Seoul, musim panas 2006.
Atas bujukan Nyonya Kim, akhirnya halmeoni setuju untuk melepaskanku. Sebenarnya tidak ingin berada jauh dari Tae Yeon bukanlah satu-satunya alasan yang membuatku tidak ingin pindah bersama halmeoni. Aku merasa tidak enak pada keluarga halmeoni. Mereka sudah hidup pas-pasan tanpa aku. Aku hanya akan menambah beban mereka jika mereka juga harus merawatku.
Aku sudah pindah kemari sejak tadi sore. Nyonya Kim membantu memindahkan barang-barangku. Aku tidak membawa banyak, hanya pakaianku saja. Ia sudah membantuku sejak pagi. Ia sangat baik, juga perhatian.
Mereka memberiku kamar yang lebih besar dibandingkan milik Tae Yeon. Nyonya Kim mengatakan bahwa tadinya ini adalah kamar tamu. Wanita itu juga mengatakan bahwa Tae Yeon bekerja keras untuk menatanya agar aku menyukai kamar baruku. Ia mengganti walpapernya dengan warna merah muda. Ranjangnya berwarna senada dengan kelambu putih yang menjuntai dari atas. Tae Yeon pasti sengaja melakukan ini untuk membuatku senang.
Setelah selesai makan malam, Nyonya Kim menyuruhku beristirahat di kamar. Tae Yeon belum pulang dari sekolah. Ji Woong juga. Nyonya Kim baru akan pulang besok, pagi-pagi sekali.
Tapi, aku tidak bisa benar-benar tidur. Aku tidak merasa mengantuk. Tidak merasa lelah hingga ingin tidur. Aku mungkin akan bertemu dengan dad di dalam mimpuku, namun itu tidak akan terjadi. Aku hanya terjaga. Bahkan di saat aku berpikir bahwa aku telah tidur, aku malah mendengar suara-suara kecil di sekitarku.
Gusar, itu adalah apa yang aku rasakan saat ini. Aku tidak tahu mengapa aku merasa seperti ini. Mungkin karena perubahan yang mendadak. Tanpa dad, segala hal terasa berbeda. Ketidak hadirannya membuat kekosongan yang sangat besar.
"Kau sudah tidur?" Pintu kamarku sedikit terbuka. Tae Yeon melongokkan kepalanya sedikit melalui celahnya. Aku sudah memadamkan lampu sehingga ia tidak bisa melihatku dengan jelas.
"Eoh.." Aku berbohong. Sebenarnya aku mendengar suaranya saat ia pulang beberapa saat yang lalu.
"Boleh aku masuk?" Tanyanya.
"Eoh!"
Tae Yeon masuk kemudian menutup pintu itu kembali. Ia berjalan ke arahku dengan canggung lalu duduk memunggungiku di pinggir tempat tidur.
"Eomma mengatakan untuk menemanimu disini." Ia bicara setelah beberapa saat hening. Karena aku diam. Karena saat ini aku lebih menyukai keheningan. "Eomma juga mengatakan kau tampak murung seharian ini."
"Kau tidak akan kesini jika eomonim tidak menyuruhmu?"
"Aniya! Kau tahu aku tidak seperti itu." Ia memutar tubuhnya menghadapku. "Saat bel masuk berbunyi, aku berharap bel pulang akan berbunyi tak lama lagi. Aku tidak sabar ingin bertemu denganmu."
Ya, aku percaya itu. Ia mengirimiku beberapa pesan singkat tadi siang, tapi aku tidak begitu sering mengecek ponselku. Aku hanya mengabaikannya saja.
"Apa kau ingin makan sesuatu? Aku akan membuatkannya untukmu." Tae Yeon menyentuh pundakku. Ia sedikit menunduk untuk melihat wajahku.
Aku menggeleng. "Aku sudah makan malam."
"Atau.. Kau ingin menonton film?" Tawarnya.
"Ini sudah sangat larut, Tae Yeon-ah!"
Ia mengusap kepalaku sambil menunduk lebih dekat. "Kau sudah mengantuk, huh? Ingin tidur?"
Aku menghela nafas. "Sayangnya, aku juga tidak bisa tidur."
"Wae?" Ia tersenyum.
"Geunyang.." Aku juga memikirkan alasannya, tapi aku tidak tahu. "Aku tidak yakin, Tae.."