Bagian Dua Belas

268 9 0
                                    

"Woi, anjir! Lo buat alis apa ulet bulu sih, Kel?" dengus Karina jengkel ketika melihat hasil kerja Kelly pada alisnya. "Ih, tebel banget goblok!"

"Lagian lo ngapa minta sama gue dah? Gue kan gak bisa buat alis, secara alis gue udah bagus," balas Kelly sombong.

"Dih jijik. An, buatin gue alis dong."

Ana yang baru selesai memakai gaunnya, menaikkan satu alisnya lalu berjalan ke arah Karina. "Mau buat kayak mana?"

"Yang kayak lo aja deh."

Ana mengambil alih pensil alis merk ternama itu dari tangan Kelly lalu segera membentuk alis Karina agar terlihat simetris.

"Lo itu emang gak ada bakat buat jadi make up artist, Kel. Jari-jemari lo itu keras," komentar Karina.

Kelly yang tengah menyapu blush on itu mendelik sebal. "Ya bodo amat. Ngapain juga lo minta-minta ke gue."

"Lo bedua bacot aja bisanya!" dengus Ana. Dia beralih pada alis kanan Karina. "Lo bedua nanti mau nginep apa gak?"

"Gaklah," jawab Karina cepat. "Gila aja kali nginep pas lo lagi esek-esek sama Arga!"

Ana mendengus sebal, dia meletakkan pensil alis itu ke atas meja riasnya. "Mulut lo sampah bener emang." Ana mematut dirinya di depan cermin, memastikan agar tampilannya sudah sempurna. "Ayo berangkat."

"Wait! Lo mau berangkat kayak gitu aja?"

"Gitu aja gimana?"

Karina menunjuk tubuh Ana, tepatnya di bawah tulang selangka Ana. "Lo mau mamerin ke orang-orang kalo sekarang lo udah punya calon suami?"

"Apaan sih maksud lo?"

"Iya, apaan sih, Na?" timpal Kelly yang sama tidak mengertinya dengan Ana.

Karina memutar bola matanya. "Itu merah-merah bekas Arga. Harus lo tutupin!"

Kompak Ana dan Kelly ber-O ria namun sesaat kemudian Ana tersadar, dia segera mematut diri di cermin. Ternyata tanda itu masih nampak jika dilihat secara saksama. Dia mengeluh.

"Sini gue bantu biar rada gak keliatan."

***

Ana berangkat menuju gedung di mana diadakan prom night SMA Taruna bersama dengan Karina dan Kelly, sedang Arga sudah pergi dari rumahnya siang tadi bersama dengan Gibran.

Ketiganya berhenti sejenak di spot foto sebelum memasuki gedung—spot yang disediakan oleh sekolah lengkap dengan beberapa photographer di sana. Mereka berpose, mulanya sendiri-sendiri lalu berbarengan.

Mereka beranjak memasuki gedung, suara-suara dari band sudah terdengar mengalun merdu. Ketiganya yang memang sering menjadi bahan perbincangan itu segera menjadi pusat perhatian, tapi yang pasti cowok-cowok di sana mulai bisik-bisik mengenai Ana, belum lagi dengan berita bahwa dia akan menikah sebentar lagi.

Ana mengambil tempat duduk berjarak tiga meja dari panggung, ketika dia duduk Darren datang.

"Ana," panggilnya. "Apa kabar?"

"Eh Darren. Gue baik. Lo apa kabar?"

"Aku juga baik." Darren mengambil duduk di sebelah Ana. "Boleh duduk di sini, kan?"

"Silakan."

"Emm, aku diundang kan ke acara kamu?"

"Yups. Gue belom sebar aja."

"Aku tunggu. Oh iya, kamu nanti kuliah di mana?"

"Gue masih mau di sini. Males mau pindah."

Darren terkekeh. "Biasanya kamu suka ke mana-mana."

"Kalo yang ini beda lagi. Oh iya, kalo lo bakal ke mana?"

"Aku mau nemenin Mama di Surabaya. Kasihan kalo apa-apa sendiri."

