Sampai beberapa hari selepas kembali ke Jakarta, Ana masih saja merasa marah karena kedekatan Arga dan perempuan itu. demi Tuhan, hal itu membuat Ana tidak konsentrasi kuliah, dia sampai tidak bisa fokus dalam beberapa mata kuliah. Beberapa pesan singkat dari Arga dia abaikan namun tidak dengan telpon karena Arga memaksanya untuk mengangkat.
Ana menghembuskan napasnya keras, dia menatap area parkir di depannya.
"Lo ada masalah apa? Kayaknya semenjak balik dari Yogya lo kayak gini," tanya Karina kali ini setelah sebelumnya dia pernah bertanya hal yang sama namun tak dijawab oleh Ana.
"An, cerita aja kalo lo ngerasa berat nyimpen sendiri," sahut Kelly.
"Gue... gue cuma gak ngerti gimana jelasinnya."
"Tarik napas lo, ceritain pelan-pelan."
Akhirnya Ana menceritakan beban di dalam dirinya pada dua temannya, sama seperti sebelumnya ketika dia belum menikah. Dua temannya, meskipun sama-sama menyebalkan, namun mereka adalah pendengar dan pemberi dukungan terbaik.
"Gila emang itu cewek. Dia gak nyadar kalo Arga udah punya istri kali ya. Istri woi, istri. Bukan adek."
"Iya, emosi juga gue."
"Terus lo maunya gimana?" Karina melirik Ana.
Mengangkat bahu, Ana menjawab, "Gue mau Arga itu juga sadar, dia gak bisa biarin orang itu deket."
"Tapi Arga gak peka dan ngebiarin semuanya," tebak Karina yang langsung disambut anggukan oleh Ana. "An, kalo lo butuh bantuan untuk ngejelasin ini semua ke Arga gue siap. Kapan pun. Gue ngerti kehidupan lo sekarang bukan kayak dulu. Hubungan yang lo punya juga udah beda, dan saran gue lo jangan mikir pendek. Diskusiin dulu sama kita. Oke?"
Ana mendengus, "Emangnya kapan gue gak pernah diskusiin masalah gue sama lo berdua?"
"Heew, udah banyak kali, An," sungut Kelly lalu menarik leher Ana. "Lupa ingatan?"
"Iya, sori. Sori," kekeh Ana. "Lo bedua emang baik. Thanks."
"Jangan cuma ngomong doang, traktir makanlah minimal."
"Brengsek emang!"
Ana merebahkan badannya malas setelah sedari tadi dia berdiskusi dengan kelompok—yang baru dibuat via WhatsApp—mengenai proyek kerja mereka. Dari diskusi itu sudah diputuskan bahwa mereka akan bertatap muka membahas secara dalam besok selepas kuliah usai di salah satu gerai makanan cepat saji. Sepertinya masa-masa sibuknya akan segera hadir, Ana bisa merasakan bahwa dia kini harus bekerja lebih keras dari masa sekolah dulu.
Ana merapikan bantal-bantal itu, malam ini dia kembali menginap di rumahnya sendiri. Sendirian. Dia hanya ingin menenangkan diri sejenak. Di atas nakas, sudah tersedia nasi goreng yang dia beli via online tadi, juga dengan ponsel pemberian Evan yang sudah diisi daya.
Ana memutuskan untuk segera memakan nasi goreng itu. Begitu suapan terakhir, ponsel Evan berbunyi.
"Udah makan?" tanya Evan langsung. "Atau baru selesai?"
"Baru selesai," balas Ana. Dia kembali meletakkan piring di atas nakas.
Oh iya, Ana hampir lupa memberitau bahwa sejak terakhir kali dia melihat Evan baru kali ini orang itu menghubunginya.
"Waktu itu lo pergi ke Yogya?"
"Hmm."
"Something wrong?"
"No."
"Gue ada di depan rumah."
"Then what?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TMH 2 - Hold Me Tight ✔️
RomanceMAU DIBENERIN A sequel to Take My Hand 17+ (Terdapat kata-kata kasar dan attitude yang tidak baik) Status Ana kini sudah berganti menjadi istri dari seorang Arga. Ana mengira kehidupannya dengan Arga akan dilaluinya dengan baik-baik saja namun terny...