baru menginjak kepala dua.
Aku melepas cincin yang melingkar di jari manisku lalu melemparkannya ke dalam laci nakas. Hari-hariku kini hanya dilalui dengan perasaan kesal. Melihat Han Byul yang berlumur air liur hanya menambah kekesalanku. Haruskah aku memandikannya sekali lagi agar ia bisa mengintrospeksi diri bahwa menggigiti tangannya hanya membuat dirinya semakin berliur.
Aku tidak tahan lagi. Begitu pulang nanti, aku tidak hanya akan memintanya tidur di luar. Aku akan menuntut perceraian. Ia tidak bisa berbuat seperti ini padaku. Aku bukan pengasuh bayi.