HAND PART 59 - The Storm

12.5K 893 190
                                    




"Untuk tiga hari kedepan kau harus mengganti perbannya tiga kali sehari. Bisa setelah dia meminum obatnya atau sebelum dia meminum obatnya, "

Bila mengangguk sambil matanya tidak pernah terlepas dari Alice yang tengah mengganti perban pada luka di bahu Tan.

"Barulah di hari ke empat sampai seterusnya sampai lukanya benar-benar kering kau hanya perlu mengganti perbannya satu kali sehari."

Bila mengangguk lagi, penuh tekad dan rasa antusias yang tinggi. Tan yang melihatnya pun tersenyum lebar sampai-sampai membuat Alice menghentikan gerakan tangannya lalu kedua matanya beralih pada sosok adiknya yang tengah menatap istrinya lekat sementara yang ditatap malah sibuk salah tingkah dengan pipi yang memerah.

"Dokter, bi-bisa kau perban juga matanya?"

"Kenapa memangnya?"

"P-pasien ini terus menatapku." Ucap Bila gugup sambil melirik Tan sesekali.

Sementara Alice terkekeh dan bersiap menaruh kain perban pada kedua mata Tan.

"Ish! Kak!"

"Hahaha." Tawa Alice dan juga Bila pecah melihat raut wajah kesal Tan yang dengan sebelah tangannya buru-buru menepis tangan Alice.

"Assshh, oh..."

Sontak tawa itu hilang digantikan tatapan panik dan terkejut Tan juga Alice pada Bila yang tiba-tiba meringis sambil memegangi perutnya.

"Bila kau baik-baik saja?"

Tan hendak bangkit dari duduknya ketika Alice lebih dulu menahannya agar tetap diam mengingat lukanya masih sangat baru, meskipun sudah akan protes namun Tan memilih untuk tetap duduk dan membiarkan Alice mendekat pada Bila.

"Perutmu sakit?" Bila mengangguk pelan.

"Berbunyi?" Bila mengangguk lagi.

"Kau belum sarapan ya?"

"Ah...sarapan." Bila terkekeh lalu melirik Tan yang masih menatapnya panik.

"DASAR KAU!!!"

"A-apa?!" Jawab Tan gugup ketika Alice sudah berbalik dan menatapnya sambil berkacak pinggang.

"Ini sudah hampir jam makan siang dan kau bahkan tidak membiarkannya untuk sarapan? Hello, kau ingin istrimu mati kelaparan dalam dekapanmu hah?"

Bila terkekeh meskipun perutnya masih sedikit terasa sakit, tapi kemudian ia mengingat kembali saat-saat dimana Tan tidak membiarkannya sedetikpun menjauh darinya, dari dekapan hangatnya setelah ungkapan cinta dan ciuman itu.

Ciuman.

Ya, mereka berciuman.

Mengingatnya saja sudah membuat pipi Bila kembali merona merah sementara Tan terdiam pasrah akan omelan Alice padanya namun diam-diam ia juga terkekeh karena sama-sama mengingat momen dirinya bersama Bila, istrinya.

Bagaimana ia menciumi puncak kepala Bila.

Bagaimana ia menghirup aroma tubuh gadis itu.

Bagaimana ia memeluk Bila erat untuk mendekat.

Dan bagaimana mereka berciuman dengan penuh kasih sayang.

Ah, kapan Alice akan keluar?

Tan menggeram dalam hati nya.

Tapi kemudian Tan benar-benar protes ketika Alice malah menyuruh Bila untuk pergi dari ruangan dan bukan dirinya.

"Tidak tidak, makan saja di ruangan ini. Kau tidak perlu ke kantin."

H A N D ✔ SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang