Bagian 74

146 11 7
                                    

Halo, para penikmat!

Gak nyangka bentar lagi bakal say good bye sama Ana, Evan dan Arga.

Mau Ana tetep sama Arga?

atau ...

Ana jadi sama Evan?

***

"Ana," panggil Evan yang baru membuka pintu atap itu.

"Berapa tinggi gedung ini?" Ana melihat ke bawah, kendaraan terlihat kecil.

"Gak tau. Gue belom pernah ngukur karena gak ada penggaris yang setinggi gedung ini."

Ana terkekeh. "Kalo gue jatoh gimana?"

"Kemungkinan patah tulang. Kemungkinan mati." Evan bersandar di tembok pembatas, melihat Ana yang berdiri di tembok pembatas itu, salah bergerak sedikit saja maka Ana bisa jatuh. "Gue belom beli parasut atau segala macem itu Ana, dan itu juga gak bisa langsung cepet. Take my hand." Telapak tangannya terbuka untuk Ana.

Tapi Ana masih menatap ke bawah, mengira-ngira bagaimana rasa sakitnya jika dia terjun dari sini. Sukur kalau nanti dia mati, tapi kalau tidak?

"An, kulit gue kering, gak sempet pake pelembap tadi."

Ana mendengus pelan, dia menoleh lalu menerima uluran tangan itu. Dengan sigap lengan Evan menahan pinggang Ana begitu dia meloncat turun.

"Good girl. Sekarang kita duduk." Dihelanya tubuh Ana agar duduk di kursi santai di sana. "Pernah nonton All The Bright Places?"

Ana menggeleng.

"Kalo gitu lo harus ngeliat filmnya." Evan memutar kursi Ana dan menyetel LCD lalu mulai memasukkan DVD. Film pun diputar.

Sepanjang film itu diputar, Ana setia bersandar pada bahu Evan. Sebelah tangan Evan memeluknya dari belakang, mengirim gelenyar hangat.

"Gimana kalo kita buat versi ini juga? Kalo lo mau gue bisa ngajak lo pergi besok."

Ana mendongak, kedua matanya bertemu dengan mata Evan. "Ke mana?"

"Gue gak mau bilang. Gimana?"

"Boleh." Tubuh Ana semakin mendekat, dia melihat film itu sampai pada bagian ketika Finch meninggal. "Gini rasanya kehilangan ya, Van. Gue gak pernah nyangka bakal sesedih ini."

"Gak ada yang bakal nyangka."

Perlahan air mata Ana mengalir turun, dia merasakan usapan tangan Evan di lengan atasnya.

"Gue belum ngeliat dia. Gue belum nyentuh dia, bahkan gue gak tau kalo dia ada di dalem perut gue, Van." Kali ini Ana tidak lagi menahan tangisnya, erangan pilunya terdengar. Dia menumpahkan semuanya di dada Evan. "Gue gak tau kalo dia ada. Gue belum sempet ... gue belum sempet nyapa dia, Van. Tapi dia pergi. Dia pergi karena gue ... gue bego ... gue gak tau harus gimana lagi, Vaan."

"Menangislah Ana. Keluarin semuanya. Gak usah lo tahan lagi," ucap Evan. Dia mengusap punggung Ana perlahan, membantu Ana mengeluarkan segala perasaan dalam dadanya.

Ana tergugu. Badannya bergetar karena hebatnya tangis yang dia tahan cukup lama. Di depan Evan, semuanya seakan runtuh. Di depan Evan, Ana runtuh. Ana ingin mengeluarkan semuanya pada Evan.

***

Sesuai dengan janjinya, Evan datang pagi-pagi ke rumah Kakek untuk mengajak Ana ke Bogor. Tadinya Kakek meminta agar Arga turut serta tapi Arga menolak dan membiarkan Ana pergi dengan Evan.

"Emangnya di Bogor ada apa?"

"Ada talas."

"Vaan, I'm serious."

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang