Natal, 2004
Seperti yang sudah kujanjikan kemarin, aku datang ke rumah Jessica untuk menjemputnya. Ia mengirimkan alamatnya padaku tadi pagi. Itu berada di salah satu komplek perumahan mewah. Harusnya sudah kuduga bahwa ia adalah salah satu dari penggali emas. Kebanyakan yang bersekolah di tempat kami adalah anak-anak sepeti itu. Mereka terpengaruh dari sifat dan kebiasaan orangtuanya yang pebisnis dan ikut menjadi tamak. Aku yakin Jessica sama saja. Ia mengatakan menyukaiku padahal kami tidak pernah dekat sebelumnya. Tentu alasannya cuma satu. Ia menyukaiku bukan karena siapa aku melainkan karena keluargaku.
Karena itu aku hanya berteman dengan Tae Yeon dan Seo Hyun. Tae Yeon karena ia tidak peduli pada siapapun termasuk aku. Ia juga tidak memiliki orangtua pebisnis seperti yang lain. Sementara Seo Hyun, aku sudah mengenalnya sejak yang mampu aku ingat. Kami sudah seperti saudara karena ayahnya bekerja untuk keluargaku. Terakhir adalah Tiffany. Bukan karena aku yang ingin berteman dengannya, tapi karena Tae Yeon menyukai anak itu. Ia juga tidak berasal dari keluarga pebisnis, jadi aku bisa dekat dengannya.
Bukannya aku ingin menghakimi orang-orang karena keluarganya. Kebanyakan yang ku kenal memang memuakkan seperti itu. Saat pertama kali masuk sekolah, nyaris semua orang tergila-gila padaku padahal aku tidak melakukan apa-apa. Aku tidak begitu pintar dan masuk ke sekolah itu karena sumbangan dalam jumlah besar yang diberikan oleh harabeoji. Mereka mengikutiku seolah aku adalah selebritis. Mereka berteriak histeris padahal aku hanya berjalan di lorong. Mereka juga penuh kepalsuan. Pernah suatu kali aku duduk terlalu lama di toilet sekolah karena sembelit. Lalu aku mendengar beberapa suara anak perempuan masuk sambil bergosip. Tentu saja mereka menggosipkan aku. Mereka tertawa puas sambil menjelek-jelekkanku. Katanya, aku payah dan bodoh. Karena penasaran, aku membuka pintu sedikit untuk mengintip dan menemukan yang bicara adalah ketua fans klub-ku.
Tidakkah mereka unik? Jika mereka tidak menyukaiku, mengapa mereka malah bertingkah seolah mereka memujaku? Aku tidak masalah jika mereka mengucilkanku dan tidak mau berteman. Aku sudah memiliki Tae Yeon dan Seo Hyun yang ku rasa lebih dari cukup.
"Ahjussi, berhenti di depan." Kataku pada Seo ahjussi saat melewati sebuah rumah bernomor 69. Ini rumahnya. Aku akan menunggu di mobil saja. Rasanya terlalu repot jika aku harus turun untuk mengetuk pintu rumahnya. Jika aku bertemu dengan orangtuanya, tentunya tidak sopan jika aku tidak member salam. Lagi pula diluar dingin sekali. Aku mungkin akan beku.
Aku menelepon Jessica begitu Seo Ahjussi memarkir mobil di depan gerbang rumahnya. Ku rasa belum sempat berdering saat ia mengangkatnya.
"Eoh! Masuk saja, Yu Ri-ah! Aku sudah membuka kuncinya." Katanya begitu ia menjawab panggilanku.
"Aku menunggu di mobil saja."
"Tapi aku belum selesai dengan riasanku. Ini mungkin akan sedikit lama." Ia beralasan. "Lebih nyaman jika kau menunggu di dalam. Tidak ada orang di rumah. Kau tidak perlu sungkan."
Hmm.. Tidak ada orang di rumah justru membuatku lebih sungkan. Ia sudah merencanakan ini. Bukankah ia menyukaiku? Siapa yang bisa menjamin ia tidak melakukan sesuatu yang aneh padaku saat tidak ada orang di rumah?
"Aku menunggu di mobil saja." Aku bersikeras.
"Ck." Ia menutup telepon itu dengan kasar. Setidaknya ia tidak berteriak di telingaku.
Aku menunggu di mobil seperti yang ku katakan tadi. Belum sampai lima menit aku menunggu, pintu pagar rumahnya terbuka dan Jessica keluar dengan wajah ditekuk. Sudah kuduga ia hanya mencari-cari alasan saja agar aku mau masuk ke rumahnya. Kenyataannya, ia sudah siap.