Felicia awalnya tidak tahu Adrian akan membawanya kemana, soalnya sedari-tadi pria tersebut hanya diam tanpa sepatah kata pun. Entah apa yang dipikirkannya, Felicia tidak tahu, ia hanya mengikuti pria itu saja dari belakang. Beberapa saat kemudian, mereka pun menaiki lift yang mencapai pada rooftop yang ada pada restoran tersebut.
Begitu mereka sampai di rooftop restoran dan berjalan keluar, Felicia merasakan angin sejuk yang langsung menerpanya malam itu, membuatnya sedikit menggigil sampai Adrian sadar dan langsung melepaskan jasnya untuk dibalutkan ke bahu gadis tersebut.
“Makasih…” ucap Felicia menerima balutan jas tersebut.
“No prob.” Jawab Adrian seraya tersenyum.
Bersama-sama mereka duduk di sebuah bangku yang ada di pinggir area roof top restoran tersebut, saling berdiam diri sambil menatap ke arah langit gelap yang sepi tanpa bintang. Suasana pada roof top restoran itu pun tak kalah sepinya, sebab hanya ada beberapa orang saja yang mampir untuk makan malam di sana.
“Cia, kamu tahu kan kenapa aku dan orang tua ku mengajak kalian untuk makan malam bersama?” Tanya Adrian memecah keheningan.
Felicia sempat tertegun sebelum akhirnya mengangguk kecil dan menjawab dengan lirih, “Iya.”
“Ini adalah usaha terakhirku untuk mencoba mendapatkanmu.” Ujar Adrian begitu jujur.
Sementara itu, gadis yang duduk tepat disampingnya hanya diam saja sambil menoleh ke arahnya.
“Jadi, aku mohon jawab dengan jujur dan jelas mengenai apa yang akan aku tanyakan ini…” Lanjut Adrian, kemudian ia menarik napas lalu menghelanya pelan. “Cia..” Panggilnya. Ia yang tadinya memandang ke arah langit, kini memperhatikan Felicia dengan teliti.
“I…iya” Jawab gadis itu kikuk.
Segera setelah Felicia menjawab, pria tersebut mengeluarkan dari sakunya sebuah kotak merah berisikan cincin yang ia buka dan sodorkan tepat dihadapan Felicia. “Mau ‘kah kamu menerima lamaranku?” Tanyanya dengan mata yang berbinar penuh harap.
Felicia menelan ludah. Ia baru tahu ternyata begitu sulit menolak seseorang yang sudah lama ia kenal secara langsung. Tapi mau tak mau, ia tetap harus melakukannya. Ia harus tegas kepada dirinya dan Adrian. “Tidak. Maafkan aku, Adrian.” Jawabnya lirih.
Kontan, Adrian langsung merasa kecut hati. Harapannya yang tersisa kini telah hilang tepat setelah pertanyaannya barusan ditolak tanpa basa-basi oleh gadis yang ada dihadapannya saat ini. Ia yang masih dalam keadaan syok, kini menarik lagi kotak cincin itu lalu menutupnya seraya tersenyum getir. “Ah, padahal aku sudah begitu mempersiapkan diri untuk penolakan ini. Aku kira aku akan baik-baik saja, tapi ternyata tidak.” Katanya murung sambil menunduk kecil.
“Adrian… maaf.” Ujar Felicia iba. “Maaf karena aku gak bisa membalas perasaanmu.”
Adrian menjeling lalu tersenyum kecil, namun matanya tampak sayu. “Kamu gak perlu minta maaf, Cia. Justru aku yang harusnya minta maaf karena selama ini terus menutup mata atas penolakanmu terhadapku.”
Felicia terkesiap. Jadi selama ini Adrian tahu itu?, batinnya.
Kembali Adrian melanjutkan, “Aku mau berterima kasih karena kamu sudah berkata jujur dan mau menolakku dengan tegas. Karena kalau kamu malah menerimaku tapi hatimu tidak untukku, aku malah akan lebih tersakiti. Aku tidak mau jadi orang egois yang mencintaimu sendirian."
“Adrian, yang kamu butuhkan bukan aku…” tukas Felicia pelan.
Adrian mengernyit samar. “Apa?”
“Kelak kamu akan menemukan seseorang yang lebih pantas bersamamu, dan yang lebih sepadan denganmu.” Lanjut Felicia, mencoba menghibur hati pria tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER YOU
Romance[Sekuel SWEET PEA] Zhavier kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan S1-nya di kota New York. Ia kembali dan mengambil alih perusahaan kakeknya lalu menjadi CEO muda di sana. Kini setelah perusahaan itu berada di tangannya, semuanya men...