Bagian Delapan

274 9 2
                                    

Arga termangu sejenak melihat Ana yang baru turun dari lantai dua. Cewek itu mengenakan dress lengan pendek berwarna peach. Rambutnya sengaja dia bentuk bergelombang, wajahnya hanya dihiasi dengan dandanan tipis.

"Ada yang ketinggalan?" tanya Arga sebelum mereka bersiap pergi.

Ana menggeleng. "Mau dinner di mana sih emangnya?"

"Di tempat makan."

"Ye, gue juga tau, Ga. Ya kali mau di toko bangunan."

Arga terkekeh lalu segera menggandeng satu tangan Ana dan menuntunnya menuju mobil. Dia membawa Ana makan di sebuah restoran di salah satu hotel ternama. Dia sengaja memilih tempat duduk yang bersisian dengan jendela besar yang menyajikan pemandangan kota Jakarta.

"Makasih udah mau nemenin Gibran tadi," ucap Arga. Ana mengangguk. "Dia senang bisa bermain dengan kamu."

"Kalo dipikir-pikir adek lo lebih enak diajak maen daripada lo."

Satu alis Arga terangkat. "Dalam hal apa?"

"Dalam hal yang tadi misalnya," Ana mulai menirukan gaya bicara Arga.

"Memangnya kamu sudah berapa kali menghabiskan waktu dengan bermain bersama saya? Setau saya kamu selalu menghindar."

"Ya karena lo itu kaku."

"Kamu belum mengenal saya sepenuhnya. Saya tidak sekaku yang kamu kira. Apa kamu mau saya berubah seperti dulu?"

"Maksudnya pas lo jadi pembalap liar?"

Arga mengangguk. "Kamu akan melihat—"

"Gak usah. Cukup jadi gini aja," potong Ana cepat. "Btw gue udah tau lo majuin tanggalnya."

"Maaf saya tidak bilang sebelumnya. Saya khawatir dengan Viper yang terus mendekati kamu. Saya tidak mau kamu jauh."

"Oke gue ngerti." Ana menyudahi topik itu. "Lo udah ngurus berkas buat kuliah?"

"Udah. Kamu benar tidak mau ke Yogya?"

"Gak, Ga. Gue masih mau di sini. Kalo ada waktu nanti gue ke tempat lo."

"Jangan, biar saya saja. Saya tidak mau kamu lelah."

"Itu tuh biasanya kata-kata yang dipake cowok playboy."

Arga terkekeh. "Tidak. Saya tidak akan begitu, saya akan setia."

Ana menyunggingkan senyum tipis. "Ga, gue mau ngajuin syarat sebelum nikah sama lo."

"Apa?"

"Gue belom mau punya anak. Lo ngerti, kan?"

"Saya juga tidak akan membiarkan kamu repot sendiri seperti itu, Floana." Arga menyelipkan rambut Ana ke belakang telinga cewek itu. "Mengurus rumah tangga itu bukan sesuatu yang ringan dan saya mau kamu membaginya dengan saya. Bukan memendamnya." Tanganya mengusap pelan pipi Ana.

Perlahan Ana menyandarkan pipinya di telapak tangan Arga. "Gue ngerti, Ga."

Arga tersenyum lebar lalu menarik tangannya. "Mau nonton habis ini?"

"Boleh."

***

Sekitar pukul sebelas keduanya baru beranjak pulang. Arga sengaja mengemudikan sedannya dengan pelan, berusaha memandang wajah Ana lebih lama.

"Kenapa lo ngeliatin gue mulu?" tanya Ana langsung.

"Karena kamu cantik dan kamu tunangan saya."

"Modus!"

Arga menepikan mobilnya di depan rumah orang lain, bukan rumah Ana. Dengan gerakan cepat, dia melepas seatbelt dirinya dan juga Ana lalu menarik cewek itu agar duduk di pangkuannya.

"Ga, lo mau apa?"

"Saya mau mencium kamu sejak tadi," ucapnya di depan bibir Ana. Kemudian dia segera mencacah lumatan di bibir Ana.

Ana memejamkan matanya dengan kedua tangan berada di pundak Arga. Nafas keduanya bersahutan, memburu dan sama-sama merasa sesak.

"Jangan di sini, Ga," ucap Ana pelan ketika satu tangan Arga menyelinap masuk melalui ujung dress yang dia kenakan.

"Maaf." Arga menyandarkan kepalanya di pundak Ana sebelum mengembalikan Ana ke kursi seperti semula. "Besok kita harus ke butik."

Sementara itu Ana mengangguk. Dadanya bergemuruh begitu cepat karena ciuman panas tadi.

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang