Someone from The Past

646 83 8
                                    

Malam hari, aku pulang sebentar untuk mandi dan berganti pakaian. Sekalian pergi membeli roti yang Jessica inginkan. Ia tidak memiliki selera makan. Hanya ingin roti. Ku rasa itu pengaruh bayinya.

Sebenarnya, ia marah padaku dan juga mengusirku setelah apa yang ku katakan padanya. Ini memang kesalahanku karena terlalu bodoh dan lamban. Tapi aku tidak bisa mundur lagi sekarang. Aku sudah mengakui bahwa aku mencintainya dan ia juga mengatakan bahwa perasaannya tidak pernah berubah terhadapku. Meski secara tidak langsung. Dan juga bukankah suaminya sendiri yang memintaku untuk menjaganya? Jadi, aku hanya akan bersikap tidak tahu malu dan tetap berada disana hingga ia sembuh.

Selanjutnya, aku tidak tahu. Aku tidak tahu apa perasaan seperti ini masih memiliki masa depan. Jika ia masih menyukaiku, mungkin aku tinggal membujuknya melakukan hubungan terlarang lagi denganku. Kami pernah melakukan itu sebelumnya atas permintaannya. Kali ini, aku yang akan memintanya. Tapi tetap saja apapun pilihannya kelak, hanya ada sesuatu yang menjijikkan. Apakah kami akan berhubungan sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan suaminya, atau aku akan membawanya pergi dari rumah ini. Keduanya, bukanlah sesuatu yang terhormat.

Kedengarannya seperti aku yakin bahwa ia akan bersedia menjalin sesuatu lagi denganku. Terkadang aku memang suka membayangkan hal-hal yang akan membuatku sakit hati nantinya. Seperti tiga tahun lalu. Saat ia memutuskan untuk menikah dengan Kris. Aku bahkan sudah membayangkan pergi berbulan madu dengannya. Bodoh sekali kan?

Yap, aku memang sebodoh itu hingga berada di posisi ini sekarang. Jika aku hanya menutup mataku, jika aku bersikap masa bodoh, jika aku tidak terpengaruh pada masa lalu ... Apakah ia penggali emas atau bukan, memang apa masalahnya? Toh aku mencintainya. Meski ia akan menipuku lalu pergi meninggalkanku, dan aku akan ditemukan tewas tergantung di kamarku, kenyataan tetap tidak berubah. Aku mencintainya.

Bodoh bukan? Sangat! Menyadarinya sekarang bahkan lebih bodoh lagi. Seperti yang ia katakan padaku bahwa aku sudah sangat terlambat. Ia tidak hanya sudah menikah. Ia juga akan memiliki bayi. Dan ia sama bodohnya denganku karena tetap menyukai orang bodoh sepertiku. Ia tidak akan terluka jika menyerah terhadapku sejak awal.

"Eomma?" Aku terkejut ketika melihat eomma sudah berdiri di depan pintu rumahku bersama appa. Aku memang melamun tadi saat menaiki tangga, jadi aku tidak melihat mereka dan nyaris saja menubruk eomma.

"Anak nakal!" Wanita itu tersenyum sendu padaku. Tentu saja aku tahu artinya. "Mengapa kau tidak pernah lagi datang ke rumah?"

"Aku agak sibuk akhir-akhir ini," jawabku asal.

Aku kasihan pada eomma. Ia terjebak di rumah itu dan tak bisa keluar. Terkadang aku ingin membawanya keluar bersamaku. Tetapi bagaimana caranya sementara ia terjebak dengan sukarela disana.

"Masuklah!" Aku membukakan pintu untuk mereka lalu mempersilahkan keduanya masuk. Aku tidak memiliki sofa karena rumahku terlalu sempit, jadi aku mempersiapkan bantal duduk untuk mereka.

Aku menyiapkan dua cangkir kopi untuk eomma dan appa. Eomma sudah sering datang menjengukku sejak dulu untuk sekadar mengantar kimchi atau hanya merindukanku. Sejujurnya aku merasa bersalah karena tidak sering-sering kembali ke rumah untuk melihatnya. Ia semakin tua sementara anak satu-satunya lebih suka tidak tinggal bersamanya. Tapi keegoisanku membuatku tidak ingin kembali kesana. Harusnya yang lebih merasa sakit hati adalah eomma, bukan aku.

"Kembalilah ke rumah," kata Appa setelah ia menyesap kopi instan yang kuberikan padanya. "Atau, jika kau tidak ingin pulang, setidaknya mulailah bekerja di perusahaan. Aku tidak bisa mengurusnya sendiri sementara aku semakin tua. Ku harap kau mau membantuku."

Kembali ke rumah hanyalah basa-basi. Kenyataannya adalah ia hanya ingin aku masuk ke perusahaan. Mereka tidak berubah. Appa, juga harabeoji. Menggunakan keluarga untuk kepentingan mereka sendiri. Saat mereka nyaris memiliki segalanya, mereka malah ingin memiliki segalanya. Sekadar nyaris tak lah cukup untuk manusia yang tamak. Bukankah mereka sudah kaya? Haruskah anak-anak mereka menjadi milik mereka juga?

That WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang