A Little Talk

619 79 13
                                    

Sejak hari itu, aku tidak pernah menghubungi Jessica lagi. Dia juga tidak balas menelepon atau sekedar mengirim pesan. Semakin jelas bagiku apa arti kencan yang ia maksudkan dulu. Hanya sekedar mencari kesenangan baginya. Ia tidak benar-benar menyukaiku. Ia tidak berencana meninggalkan Kris dan memulai lagi denganku.

Toh ia hanyalah penggali emas. Ia menikahi Kris juga karena pria itu kaya. Aku bertaruh ia tidak akan peduli jika Kris hanya sekedar tampan. Kini setelah mereka akan punya anak, ia merasa seolah akan segera menjadi ratu yang akan melahirkan putra mahkota.

Lalu apakah aku menyesalinya? Tidak! Aku justru menyesali mengapa harus berakhir secepat ini. Menyesali aku yang tak sempat melakukan banyak hal bersamanya. Menyesali aku yang tak pernah mengungkapkan isi hatiku padanya.

Tapi, apa itu akan berarti sesuatu? Jika aku mengatakan padanya bahwa aku mencintainya, apa ia akan memilihku? Jelas tidak. Tentu saja wanita materialistis sepertinya akan lebih suka menjalani kehidupan kelas atas bersama suaminya yang kaya raya dibandingkan aku yang hanya seorang guru SMA. Aku tidak bisa memberikan kehidupan serba mewah padanya. Ia tidak akan meninggalkan kehidupan nyamannya untuk menderita bersamaku.

Padahal dulu sepertinya ia benar-benar menyukaiku. Setidaknya untuk sesaat aku sempat berpikiran begitu. Ketika aku keluar dari rumah dan tak memiliki apapun, ia tetap berada disisiku. Membantuku serta memberi dukungan. Saat itu begitu meyakinkan jika ia mencintaiku. Ternyata itu hanya rasa kasihan belaka terhadap seorang teman.

Dan kini dia hamil. Ia dan Kris akan memiliki anak sebentar lagi. Lalu harapan apa yang masih kumiliki? Walaupun aku bersikeras untuk merebutnya dari Kris, itu akan percuma karena Jessica tak akan pernah kembali padaku. Kesempatan untukku sudah tidak lagi. Aku tak lebih dari pecundang rendah yang masih mengharapkan istri orang lain.

Bodohnya, beberapa malam aku tidak bisa tidur karena memikirkan bagaimana jika ia membutuhkan sesuatu sementara Kris tidak ada karena melakukan perjalanan bisnis seperti biasanya. Ia mungkin merasa tidak enak badan seperti waktu itu. Aku tidak bisa menyingkirkan pikiran-pikiran semacam itu dari kepalaku. Ku rasa aku akan jadi gila jika terus seperti ini.

Karena itu, aku mencari cara untuk berhenti memikirkannya. Aku tidak membiarkan ada sedikitpun waktu luang untuk memikirkannya. Aku sengaja mencari kegiatan untuk menyibukkan diri. Di sekolah, aku akan membantu tugas guru lain atau menggantikan mereka dengan kelas belajar mandiri. Saat libur aku menerima siapapun yang mengajakku keluar asalkan aku tidak sendiri dan mulai berpikiran macam-macam. Dan jika memang tak ada lagi yang harus aku lakukan, aku akan pergi ke gym untuk berolahraga hingga kelelahan. Sejauh ini usaha itu cukup efektif. Waktuku untuk memikirkannya sedikit berkurang meski terkadang aku masih saja melamun tanpa sengaja dan Jessica mulai menggerogoti pikiranku.

Hari ini aku juga pergi berolahraga. Namun karena kemarin aku juga pergi ke gym dan berolahraga hingga sangat larut, hari ini tubuhku rasanya sakit semua. Aku terpaksa mengakhirinya lebih cepat karena tidak sanggup lagi. Padahal baru satu jam dan aku sudah menyerah. Lebih baik aku pulang saja dan beristirahat. Dengan kondisi tubuh begini, aku akan langsung tertidur begitu menyentuh kasur.

Aku sedang berjalan keluar dari gym ketika bertemu dengan orang itu. Benar-benar tidak disangka bisa bertemu dengannya di tempat seperti ini.

Ya, orang itu adalah Kris dan dia tidak sendirian. Ia bersama seorang pria muda lain yang sepertinya adalah seorang kolega bisnisnya. Terlihat dari penampilan yang jelas bukan orang sembarangan.

Tentu saja ia melihatku. Sambil tersenyum lebar, ia menghampiriku untuk menyapa. "Kwon Yu Ri? Benarkan?"

Aku membalas senyumannya dengan canggung. Tidak bisakah ia mengacuhkanku saja dan bersikap seolah ia tidak mengenalku?

That WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang