HAND PART 38 - THE TRUTH (3) END

9.7K 538 9
                                    

Sepuluh tahun yang lalu...

Rintik hujan itu mulai sirna menyisakan kepulan asap pekat dengan percikan api yang perlahan membesar keluar dari bagian mesin mobil yang terguling itu. Jalanan cukup sepi, tidak ada yang mau berhenti untuk sekedar melihat bagaimana kondisi si pengemudi dan si penumpang yang sudah berlumuran darah tak sadarkan diri.

Tapi anak itu...

Anak perempuan berusia lima tahun itu merangkak keluar mobil lalu berjalan tertatih dengan luka di sekujur tubuhnya.

Ia menangis,

Ia bingung,

Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi sekarang,

Tapi langkah kakinya yang mungil terus berjalan menjauh seolah-olah memang ia harus menyingkir dari sana.

Dia hanyalah anak berusia lima tahun yang kemudian menoleh tanpa suara hanya untuk menyaksikan sebuah senyuman terakhir Ibunya sebelum mobil itu meledak dan membuatnya kembali menangis.

Ia tahu,

Ia mengerti,

Ia melihatnya,

Sebuah takdir yang akan menentukan jalan hidupnya mulai dari sekarang.

Dan anak itu adalah aku, Nabila.

Aku tidak ingat bagaimana aku bisa sampai ke panti asuhan itu. Yang aku tahu Ibu panti mengatakan bahwa kedua orangtuaku meninggal dalam kecelakaan. Setelahnya seperti anak-anak lain, aku tinggal dan tumbuh besar di sana sebagai anak yang nakal dan pendiam.

Setiap bulan, satu persatu teman-temanku pergi bersama orangtua baru mereka, aku menunggu giliranku, tapi hal itu tidak pernah datang. Hingga pada saat ulang tahunku yang ke-9 sepasang suami istri itu datang bersama anak perempuan dan anak laki-laki mereka. Tidak untuk menjemputku, bukan, tapi hanya sekedar melihat dan memberikanku pakaian baru, mainan baru, dan kasih sayang. Sesuatu yang tidak ku dapatkan selama ini.

Ku panggil sepasang suami istri itu sebagai Papa Michael dan Mama Laura, lalu kak Naura dan kak Jacko, teman baruku, keluarga baruku. Semuanya berjalan sesuai harapanku, aku merasa seperti memiliki keluarga baru yang sangat menyayangiku. Hampir setiap akhir minggu atau ketika liburan sekolah, kak Naura dan kak Jacko datang menemuiku, bermain seharian bahkan mereka sering menginap menemaniku. Aku bahagia, sangat bahagia, tapi itu tidak bertahan lama...

Tanpa sepengetahuan siapapun, ketika kak Naura dan kak Jacko datang dan bermain, ketika Mama Laura sibuk berbincang dengan Ibu Panti, Papa Michael menuntunku untuk mengikutinya. Itu gudang, tempat menakutkan yang selalu ku hindari ketika bermain petak umpet bersama teman-teman. Tapi saat itu, ada hal yag lebih menakutkan dari sekedar gudang gelap itu, sangat menakutkan hingga aku hanya bisa diam menurut ketika tangan Papa Michael mendudukanku di pangkuannya.

Hanya itu yang terjadi pertama kali, tapi kedua kali, ketiga kali dan kesekian kalinya lebih dari itu.

Aku menangis saat Papa menurunkan kaos bergambar kartun kesukaanku lalu celana pendek pemberian kak Naura yang sangat ku sukai.

Aku menjerit ketika tangannya yang besar menyentuh kulitku, menekan-nekan dadaku dengan keras lal turun dan menarik paksa celana dalamku hingga aku berteriak keras memundurkan langkahku memohon dengan gelengan kepala penuh. Tapi Papa justru menamparku hingga aku jatuh terduduk di lantai, tidak sampai di sana, Papa membuka ikat pinggangnya, meraih tubuhku untuk membelakanginya dan setelahnya aku bahkan tidak bisa menjerit lagi ketika rasa sakit itu menusuk ku berkali-kali, lagi dan lagi.

Usiaku cukup mengerti apa yang sedang ku alami sekarang tapi aku tidak bisa mengatakannya pada siapapun. Tidak kalau setiap kali aku baru akan meraih tangan kak Naura atau kak Jacko Papa selalu mengawasiku dengan tatapan menakutkannya. Suatu hari aku melihat Mama Laura berjalan padaku dengan langkah yang gontai, aku tersenyum padanya sambil berdiri menunjukan gaun pemberiannya yang sedang ku coba untuk pesta ulang tahun ku nanti, tapi senyuman itu membeku di bibirku ketika Mama Laura menangis menatapku lalu memberikanku sebuah kertas yang dipegangnya sedari tadi.

H A N D ✔ SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang