Purnawan terperanjat dalam diam setelah ia menyadari bahwa saldo kas perusahaan di hadapannya telah kosong. Pria itu tidak bisa berkata-kata lagi. Sekarang yang ada di pikirannya adalah Daffa telah menipunya lebih dari yang bisa ia bayangkan. Tentu saja Daffa menjadi tersangka utama, sebab hanya Daffa-lah yang diberikan akses untuk mengelola uang kas perusahaan tersebut di bawah pengawasan Purnawan. Dan kali ini... Purnawan benar-benar kecolongan. Daffa berhasil mengambil semua uang kas perusahaan tanpa sepengetahuan Purnawan. Setelah dicek riwayat penggunaannya, ternyata perpindahan uang kas ini sudah berlangsung sejak beberapa bulan yang lalu. Perpindahan uang itu berlangsung secara perlahan-lahan, sedikit demi sedikit hingga tiada bersisa. Semuanya terjadi begitu saja tanpa sepengetahuan Purnawan. Dan hal itu bisa terjadi karena Daffa selalu memalsukan laporan keuangan perusahaan sebelum diberikan kepada Purnawan. Daffa beraksi dengan begitu apik, hingga Purnawan sama sekali tidak menyadarinya, apalagi menaruh curiga terhadap Daffa. Sial karena Purnawan bisa se-naif itu untuk dibodohi oleh orang kepercayaannya sendiri.
Karena tak punya pilihan lain, Purnawan pun mengambil uang pribadinya untuk mendahulukan pelunasan suplai bahan baku yang sedang dibutuhkan oleh perusahaannya saat ini. Lalu setelah dilunasi, ia langsung kembali kepada pihak berwajib, untuk melaporkan penggelapan dana perusahaan yang telah dilakukan oleh Daffa. Segala bukti yang ia miliki berupa riwayat penggunaan uang kas hingga pemalsuan laporan keuangan langsung diserahkan kepada pihak berwajib yang akan menangani kasus tersebut.
Setelah menyelesaikan laporannya, Purnawan kembali ke rumah dengan hati yang susah. Sebenarnya ia masih tidak menyangka bahwa Daffa dapat melakukan hal seburuk itu kepadanya. Purnawan bahkan sampai bertanya-tanya tentang apa yang salah terhadap dirinya sehingga orang kepercayaannya sendiri bisa mengkhianatinya.
"Ayah! Lihat ini!" Seru Dahlia, istrinya, saat Purnawan baru saja memarkirkan mobilnya di garasi rumah. Wanita itu menyodorkan se-eksemplar koran kepada suaminya.
"Anak dari Pemimpin Perusahaan Percetakan Terkenal di Jakarta Menerbitkan Novel yang Mengandung Unsur SARA dan Pornografi" Begitulah judul berita yang dimuat di dalam koran tersebut.
"Pemberitaan media semakin ngaco!" Bentak Purnawan sambil menghempaskan koran yang baru saja ia baca. "Kenapa malah jadi bawa-bawa Cia?!"
Dahlia menghela napas lelah. "Bagaimana ini, Yah? Cia tampaknya sangat terpuruk dengan berita jahat ini..."
"Cia di mana?" Tanya Purnawan.
"Di kamarnya..."
Lalu Purnawan dan istrinya pun langsung pergi menghampiri Felicia di kamarnya.
"Tok-tok...tok" Bunyi suara pintu yang diketuk itu terdengar oleh si pemilik kamar.
Felicia membukakan pintu bagi kedua orang tuanya. Dan setelah itu, ia hanya diam dengan raut wajah yang murung sambil tertunduk.
"Cia... kamu tidak perlu khawatir akan berita-berita di luar sana. Ini bukan salah kamu, Nak. Ini semua salah Sania dan Daffa yang sudah menipu kita." Ujar Purnawan, berusaha menghibur putrinya.
Felicia mengangguk lemah. "Iya, aku tahu, Yah. Tapi aku gak ngerti, kenapa mereka melakukan itu kepada kita... apa yang mereka incar?"
Sempat diam sejenak, akhirnya Purnawan pun menjawab dengan pahit. "Mereka mengincar uang kas perusahaan...."
"Apa?" Dahlia terbelalak.
"Iya... dan mereka berhasil mendapatkannya.
"... Maksud Ayah...?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER YOU
Romansa[Sekuel SWEET PEA] Zhavier kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan S1-nya di kota New York. Ia kembali dan mengambil alih perusahaan kakeknya lalu menjadi CEO muda di sana. Kini setelah perusahaan itu berada di tangannya, semuanya men...