Kami pergi memeriksakan kandungan Jessica lagi saat itu berusia lima bulan. Aku tahu sekarang, jadi aku tidak terlihat terlalu bodoh. Anak itu juga semakin besar dan mulai kelihatan. Dan sepertinya itu sangat berat untuk dibawa kemana-mana karena ia selalu mengeluhkan pinggang dan pundaknya sakit.
Aku melarangnya terus datang ke kantor Seo Hyun karena ia selalu kelelahan tiap pulang di malam hari. Tapi bukan Jessica namanya jika ia tidak keras kepala. Katanya ia mulai mampu menyesuaikan diri dengan pekerjaan disana dan ia tidak ingin hanya beristirahat di rumah tanpa melakukan apa-apa.
Dan dokter juga menyarankan untuknya agar lebih banyak beristirahat. Meski lebih baik, tapi kondisinya masih rentan. Jessica yang keras kepala mencoba menentang dokter itu dengan beralasan bahwa pekerjaannya tidak melelahkan. Ia meyakinkan kami berdua, aku dan dokter tersebut, bahwa ia hanya duduk sambil menghadapi kertas-kertas. Ia bersikeras bahwa ia tidak pernah kelelahan padahal ia selalu terlihat seperti itu.
Apalagi ia berjalan kaki setiap hari untuk mencapai stasiun kemudian menaiki subway ke firma hukum Seo Hyun. Ia tidak mau aku mengantarnya dan ia tidak mau membawa mobil Seo Hyun karena orang-orang di kantor akan menganggapnya tidak punya malu. Padahal selama ini naik taksi saja selalu dipermasalahkannya, bagaimana aku tidak gila memikirkan ia yang sendirian di luar sana dengan perut yang membuncit sementara ia terbiasa bergantung pada orang lain?
Aku menghargai kemauannya untuk mandiri. Aku mendukung keinginannya untuk maju dan membuat perubahan yang lebih baik di dalam hidupnya. Tapi tidak sekarang. Saat ia sedang hamil. Saat kandungannya tidak dalam kondisi baik-baik saja.
Ia beruntung dokter membelanya untuk yang satu itu. Menurutnya berjalan kaki baik dilakukan bagi ibu hamil. Asalkan ia tidak berjalan terlalu jauh atau kelelahan.
"Aku masih merasa tidak nyaman dengan kau yang harus bekerja."
Kami duduk bersama di bagian paling belakang bis yang kosong. Ini bukan jam sibuk jadi hanya kami yang berada disini. Jessica masih tidak suka naik taksi dan aku tidak bisa membawanya dengan motorku karena ia bisa masuk angin dan ia juga tidak akan merasa nyaman duduk berlama-lama seperti itu. Lagipula ini adalah permintaannya. Aku heran dengan perubahan sikapnya akhir-akhir ini. Selain giat bekerja, ia juga berusaha keras hidup sederhana. Apa itu juga bawaan calon bayinya?
"Jika kau begitu ingin disana, aku yakin Seo Hyun masih bersedia menerimamu satu atau dua tahun lagi. Tidak harus sekarang kan?" Aku tahu ini sia-sia. Kepalanya terlalu keras untuk dilunakkan dengan bujukan menggunakan kalimat manusia.
"Kau ingin aku membusuk karena berdiam diri di rumah?" Ia mencicit cepat seperti biasanya. "Lagipula aku akan istirahat yang cukup, minum vitaminku tepat waktu, dan tidak akan membiarkan diriku terlalu lelah. Dokter saja mengatakan tidak apa-apa. Mengapa kau yang rewel?"
"Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk padamu," Kemudian aku mengusap perutnya. "Dan juga uri-aegi."
"Kau menyumpahi sesuatu yang buruk terjadi pada kami?" Ia mulai lagi dengan keajaibannya. Apa yang kukatakan dan apa yang ia dengar begitu berbeda.
"Haruskah kita kembali ke rumah sakit?"
"Wae?" Jessica memasang wajah bingung tanpa dosa.
"Untuk memeriksakan telingamu. Sepertinya ada yang salah."
Tentu saja aku mendapat pukulan di belakang kepala akibat perkataanku itu. Aku tersuruk ke depan hingga berlutut di lantai bis. Untung tak ada orang lain disini atau ini akan sangat memalukan bagiku. Aku dihajar oleh ibu-ibu hamil.
"Kalau begitu, haruskah aku mengatakan pada Seo Hyun untuk tidak memberikan pekerjaan yang berat agar kau tidak kelelahan?" Aku kembali duduk di tempatku semula seolah tak ada yang terjadi sebelumnya. Aku tidak ingin memperpanjang masalah kekerasan barusan karena aku tak akan menang berdebat dengannya.
