Bagian 59

144 8 15
                                    

Dah ya.

Semoga minggu besok gue sidang. Aamiin.

***

"Aku udah capek berantem terus sama kamu. Baru berapa bulan kita nikah, udah berapa kali ada masalah. Aku males. Stop! Kamu jangan nyeramahin aku terus."

Arga berdecak, "Floana, maksud aku baik. Oke, maaf kalo kamu emang gak suka aku—"

"Udahlah, gak usah ngomong kayak gitu. So disgusting. Kamu urus aja kuliah kamu di sana, aku urus kuliah aku di sini. Selesai."

"Floana. Aku mohon, dengerin aku dulu sampe selesai. Aku gak mau buat masalah ini jadi panjang."

"Aku juga gak mau." Ana menggeser beberapa buku mendekat. "Kamu gak ada kegiatan makanya sempet nelpon gini?"

"Demi Tuhan, kamu kenapa, Floana?" Arga menggeram. "Salah kalo aku nelpon kamu? Kalopun aku banyak kegiatan, sebisa mungkin aku ngehubungin kamu."

Ana bergumam pendek, dia meletakkan ponsel di atas meja dan menekan mode loudspeaker agar tak harus memegang ponsel selama menyalin catatan.

"Aku pulang weekend ini. Aku bakal jelasin semua ke kamu."

"Gak usah, kan aku udah bilang kamu di sana aja. Fokus kuliah."

"Gak. Aku tau kamu marah."

Ana mendengus hampir tertawa geli. Arga tau jika Ana marah tapi suaminya tidak tau jika Ana membenci Kalisa.

Dibantingnya pulpen ke atas binder dengan keras. "Gini aja deh, you'll do whatever you want and I'll do whatever I want." Termasuk dengan berdekatan dengan Kalisa. "Simpel kan? Mudah kan? Aku ngasih kamu kebebasan mau ngapain aja."

"Ini karena Kalisa lagi? Sumpah demi apapun, Kalisa cuma sahabat aku. Berapa kali harus aku bilang sama kamu? Niat aku deketin kamu sama dia itu supaya gak ada kesalah pahaman lagi, Floana."

Persahabatan macam apa yang pernah berciuman dan kini tetap dekat seperti itu jika keduanya tidak memiliki perasaan yang sama.

"Oke, terserah kamu mau pulang atau gak weekend ini. Aku sibuk, besok masih ada UTS. Bye."

Ana mengusap wajahnya, menahan gelegak amarahnya. Dia masih memegang kenyataan bahwa suaminya itu menyukai Kalisa. Damn! Ana tidak tau harus bagaimana. Bingung sudah pasti. Karena kebingungan itu akhirnya membawa Ana menghubungi Evan, memaksa agar laki-laki itu bercerita supaya kepalanya tidak lagi terasa berat.

Keesokan harinya, Ana yang baru saja membuka pintu kamar terkejut melihat Arga berdiri di depannya. Suaminya itu segera menghela tubuh Ana kembali memasuki kamar dan menutup pintu di belakangnya. Dengan gerakan cepat, Arga sudah membungkam bibir Ana dengan bibirnya.

"Apa-apaan sih kamu, Ga? Lepas!" Ana berusaha meronta, melepaskan pelukan Arga namun Arga tak bergeming. Ana tersudut antara pintu dan tubuh Arga.

"Aku mau main sama kamu. Sebentar," ucap Arga lalu berbalik mengambil kondom dari laci. Ana sudah bersiap keluar tapi Arga menarik pinggangnya. "Don't go. I miss you," bisiknya di telinga Ana.

Sial. Arga sudah paham kelemahan Ana.

"Gak, sebentar lagi aku harus ke kampus." Ana menolak dengan keras. "Ga, apa-apaan sih." Ditepisnya tangan Arga yang menggerayangi pahanya. "Ga ... no. Please."

"Just a moment. Kita main cepet, ya?"

Semakin sering Arga menyentuh Ana maka semakin lemah pulalah Ana. Dia tidak bisa berbuat banyak ketika Arga melakukannya sambil berdiri hingga kedua kaki Ana lemas dan Arga membopongnya ke atas ranjang.

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang