Trying to Survive

564 84 9
                                        

Pada akhirnya kami sepakat untuk membiarkan Seo Hyun tinggal bersama. Gadis itu bersikeras untuk tinggal bersamaku. Setidaknya lebih baik dibandingkan harus kembali ke rumah. Jessica juga setuju denganku. Ia yang paling mengerti alasan mengapa aku keluar dari rumah itu. Sampai saat ini, ia terus memberikan dukungan untukku.

"Jangan khawatir, aku akan berusaha agar ia tidak betah," Jessica mencoba menghiburku ketika Seo Hyun sedang membereskan peralatan makan kami.

Ia memang tidak perlu menyembunyikan apapun. Bahkan tidak dengan merendahkan nada suaranya. Rumahku cukup kecil hingga Seo Hyun bisa mendengarnya. Gadis itu menanggapi Jessica dengan tertawa lalu kembali mencuci piring kotor.

"Bagaimana caranya?" Aku membantu Seo Hyun meletakkan piring yang sudah dicuci ke dalam rak.

Tentu saja aku mendukung keinginan Jessica itu. Bukannya aku tidak suka tinggal bersama Seo Hyun. Dia adikku. Aku tidak masalah jika hanya berdua saja. Tapi jika bertiga dengan Jessica, aku khawatir padanya. Jessica cukup ringan tangan dan juga kaki. Aku tidak ingin Seo Hyun menjadi korban juga.

"Aku akan membuatnya mengerjakan ini dan itu hingga ia kapok dan pindah dari sini," Jessica tersenyum penuh kemenangan menatap punggung Seo Hyun.

Apa yang barusan ku katakan tentangnya. Aku benar tidak ingin Seo Hyun tinggal disini bersamanya. Aku tidak yakin gadis itu akan tahan selama satu hari dengan Jessica tanpa menangis. Aku saja kadang diperlakukan seperti maling jemuran padahal aku hanya ingin menyentuhnya sedikit saja. Ini tidak adil kan?

Padahal Seo Hyun hanya bermaksud baik. Ia tidak perlu menjelaskannya secara detail karena aku cukup mengerti dengan apa yang disampaikannya tadi. Ia takut aku akan membencinya suatu hari nanti jika ia memegang perusahaan milik Grup Kwon. Walau aku tidak mempermasalahkannya, tapi ia ingin tetap berada di dekatku untuk memperkecil kemungkinan hubungan kami merenggang di kemudian hari. Aku melihatnya lebih seperti ia akan menjadi terlalu sibuk dan kami tidak memiliki waktu untuk saling bertemu. Aku yakin ia tidak akan membiarkan firma hukumnya terlantar. Ia akan mengurus keduanya.

"Eonni, aku akan berusaha sebaik mungkin," Seo Hyun menoleh sedikit sambil tersenyum. "Toh, aku biasa melakukan pekerjaan rumah. Aku tidak akan kapok jika hanya seperti itu."

"Sica-ah!" Aku kembali duduk di dekat Jessica lalu memeluk pinggangnya. "Bagaimana jika kita membuatnya kapok dengan cara menjadikannya kambing congek sementara kita bermesraan?"

"Pergi sana! Jangan dekat-dekat, Kwon! Kau bau!" Ia mendorongku tepat di wajah.

Jika ia bukan Jessica Jung, aku mungkin akan berpikir bahwa ia hanya malu pada Seo Hyun. Tapi tidak. Ia sangat tulus dengan kata-katanya.

Aku terluka.

"Cepat siap-siap! Kau harus bekerja kan?" Ia beringsut menjauh dariku sambil menyapu udara di depannya. Apa aku memang sebau itu hingga ia terlihat begitu jijik hanya dengan berdekatan denganku?

"Tapi aku belum mendapat ciumanku pagi ini," Aku masih mencoba mendekat. Berharap yang tadi itu hanya candaan.

Ia menutup mulutnya dan bersikap seolah sedang menahan muntah. "Ku bilang jangan dekat-dekat! Kau pergi bekerja saja sana! Aku muak melihatmu!"

Ia muak melihatku ... Ia muak melihatku?

Apa yang bisa ku lakukan selain menurutinya? Bahkan Seo Hyun pun tidak membelaku. Tidak bisa disalahkan. Aku juga tidak membelanya saat Jessica berkata kasar padanya.

Jessica juga tidak mau melihatku ketika aku sudah siap dan akan berangkat ke sekolah. Ia sibuk mengobrol sambil minum teh dengan Seo Hyun. Padahal tadi sepertinya ia sangat tidak suka dengan keberadaan Seo Hyun disini. Apa ia marah karena itu? Karena aku tidak berusaha lebih keras untuk mencegah Seo Hyun tinggal bersama kami. Atau karena aku tidak langsung menyetujui idenya untuk membuat gadis itu kapok dengan menyuruhnya melakukan pekerjaan rumah? Tapi Seo Hyun tidak akan kapok hanya karena disuruh mengerjakan pekerjaan rumah.

That WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang