Bagian 44

147 13 5
                                    

Arga nampaknya tipikal orang yang suka memberikan kejutan, seperti saat ini ketika jam kuliah pertama selesai, suaminya menelpon dan menggeram marah.

"Aku gak ngapa-ngapain. Lagian itu cuma kating iseng. Udahlah," balas Ana dengan nada sedikit malas.

"Kamu harusnya bilang kalo kamu udah nikah, Floana."

"Ha? Buat apa?" Ana menaikkan tali tas yang hampir turun kembali ke bahunya. "Ga, kamu harusnya tau kalo aku gak perlu jelasin itu. Dia juga cuma main-main dan aku sama sekali gak tertarik."

Kenapa sih Arga? Feeling dia nampaknya sangat kuat sehingga tau jika Ana baru saja digombali oleh kakak tingkat. Atau...

Terdengar suara desahan kasar dari seberang sana. "Kamu pake cincinnya?"

Ana terhenyak, dia menatap ke sepuluh jemarinya yang kosong. Tak ada cincin di sana karena dia lupa untuk memakainya kembali pagi tadi. "Iya, aku pake."

"Floana."

Arga tau dia berbohong. "Oke. Aku kelupaan, cincinnya ketinggalan di kamar mandi."

"Ini apa yang aku takutin kalo kamu jauh dari aku. Aku gak bisa ngehindarin kamu dari cowok-cowok kayak gitu."

Ana hampir saja mendengus keras mendengarnya. Menghindari? Padahal Arga saja tidak bisa menjauhkan dirinya dari Kalisa dan oh sial, kemarin dia menemukan akun Instagram milik perempuan itu dengan sebuah foto yang baru dia unggah. Foto masa SMP ketika Arga dan dia saling merangkul.

"Ada hal penting yang mau kamu omongin lagi?" Ana melangkah, sedari dia mengangkat panggilan dia masih berdiri di depan gedung.

"Floana," geram Arga. "Aku barusan ngomong hal penting sama kamu."

Panas yang terasa di kepala Ana itu malah makin membuatnya marah. "Penting? Apanya yang penting. Jangan-jangan nanti kalo aku ada urusan sama dosen juga kamu marah. Guyur kepala kamu pake air dingin."

"Salah kalo aku marah karena ada orang kayak gitu?"

"Salah banget. Ah udahlah, nanti lanjutin lagi marah-marahnya." Ana memutus panggilan itu kasar, napasnya menderu. "Anjing!"

Semakin ke sini rasanya tingkat keposesifan Arga semakin meningkat. Bayangkan saja hanya karena ada kakak tingkat yang iseng memanggilnya dan mengajaknya makan siang, Arga sebegitu marahnya. Padahal Ana sama sekali tidak menanggapi. Namun dari sini Ana juga tau bahwa Arga memiliki mata-mata.

Ana berjalan menyusul kedua temannya yang sudah terlebih dahulu berada di kantin. Kelly sudah memesankannya ayam penyet di sana.

"Lo yang ngasih tau Arga, kan?" tanya Ana ketika Kelly pergi sejenak meninggalkannya berdua dengan Karina.

"Maksud lo apa?"

"Masalah tadi. Lo disuruh Arga buat ngawasin gue?"

"Ha, gue? Ya gaklah, buat apa, An," balas Karina santai. "Gak percaya? Lo tanya aja sama Arga."

Ana memotong-motong ayam di piring dengan sendok. Tatapan Karina sudah menjelaskan semuanya. "Mana hape lo."

Karina mengernyit lalu dia mengeluarkan ponselnya ke atas meja.

"Bukan yang itu, yang satunya, yang ada di dalem tas lo."

Karina terkejut, dia mendadak kaku. Akhirnya karena tau sudah tidak bisa berkilah, dia berkata, "Sori gue gak bilang. Udah satu minggu ini pas lo balik dari Yogya, dia minta gue buat ngasih tau semuanya ke dia selama lo ngampus. Ngirim foto dan kabar."

Ana berdecak, dia menggeser piring yang masih tersisa setengah ayam penyet itu. Dia sudah tidak berselera. "Kabarin biasa aja atau lo bisa bilang kalo gue gak ngebolehin."

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang