Seoul, musim gugur 2005.
Setelah kejadian membolos dan kami tertangkap tangan oleh ahjumma penjual odeng, aku dan Soo Young tentu saja mendapat hukuman. Bukan hanya kami, tapi juga Tae Yeon yang lebih dulu tertangkap oleh Lee sem. Karena ini adalah pertama kalinya kami membolos, hukuman kami -menurut sem- tidak begitu berat. Kami bertiga 'hanya' harus membersihkan toilet anak perempuan.
Sebagai biang kerok dan otak dari kegiatan membolos hari ini, Soo Young ternyata pergi menyelamatkan diri sendiri. Entah bagaimana caranya ia tiba-tiba terkena alergi sinar matahari padahal seingatku ia tidak memiliki alergi sama sekali. Muncul bintik-bintik merah di sekujur tubuhnya dan ia menjadi lemas. Karena itu Soo Young harus beristirahat di ruang kesehatan. Aku tahu itu bukanlah alergi sungguhan. Ia hanya mencari alasan agar tidak menjalani hukuman.
Aku nyaris membersihkan toilet itu seorang diri sementara Tae Yeon sedang menyesali apa yang terjadi di depan cermin wastafel. Bukan menyesal karena telah melakukan hal buruk seperti membolos melainkan menyesal karena ia gagal membolos hari ini. Ia menatap bayangannya di cermin sambil bicara pada dirinya sendiri.
"Apa kau sering melakukan itu?" Ledekku sambil menggosok lantai toilet dengan menggunakan sapu sikat. Kami hanya punya waktu sepuluh menit untuk membersihkan tempat ini dan aku hanya sendirian mengerjakannya.
"Bicara pada diriku?" Tae Yeon menoleh padaku dengan wajah kuyunya. Ia menghela nafas berat sebelum menjawab ledekanku yang ia pikir adalah sebuah pertanyaan. "Terkadang. Tidak ada yang bisa aku ajak bicara di rumah. Maksudku.. Ada oppa, tapi dia menanggapi semua yang aku katakan."
Ck, ia bahkan menjawab itu. Bukankah inti dari bicara dengan seseorang adalah mendapatkan tanggapan? Jadi benar perkataan Ji Woong dulu. Tae Yeon memang suka bicara sendiri.
"Apa kau gila?" Aku menyikat lantai lebih keras. Kesal dengan lantai tak bersalah yang harus aku bersihkan itu. Namun lebih merasa kesal pada Tae Yeon. Soo Young sudah melarikan diri. Tidakkah seharusnya ia mengerjakan ini bersamaku agar cepat selesai?
Ia mengangguk. Masih dengan ekspresinya yang tidak bersemangat. "Aku tergila-gila padamu!"
"Ok, baiklah.." Aku memutar bola mataku. Itu adalah kebohongan terbesar yang aku dengar hari ini. "Karena itu kau membiarkanku mengerjakan ini sendirian."
Ia mengangguk lagi. "Aku belum pulih, Mi Young-ah! Aku masih sakit."
"Ck, bocah ini." Aku bersungut-sungut menyikat lantai yang sudah berkilau. Ia selalu mengatakan itu agar aku memanjakannya. Satu lagi kebohongan yang aku dengar hari ini. Ia merasa mampu memanjat tembok sekolah, namun ia tidak mampu membersihkan toilet karena ia masih sakit. "Aku mengerti sekarang. Jika aku menikah denganmu nanti, kau pasti akan membuatku mengerjakan semua pekerjaan rumah sementara kau bicara pada dirimu sendiri di depan cermin."
Yah, itu hanyalah omongan asal dari seorang anak SMA. Aku tidak serius mengatakannya. Aku tahu itu tidak mungkin dan aku tidak berharap banyak. Kami masih sangat muda. Aku belum memikirkan hal yang seserius pernikahan. Kalimat itu keluar begitu saja karena aku merasa kesal padanya.
"Begitu?" Ia tampak tidak tertarik. "Tapi aku tidak berencana menikah denganmu."
"Ya!" Aku melemparkan sapu di tanganku kepadanya. Tidak kena karena ia berlari menghindar. Meski aku tidak serius mengatakannya, bagaimana ia tega menolakku dengan begitu mudah dan kejam? "KIM TAE YEON."
Tae Yeon tertawa puas. Ia memungut sapu yang aku lempar lalu berdiri dengan cara yang dibuat-buat agar terlihat keren. "Aku yang akan mengerjakan pekerjaan rumah. Kau bisa istirahat hari ini."