Dengan dituntun oleh seorang pegawai di sana, Felicia akhirnya berhasil sampai dengan selamat di ruangan kerja Zhavier yang berada di lantai paling atas dari gedung perusahaan itu. Lalu entah mengapa, ia merasakan gugup di dalam dadanya saat mengetuk pintu masuk ke dalam ruangan tersebut.
Kok aku serasa mau lamar kerja aja ya pakai gugup segala?, batin Felicia.
Setelah ia mengetuk pintu beberapa kali, akhirnya pintu itu dibukakan oleh seseorang yang merupakan sekretaris Zhavier yang kebetulan akan keluar dari ruangan tersebut.
"Felicia ya?" Tanya sekretaris tersebut.
Felicia mengangguk pelan seraya tersenyum tipis.
"Masuk aja. Udah ditungguin sama Bos." Lanjut sekretaris tersebut seraya berlalu.
"Iya. Terima kasih." Balas Felicia singkat, lalu ia pun masuk dengan kaku, berjalan pelan menuju Zhavier yang tengah duduk di kursi kerjanya.
"Hai, Fel!" Sapa Zhavier riang sambil melambai dengan tangan kirinya, ia tersenyum lebar begitu melihat gadis tersebut masuk ke dalam ruangannya.
"Hai..." Balas Felicia, tentu saja perhatiannya tertuju pada penampilan Zhavier, yang biasanya memakai kemeja lengan panjang -- lengkap dengan jasnya --, kini hanya mengenakan kemeja lengan pendek agar lebih memudahkan pria yang tangan kanannya terbalut oleh gips itu. "Ada yang bisa saya bantu?" Tanya gadis itu langsung kepada poin utama setelah ia sampai tepat di depan meja Zhavier.
Dahi Zhavier mengkerut samar. "Kok formal banget sih?" Tanyanya. "Udah kayak call center 24 jam."
"Ya, kan kamu yang menyuruh saya datang..." Tukas Felicia.
"Hahaha, iya sih. Gak ada apa-apa kok. Santai aja." Balas Zhavier seraya mengibaskan tangan kirinya yang bisa bergerak bebas.
"Loh, tapi tadi katamu, kamu sedang kesusahan?"
Zhavier tersentak seolah menunjukkan ekspresi oh-iya! di wajahnya. Ia yang tadinya menatap Felicia, kini membuang pandangannya. Entah kemana pun itu, asal tidak bertatapan dengan Felicia. "Em... iya saya lagi kesusahan tadi, tapi setelah saya pikir-pikir lagi, saya gak sebegitu susahnya kok. Hehehehe...." Jawabnya.
"Jadi--"
Belum sempat Felicia membalas, Zhavier melanjutkan kalimatnya, "Tapi saya masih butuh kamu di sini. Jadi jangan kabur ya?"
Felicia tertegun. Ia sedikit bingung dengan tingkah pria itu.
Aneh. Maksudku, kalau dia bisa melakukannya sendiri, kenapa harus telepon aku?, gumamnya dalam hati. Tapi bagaimana pun juga, Felicia tidak bisa protes. Bukankah memang dirinya yang terlebih dahulu menawarkan bantuan atas rasa bersalahnya pada Zhavier waktu itu? Zhavier hanya berusaha menerima bantuannya saat ini."Baiklah." Kata Felicia akhirnya. "Apa yang bisa saya lakukan?"
Zhavier mengerucutkan bibirnya. "Kamu nanya begitu, udah kayak sekretaris saya yang baru keluar tadi." Katanya. Bukannya memberi tugas agar Felicia bisa membantu sesuatu, Zhavier malah mengomentari hal tidak penting.
"Jadi saya harus bagaimana?"
"Kamu duduk di situ aja, Fel." Tunjuk Zhavier pada sofa yang ada di dalam ruangan itu dengan gerakan dagu. "Nanti kalau saya butuh bantuan, baru deh saya panggil kamu. Oke?"
"O..Oke." Jawab Felicia patuh pada perintah Zhavier.
Setelah setengah jam berlalu, Zhavier tampak semakin sibuk dengan komputernya. Pria itu membiarkan Felicia menganggur dengan ponselnya, sementara ia sendiri sibuk mengerjakan sesuatu di komputernya, sesekali mengetik dengan satu tangan -- yang tentunya memakan waktu sangat lama -- atau menggerakkan mouse komputernya dan sesekali meng-kliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER YOU
Romance[Sekuel SWEET PEA] Zhavier kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan S1-nya di kota New York. Ia kembali dan mengambil alih perusahaan kakeknya lalu menjadi CEO muda di sana. Kini setelah perusahaan itu berada di tangannya, semuanya men...