Maret, 2004.
Ini adalah hari pertamaku masuk SMA. Aku bisa menduga betapa membosankannya karena ini adalah sekolah dimana Harabeoji adalah salah satu tokoh penting di Yayasannya. Setidaknya masih ada Seo Hyun yang juga akan satu kelas denganku. Jangan salah paham Karena aku memang merengek pada appa agar Seo Hyun berada di tempat yang sama denganku. Jika Seo Hyun tidak ada, maka aku tidak akan memiliki teman.
Aku memang tidak berencana memiliki teman. Ini adalah surganya penggali emas. Aku benci mereka. Sampai kapanpun aku tidak mau dekat-dekat dengan salah satunya. Mereka semua sama saja. Dengan keluarga terpandang. Latar belakang pengusaha sukses. Dan remaja seumuran itu sudah tahu bagaimana caranya bersikap sombong.
Walau keluargaku sama saja. Hanya mementingkan materi. Tidak ada perasaan di dalamnya. Egois. Busuk. Tidak tahu malu. Menghalalkan segala cara. Bukan berarti aku membenci keluargaku. Aku hanya membenci sistem yang mereka anut. Penggali emas.
Bukankah mereka sudah kaya? Bukankah kami sudah kaya sejak lahir? Lalu mengapa masih saja bersikap tamak? Menginginkan lebih banyak. Menginginkan kekuasaan yang lebih lagi. Walau harus mengorbankan orang yang sangat mencintai mereka dengan tulus. Toh mereka tidak mengenal apa itu perasaan. Mereka tidak mau tahu apa itu cinta.
Tidak! Aku tidak memukul rata semua orang dengan menganggap mereka semua sama. Itu adalah kenyataan. Semua penggali emas adalah penggali emas.
Pertama kali aku datang, anak-anak lain langsung menyerbu seolah aku adalah artis. Mereka mengenalku. Mereka tahu siapa aku. Sudah tertulis di dahiku bahwa aku adalah Kwon Yu Ri. Satu-satunya penerus dari keluarga Kwon. Tidak peduli apakah itu kakak kelas, atau yang berada satu tingkat denganku. Begitu melihatku, mereka akan menyapa dan bersikap sok akrab. Bukannya aku sombong karena menganggap mereka rendah. Tapi aku bisa melihat kepalsuan pada senyuman itu. Mungkin dengan kutukan di baliknya.
Dan di tengah-tengah semua kepalsuan itu, bagaimana mungkin sebuah ketidak pedulian tak menarik perhatianku?
Itu adalah seorang bocah perempuan bertubuh kecil yang duduk diam menatap keluar jendela. Ia tidak peduli padaku. Ia tidak peduli pada keriuhan di sekitarnya. Ia begitu nyaman dengan kesendiriannya disana. Seperti sengaja mengasingkan diri di tengah hiruk-pikuk para penjilat ini.
Jadi, aku menghampirinya.
"Apa bangku ini kosong?" tanyaku. "Apa aku boleh duduk disini?"
Ia menoleh sedikit, kemudian mengangguk. "Aku hanya membayar untuk satu tempat duduk. Kau boleh memilikinya."
"Kenalkan, aku Kwon Yu Ri," Aku mengulurkan tanganku padanya.
"Kim Tae Yeon," Ia menjabat tanganku. Dan kemudian ia diam lagi lalu kembali menatap keluar jendela.
Aku akui itu adalah perkenalan yang sangat singkat. Aku yakin ia bukan salah satu dari penggali emas itu dari cara ia yang memperkenalkan diri. Setelah menyebut namanya, tidak ada embel-embel lain. Seperti darimana keluarganya, perusahaan apa yang orangtuanya miliki, dan mobil apa yang dikenakannya ke sekolah. Lagipula ia bernama Kim. Sebuah nama yang begitu umum. Orang tidak bisa menebak latar belakang keluarganya dengan sekedar mengetahui ia adalah Kim.
Selanjutnya hari-hari kami habiskan dalam keheningan. Itu sangat nyaman. Sungguh! Daripada bergosip yang tidak ada gunanya. Menggunjingkan orang lain, membanggakan diri sendiri. Diam terasa sangat menenangkan. Walau terkadang aku mengoceh tentang ini dan itu untuk memancing tanggapannya. Karena aku sungguh penasaran mengapa si Kim Tae Yeon ini lebih suka diam daripada mengobrol seperti para gadis-gadis berisik itu. Seolah ia menyimpan sebuah rahasia besar yang tak ingin diketahui oleh orang lain.