Hari ini aku sudah bisa pulang dari rumah sakit. Tae Yeon mengatakan aku dan Tae Young akan tinggal bersamanya lagi. Ia juga sudah memindahkan kembali barang-barangku ke rumahnya dengan bantuan Seok Jin. Tae Young adalah orang yang paling senang dengan kabar ini. Bocah itu tidak berhenti bicara pada Tae Yeon, begitu juga Tae Yeon. Anehnya tiap kali aku ikut bergabung dalam pembicaraan mereka karena sepertinya seru sekali, selalu saja berubah hening. Tae Yeon yang memulai keheningan itu.
Sepertinya ia masih marah padaku. Tapi entahlah, ia tidak menunjukkan jika ia marah. Tidak saat ada orang lain di sekitar kami, juga tidak saat hanya ada kami berdua. Aku hanya merasakan sikapnya yang berbeda dari biasa.
Tae Yeon sedang membantuku mengganti pakaian rumah sakit di dalam kamar mandi. Sudah ku katakan aku bisa melakukannya sendiri karena aku tidak melukai tangan atau kakiku sehingga membutuhkan bantuan. Tapi ia tetap bersikeras membantuku.
"Hari ini.. Kau akan ke rumah sakit lagi?" Tanyaku pada Tae Yeon yang sedang membantuku mengaitkan tali braku. Salah satu hal yang tidak biasa darinya sejak aku memberitahukannya tentang Tae Young. Tadinya ku pikir Tae Yeon ingin mengambil kesempatan dengan memaksa mengikutiku mengganti pakaian. Tapi ternyata ia hanya membantuku. Tidak lebih. "Bisa kau pulang sebelum makan malam? Aku akan menyiapkan sesuatu yang spesial untukmu."
"Tidak usah." Tae Yeon terdengar tidak bersemangat. Belakangan ia selalu terlihat seperti itu. "Aku mengambil cuti beberapa hari agar bisa merawatmu di rumah."
Kemarin aku pikir ia akan sangat marah dan kecewa padaku. Karena itu ia keluar. Tapi itu tidak lama. Ia kembali beberapa menit kemudian lalu mengatakan bahwa ia menyesali keputusanku dulu yang tidak kembali padanya padahal ia menungguku, juga mencemaskanku seperti orang gila. Walaupun ia menyesalinya, itu adalah hal yang terjadi di masa lalu. Kini semua telah berubah. Aku berada disini. Bersamanya.
"Aku yang akan menyiapkan makan malam. Kau istirahat saja." Ia mengambil sebuah kemeja yang tadi diletakkan di sebelah wastafel lalu memakaikannya padaku. "Kau tidak perlu melakukan apa-apa. Fokus saja pada penyembuhanmu."
"Siapa bilang aku akan menyiapkan makan malam?" Aku mengambil alih pekerjaannya dan mengancingkan pakaianku sendiri. "Tentu saja sesuatu yang spesial dariku bukan makanan."
Tae Yeon tersenyum namun tidak benar-benar tampak bahagia. Ia mundur dan duduk di atas toilet sambil terus mengawasiku. "Tentu saja sesuatu yang spesial darimu bukanlah makanan."
Melihatnya yang seperti ini membuatku merasa sangat bersalah. Ia mencoba terlihat baik-baik saja tapi ia tidak mampu menutupinya. Ada sesuatu yang mengganggunya. Dan tentu saja itu tentang apa yang ku katakan padanya kemarin malam.
"Tae Yeon-ah!" Panggilku. Aku mendekat padanya lalu menyentuh wajahnya yang tampak muram. "Apa yang kau pikirkan?"
"Kau." Ia menatapku. Aku bisa melihat seberapa berat beban yang ada di dalam kepalanya itu. Ia tidak ingin membaginya denganku.
"Kau tampak lelah."
Ia mengangguk. "Tentu saja. Agar bisa mendapatkan cuti, aku harus menyelesaikan tugas-tugas yang tidak bisa kutinggalkan. Aku merasa sangat lelah." Ia menarikku lalu memeluk perutku. "Jadi biarkan aku bersandar padamu sebentar."
Aku mengelus belakang kepalanya. Ia hanya memelukku dalam diam.
"Baiklah, sebaiknya aku segera berpakaian agar kita bisa pulang." Aku mengambil celana jins yang juga ditumpuk di samping wastafel. "Kau juga harus istirahat."
Sambil tetap duduk di atas toilet itu, Tae Yeon membantuku memakai celana. Aku masih pusing saat menunduk, jadi aku berpegangan pada bahunya.
Celana itu nyaris saja sampai di pinggangku saat Tae Yeon berseru. "Ah! Kau belum memakai pantie!" Ia membuka lagi celana jinsku.