Halo, sahabat.
Besok gue gak up.
***
"Gue nganterin dia langsung ke bandara."
Begitu menerima informasi dari Dion, Arga segera berangkat ke Jakarta pada penerbangan selanjutnya. Begitu sampai di Jakarta, Arga segera menuju rumah Kakek.
"Ana mana, Kek?"
Kakek yang sedang membaca koran itu sedikit terkejut dengan kedatangan Arga. "Lho Arga," katanya. "Kalo Ana lagi ada di rumah kalian dari kemarin."
Arga mengernyit mendengar, itu artinya Ana berbohong pada orang rumah. Segera saja Arga melesat pergi ke rumah mereka, tapi di sana tak ditemukannya sosok Ana. Arga mendesah, ditambah nomor Ana tidak bisa dihubungi.
Akhirnya Arga memutuskan untuk menemui Karina, teman Ana itu sedang duduk santai di teras rumah.
"Ana mana?"
"Pardon me."
"Ana mana?"
Karina mendesis, "Mana gue tau."
"Dia gak ke sini?" tanya Arga sembari melirik rumah Karina.
"Gak tuh. Dia emang temen gue tapi bukan berarti tiap hari gue main sama dia, dan jangan tanya Kelly karena dia lagi di sini. Dia gak tau." Karina memasuki rumah dan segera menutup pintu meskipun Arga masih berdiri di sana.
Arga berdecak karena tidak tau di mana keberadaan Ana. Dia memutuskan untuk menunggu di rumah, namun sampai malam tiba Ana tak juga muncul. Nomornya masih tidak bisa dihubungi. Arga tidak tau ke mana Ana pergi, di rumah Papa pun tak ada, apalagi di rumah Kakek.
"Lo gak usah bohong sama gue. Lo anterin Ana ke mana?" Arga berusaha menahan amarahnya ketika menghubungi Dion.
"Gue anterin dia ke bandara."
"Lo gak usah ngebohongin gue!"
"Memangnya kenapa? Dia istri lo, kan? Telpon aja kali," Dion membalas cuek. "Lo gak bisa ngehubungin dia?"
"Kalo bisa, gue gak bakal nelpon lo."
"Lagian ngapain juga lo nyari dia? Ada Kalisa, kan?"
"Ana istri gue."
"Itu lo tau, tapi lo gak pernah nyadar kalo dia ada." Dion segera memutus sambungan secara sepihak, membuat Arga menggeram kesal.
Dia benar-benar tidak tau di mana sosok Ana. Dia meninggalkan Ana di teras demi mengejar Kalisa yang menangis karena kelakuan Ana. Rasanya Arga tidak pernah semarah ini dengan Ana karena kelakuan kasar istrinya itu, tapi kali ini dia merasa Ana memang sudah keterlaluan.
Menutup pintu kamar dengan asal, Arga melempar ponselnya ke atas ranjang lalu duduk di tepinya. Kedua tangannya mengusap wajah dengan kasar, ketika mendongak dia melihat nakas yang kosong tanpa adanya foto pernikahan mereka. Arga bangkit dan menarik laci, dilihatnya bingkai foto itu di sana dalam posisi membelakangi.
Ternyata bukan hanya itu saja, foto pernikahan mereka yang lain juga diturunkan dan dibalik agar menghadap dinding.
"Floana," desis Arga. Dia melihat meja rias yang kosong dan menarik laci, betapa terkejutnya ketika dia melihat cincin pernikahan Ana ada di sana.
Bahkan baju-baju yang Arga pilihkan semuanya sudah berada di dalam box-box, hanya beberapa baju milik Ana yang tergantung. Arga ingin beranjak, namun dia melihat sebuah ponsel terselip di baju-baju Ana yang terlipat.
***
Arga kembali memutuskan kembali ke Yogyakarta keesokan harinya, dia berniat ingin menemui Dion meminta kejelasan. Namun ketika melihat wajah Dion, Arga malah tersulut emosi lebih dulu dan segera menonjok wajah Dion.
"Lo jangan sekali-kali nyentuh Ana," kata Arga tajam. "Lo bawa ke mana dia?"
Dion mendorong tubuh Arga. "Bukan urusan lo."
"Lo gak usah kurang ajar sama istri gue."
"Kurang ajar gimana yang lo maksud?" Dion menggeram. "Emang kelakuan binatang lo gak kurang ajar?"
"Maksud lo apa?"
"Gak usah tolol jadi orang. Ana itu tau lo suka sama Kalisa, dia sakit hati, Anjing!"
"Gak usah sok ikut campur. Lo gak ngerti apa-apa."
"Lo yang gak ngerti apa-apa," seru Dion marah. "Lo buat sakit hati Ana. Istri lo. Dan lo lebih milih Kalisa. Harusnya lo bisa milih antara Ana atau Kalisa."
Kedua mata Arga berkilat marah, dia mencengkram ujung atas kaus Dion. "Gue gak suka lo belagak deket sama Ana, jangan pernah deketin Ana, jangan pernah lo sentuh Ana."
"Kenapa? Lo marah? Lo mikir gak gimana rasa sakit hatinya Ana karena tingkah laku lo? Baru gini aja lo marah, apalagi Ana. Lo ngebohongin dia, bahkan temen-temen lo juga."
"Ana istri gue. Gue yang lebih tau dia."
"Anjing!" Dion melepass cengkraman Arga dan segera memberi pukulan di rahang, Arga yang terhuyung pun membalas. "Ana itu baik dan lo gak pantes dapetin dia."
Arga memberi pukulan di ulu hati Dion seraya menggeram. Keduanya berkelahi sampai akhirnya dua teman yang lain datang dan melerai.
"Lo gak usah milih Ana karena dia terlalu baik buat lo. Urus aja Kalisa. Lo bedua sama-sama cocok."
"Anjing lo, Yon. Gak usah nyeramahin gue, pegi lo!"
"Gue emang mau pergi." Dion berlalu memasuki rumah dan tak lama keluar dengan membawa koper kecil miliknya memasuki mobil dan pergi dari sana.
"Ada apa sih sama lo, Ga?" desis Marco namun Arga tak menjawab melainkan pergi.
Arga kembali mengirimi Ana pesan, kali ini pesan itu terkirim, buru-buru Arga menelpon istrinya.
"Kamu ke mana aja?" Arga setengah berseru, sebelah tangannya memegang stir kemudi. "Kenapa gak bisa aku telpon dari kemaren, ha?"
"Aku baru buka bloknya, rusuh kamu," balas Ana santai.
"Apa? Astaga. Kamu udah di Jakarta?"
"Hmm."
"Aku mau kita ketemu hari ini. Malam ini juga. Aku kirim kamu lokasinya."
"Oke. Bye."
KAMU SEDANG MEMBACA
TMH 2 - Hold Me Tight ✔️
RomanceMAU DIBENERIN A sequel to Take My Hand 17+ (Terdapat kata-kata kasar dan attitude yang tidak baik) Status Ana kini sudah berganti menjadi istri dari seorang Arga. Ana mengira kehidupannya dengan Arga akan dilaluinya dengan baik-baik saja namun terny...