Bagian Lima Belas

232 10 4
                                    

Semenjak kejadian prom night tempo hari, baik Ana dan Arga sama-sama tak berbicara sama sekali. Meskipun Arga datang ke rumahnya, namun cowok itu lebih sering menghampiri Kakek, Papa ataupun Mama. Lalu Ana sendiri lebih memilih untuk menghindar, keduanya sama-sama tidak berucap. Bahkan pesan via WhatsApp pun tak mereka lakukan.

Rumah Kakek beberapa akhir menuju pernikahan Ana mulai ramai, barang-barang baru mulai berdatangan, pemberian dari keluarga Arga. Untuk mengisi rumah mereka nanti yang sudah dibelikan oleh Kakek sebagai hadiah untuk Ana. Hari-hari itu juga Ana terus saja didatangi oleh orang-orang dari Wedding Organizer, bertanya-tanya kiranya ada yang kurang atau tidak.

"Enak banget badan gue, An. Daki-daki gue berasa ilang," ucap Karina seraya menikmati pijatan lembut di kepalanya.

Hari ini Ana adalah jadwal Ana untuk perawatan tubuh, tentu saja dia mengajak kedua temannya untuk ikut.

"Daki lo tebel banget kayaknya, Na. Nyampe orangnya harus pake piso biar kerak daki lo musnah," komentar Kelly yang segera disambut dengan gelak tawa.

Ana juga ikut tertawa puas. "Anjir lo, Kel. Eh tapi sori nih ya, kita gak jadi ke Singapura."

"Woles lah, An. Gue juga udah sering ke sana. Bosen."

Ana mengerling pada Karina, lalu mendengus tertawa geli.

"Kel, jangan lupa ya nanti malem kita Bridal Shower." Karina tersenyum lebar. "Kita abisin waktu single lo, An. Dalam hitungan jam lo bakal jadi Mrs. Raditya."

Memikirkannya saja membuat kepala Ana seakan-akan penuh. Besok adalah hari pernikahannya. Besok adalah hari di mana dia mengikrarkan janji suci. Besok adalah hari di mana dia akan menjadi sosok yang memiliki pasangan resmi.

"Ntar kalo lo udah resmi nikah, jadi gimana ya?" tanya Kelly yang tengah rebahan di atas kasur. Kelelahan karena pesta kecil tapi riuh tadi.

Ana mengikuti rebahan di sebelah Kelly. "Gue juga gak tau. Gue belom pernah nikah."

Kelly tertawa pelan. "An, gue harap kehidupan pernikahan lo nanti bahagia ya. Gue... terharu juga sama ini. Lo temen terbaik gue. Gue mau lo hidup tanpa kesusahan."

Ana memandang langit-langit kamarnya. Suasana riuh tadi kini berubah menjadi sendu.

"Gue juga berharap yang sama, An," sahut Karina yang berada di sebelah Kelly. "Gue udah ngerasain temenan sama lo tiga tahun ini. Lo walaupun kasar tapi aslinya baik. Gimana pun juga lo harus bahagia dan jangan lupa, gue sama Kelly masih temen lo. Kalo ada masalah gak usah ragu cerita."

"Gue... gue bersukur bisa temenan sama lo bedua. Lo bedua bisa ngerti gimana sifat gue. Makasih udah mau nemenin gue."

Ntah, tapi mungkin ini adalah kali pertama ketiga orang itu berpelukan dalam tangis sendu. Mereka seakan merasakan bagaimana perjalanan pertemanan mereka hingga sekarang ini. segalanya seakan sudah menjadi cerita umum bagi mereka, tak ada lagi rahasia yang tersembunyi.

Dua jam kemudian, setelah bersama-sama menangis sendu, mereka tertidur, namun akhirnya Ana terbangun. Dia duduk di tepian kasur lalu menaikkan selimut yang dia dan dua temannya pakai itu agar dua temannya yang masih terlelap tidak merasa dingin. Dia meraih ponselnya di atas nakas, mengeceknya dan mengetahui jika Arga masih belum memberinya pesan.

Menghembuskan nafas, Ana berjalan menuju jendela panjang kamarnya lalu duduk di tepian jendela. Kepalanya bersandar di sana. Pernikahannya tinggal beberapa jam lagi. Semakin dipikirkan Ana jadi meragu. Kemudian, ponselnya berdenting, sebuah pesan masuk.

Evan : Can't sleep?

Ana mengernyit membacanya, lalu dia menyibak sedikit tirai jendela, mengamati sekeliling dan didapatinya sebuah mobil sedan tak jauh dari sini.

Ana : Yeah

Evan : Mau jalan sebentar?

Ana mendengus, baru saja dia ingin membalas, Viper menelponnya.

"Gue bisa bantu lo keluar dari kamar lo," ucapnya langsung.

"No need. Kenapa lo bisa di situ, Viper?"

"Because I want. Gue mau lo manggil gue Evan. Gue mau denger lo manggil gue Evan."

Ana mendesah. "I won't."

Di seberang sana, Viper mendengus, "Mau gue ceritain sesuatu?"

"Apa?"

"Rapunzel."

"Itu cerita anak kecil. Dongeng."

"Ya, tapi beda kalo gue yang cerita."

Ana menyibak kembali tirai itu, kini dia melihat sosok Viper yang sudah berada di depan mobilnya, berdiri bersandar di kap. Wajahnya sedikit tertutup karena cahaya yang kurang. Ana bersandar di sana, membiarkan dirinya memandangi sosok Viper.

"Well, let me hear that."

Akhirnya dia membiarkan suaraViper mengalun, lembut dan penuh dengan nada-nada ketika dia bercerita. Semuanyaterasa berbeda saat kali pertama mereka jumpa. Ana bahkan merasa jika sosokViper kini sudah duduk di depannya, menceritakan secara langsung sebuah dongengberbeda.

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang