Felicia tak habis pikir kenapa ia akhirnya mau diajak duduk bersama Zhavier sembari menikmati secangkir teh yang disediakan di acara perusahaan itu. Tujuan utamanya tadi yang berusaha untuk kabur, sekarang malah berakhir dengan duduk sambil berbincang bersama pria itu. Mereka duduk bersama di tempat yang jaraknya sedikit jauh dari posisi duduk keluarga Adrian dan orang tua Felicia sendiri. Tempat duduk mereka juga ditutupi oleh beberapa ukiran mebel yang dipakai sebagai hiasan.
Tapi ini tidak buruk juga sih, setidaknya aku gak berada di tempat tadi bersama Adrian dan keluarganya, batin Felicia.
"Kamu datang ke sini sebagai media juga? Pers?" Tanya Zhavier basa-basi.
"Um... iy--" baru saja Felicia berniat untuk berbohong, tapi ia mengurungkan niatnya. "Enggak..." jawab Felicia kaku.
"Jadi?" Sebelah alis Zhavier terangkat karena penasaran.
"Em... temannya anak yang punya perusahaan ini," ungkap Felicia.
"Temannya Adrian?" Tebak Zhavier.
"Ya." Angguk Felicia. "Kamu kenal?"
"Tentu, dia kan salah satu rekanku juga." Lanjut pria itu.
Oh iya! Adrian kan pernah datang pas konferensi pers di perusahaannya waktu itu, kata Felicia dalam hati.
"Kamu dengan Adrian sudah berteman lama?"
"Ya, bisa dibilang begitu..." Felicia meraih cangkirnya lalu menyesap teh tersebut dengan perlahan.
"Oh," Zhavier manggut-manggut. "Saya kira kamu jauh-jauh ke Jakarta hanya buat pers doang, ternyata bukan ya..."
"Iya..." jawab Felicia pelan.
Lalu pria itu kembali memperhatikan Felicia dan menyadari bahwa sejak tadi gelagat Felicia tampak khawatir sembari sesekali mencuri pandang ke arah sudut ruangan. "Ke sini sendirian?"
"Enggak, bareng orang tua..." jawab Felicia pelan.
"Bareng orang tua? Keduanya?"
"Iya..."
"Orang tua kamu mana?"
"Ehm... masih di sana, sama orang tuanya Adrian."
"Jadi yang di sudut sana itu, kedua orang tuamu?" Tanya Zhavier sembari memperhatikan di mana orang tua Felicia dan keluarga Adrian duduk. Meski tampak sedikit jauh, tapi ia masih dapat mengintipnya dari balik mebel hiasan.
"Ya..." Tukas Felicia, lalu ia kembali meminum tehnya.
"Hm..." Zhavier memegang dagunya. "Apa kamu dijodohkan?" Tebak Zhavier, lagi-lagi sangat tepat.
Felicia yang tadinya tengah menyesap tehnya, kini terhenti lalu terbatuk-batuk karena mendengar perkataan Zhavier barusan.
"Eh, maaf..." ujar Zhavier seraya spontan menepuk-nepuk bahu Felicia pelan.
"Siapa yang bilang?!" Protes Felicia saat batuknya terhenti lalu meletakkan cangkirnya di atas meja.
"Eh, orang tuanya yang bilang." Jawab Zhavier setahunya.
"Hah?" Dahi gadis itu mengkerut. "Orang tua Adrian memberitahunya padamu?"
Zhavier mengangguk pelan. "Mereka bilang mau membicarakan pertunangan di ujung sana, makanya pemimpin perusahaan yang hadir bisa duduk sebebas yang mereka mau karena tidak ada peraturan untuk duduk dengan tuan rumah," jelasnya.
Jadi benar aku akan segera dijodohkan? Maksudku, Ayah dan Ibu memang pernah menyinggung ini, tapi... secepat ini? Aku bahkan belum memikirkan cara untuk lepas dari perjodohan itu!, batin Felicia kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER YOU
Roman d'amour[Sekuel SWEET PEA] Zhavier kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan S1-nya di kota New York. Ia kembali dan mengambil alih perusahaan kakeknya lalu menjadi CEO muda di sana. Kini setelah perusahaan itu berada di tangannya, semuanya men...