Ana manggut-manggut. Semenjak kasusnya lalu, hubungannya dan Darren mulai membaik, mereka masih sering bertegur sapa ataupun mengobrol.

"Kamu cantik malem ini, An."

"Thanks." Ana tersenyum.

"Kamu udah sampe?" Arga yang baru datang itu segera mengecup puncak kepala Ana. Sikap posesifnya muncul. "Halo Darren."

"Halo, Ga. Gue abis ngobrol sama tunangan lo. Kalo gitu gue permisi dulu." Darren beranjak lalu kursi itu diduduki oleh Arga.

"Saya kira pakaian kamu tertutup." Arga menelisik Ana.

Yeah, sejujurnya Mama memang sudah menyiapkan pakaian prom untuk Ana namun cewek itu tidak mau mengenakannya dan memilih gaun yang pundaknya terbuka itu.

"Saya tidak suka mereka menatap tubuh kamu terlalu lama. Saya benci itu."

"Ga, ini acara terakhir. Sekali selama SMA ada ginian, gue rasa gak masalah gue pake kayak gini."

"Tapi kamu bilang—"

"Iya, Mama emang udah nyiapin tapi gue gak mau make. Gue gak mau denger apapun."

Arga mendesah keras. "Kamu ingin saya memberitau semuanya bahwa kamu milik saya, Floana?"

"Mereka udah pada tau."

"Tidak sebelum saya memberi tanda di tubuh kamu."

"Gak usah gila, Ga. Ini di tempat umum."

"Jangan menarik perhatian mereka. Saya tidak janji jika nanti saya kelewatan," ucap Arga penuh peringatan sebelum berlalu dari sana.

Kemudian acara pun dimulai. Diawali dengan pembukaan dari Kepala Sekolah, beberapa pimpinan sekolah lalu ketua OSIS dan perwakilan kelas XII. Setelah itu acara berlanjut yaitu dansa, mereka beranjak menuju bagian lain di mana musik slow sudah mengalun. Kelly dan Karina sudah berhambur guna mencari pasangan, sementara Ana tidak perlu mencari karena kini Arga sudah menarik tubuhnya menuju lantai dansa.

Sesungguhnya Ana tidak terlalu pandai berdansa, kelas dansa yang diadakan oleh sekolah tak cukup membuatnya mahir hingga sesekali dia menginjak sepatu milik Arga. Berada dalam posisi berdekatan—bahkan sesekali memeluk—membuat Ana bisa mencium dengan jelas wangi parfum Arga. Wangi ini sedikit berbeda dari biasanya, yang ini lebih terasa lembut. Sejenak, Ana terlena, dia memerhatikan Arga. Cowok itu mengenakan kemeja putih dengan dasi kupu-kupu yang kemudian ditutup dengan jas berwarna navy.

"Lo bisa keren juga ternyata," ujar Ana.

"Saya selalu keren, Floana."

"Dih PD banget lo."

Arga mengetatkan pelukannya di pinggang Ana. "Masih banyak yang menatap ke arah kamu."

"Biarin aja. Mereka punya mata."

"Saya tidak suka. Kamu milik saya, Floana."

"Udahlah, Ga. Gue juga masih jadi tunangan lo. Mereka tau."

"Tapi gak dengan apa yang mereka pikirkan." Arga mendekatkan wajahnya beberapa senti. "Saya akan melakukannya lagi nanti."

"Ngelakuin apa?" Kedua alis Ana bersatu.

"Apa yang saya lakukan tadi pagi."

Sontak saja kedua mata Ana membola. Dia memalingkan wajah.

"Saya suka suara desahan kamu."

Ana belum berani menatap Arga. "Itu reaksi alamiah. Gue yakin lo ngerti."

"Yeah and I want to hear that once again. No, but everytime and everywhere."

Ana tau kini tubuhnya meremang,ntah mengapa jauh di dalam dirinya dia merasa takut dengan ucapan Arga barusan.Ntah orang seperti apa Arga sebenarnya, ucapannya memang terdengar biasa tapiAna mampu meremang—ada meskipun samar—makna lain dibalik suara Arga.

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang