Arga sebenarnya tidak lagi bisa menahan hasratnya pada Ana, oleh karena itu dia meminta untuk memajukan tanggal pernikahan pada Kakek Ana yang segera disambut senang. Berulang kali Arga harus menahan diri tiap bersentuhan dengan Ana, rasanya hanya sekadar menyentuh belum cukup baginya. Dia ingin lebih. Dia ingin merasakan tubuh Ana. Dia ingin berada di dalam tubuh cewek itu. Namun hal itu mustahil untuk dilakukan karena Ana sampai saat ini masih saja berhasil menghentikan Arga jika sudah dirasa diluar batas. Tetapi Arga juga harus berterima kasih pada Ana karena jika tidak ditahan maka apa bedanya dia dan cowok yang pernah mengincar keperawanan Ana.
Arga tetaplah Arga. Dia cowok normal yang cukup terangsang hingga seringkali dia bertindak curang. Misalnya adalah tidur bersama dengan Ana. Dia sangat menyukai sikap Ana yang seakan malu namun segera terbuka baginya. Cewek itu menaruh percaya padanya, tapi Arga terkadang berbuat jauh. Seringkali dia menyentuh bagian atas tubuh cewek itu ketika sedang tidur, bukan hanya menyentuh tapi juga meremasnya. Kegiatannya itu hanya berujung dengan fantasinya di kamar mandi, seraya menyebut nama Ana keras-keras dia mengeluarkan apa yang tergumpal di sana.
Pagi ini, ntah bagaimana punggung Ana bisa terekspos setengah seperti sekarang ini. Arga sama sekali tidak mengerti, tapi melihat sebelah tangannya yang bertengger manis di tubuh bagian atas milik Ana membuatnya sadar. Dia sendiri yang sudah menaikkan kaus Ana hingga punggung cewek itu menyentuh dada bidangnya.
Cewek di pelukannya itu menggeliat, dan menggeser tubuhnya hingga kini dia telentang. Arga melihat garis wajah Ana dari samping, semuanya terlihat sempurna. Dia turun memandangi leher hingga sampai pada bagian di mana tangan Arga masih ada di sana.
Sial!
Seketika Arga merutuki posisi tidur Ana itu. Pasalnya kini pemandangan yang ingin dia lihat sudah terpampang nyata meskipun tak seutuhnya, tapi itu sudah berhasil meruntuhkan pertahanan dirinya. Segera diciumnya bibir Ana, sengaja agar cewek itu bangun. Lalu beberapa saat kemudian kedua mata Ana terbuka.
"Ga, lo... mau apa?"
"Just wanna taste your upper body."
"No!" Ana beringsut menjauh, namun Arga menahannya.
"I won't do that far."
"No!" Ana masih menolak sentuhan-sentuhan dari Arga, tapi ntah karena dia belum mengumpulkan tenaga atau karena lelah, Ana kembali berada di bawah tubuh Arga. "Ga, please."
"Just a little bit, Floana. I promise. Then I'll stop." Arga menatap manik mata Ana sebelum kembali menuju bibir Ana dan melumatnya. Melakukan rangsangan kecil agar Ana terbuai dan memberinya akses.
Dan ya, Arga sukses. Jemarinya sudah berada di ujung kaus Ana dan menaikkan kaus itu melewati tubuh Ana. Dia melakukan apa yang ingin dia lakukan sejak lama. Merasakan tubuh bagian atas milik Ana.
***
Sekali lagi Ana menghembuskan nafasnya berat begitu melihat tanda-tanda kemerahan di tubuh bagian atasnya. Walaupun dia sudah mandi namun nyatanya tanda-tanda itu tak memudar.
Ana menyadari kelemahannya, tapi bukan dia saja, Arga juga tau akan hal itu. Dia lemah terhadap sentuhan Arga, meskipun dia pernah berusaha untuk tidak terbuai namun Arga semakin hari semakin bisa membuatnya pasrah.
Ana keluar dari kamar setelah dia mengenakan pakaian. Dia melihat Gibran di ruang tengah yang sedang sibuk mewarnai gambar hewan di buku menggambar. Gibran merasakan kedatangan Ana, dia menoleh, meletakkan krayon lalu lari menerjang tubuh Ana.
"Eh mau ngapain lo?" tanya Ana kaget. "Udah sarapan belom?"
Gibran mengangguk, dia menarik satu tangan Ana ke meja di sana untuk kemudian menunjukkan hasil karyanya.
"Widih. Lo pinter juga ngewarnainnya, gue aja kalah."
"Iya Non, Den Gibran emang pinter kalo disuruh ngewarnain. Makanya dia pernah juara berapa kali, piala-pialanya ditaruh di kamar."
Ana manggut-manggut mendengar penjelasan dari Bi Tuni. "Bisa nih lo ajarin gue nanti." Dielusnya puncak kepala Gibran. "Gue mau makan dulu lah. Bi udah makan belom?"
"Oh udah kok Non."
Ana mengangguk lalu dia beranjak menuju meja makan, perutnya ini sudah lapar karena semalam dia lupa makan dan tadi pagi Arga malah memperlamanya. Perutnya makin berbunyi.
"Morning, Floana." Arga yang baru kembali dari aktivitas di atas tread mill itu segera mencium pipi Ana. Keringatnya nampak berkilau di wajahnya. "Udah bangun?"
"Retoris pertanyaan lo itu." Ana menyikut perut Arga yang berusaha mendekapnya. "Gue udah mandi. Lo itu bau keringet."
"Tumben udah mandi. Mau pergi?"
Ana mengambil dua lembar roti dan menyapu selai kacang yang ada di sana. "Lo bego atau lagi lupa ingatan? Gak inget pagi tadi lo ngapain?" Satu alis Ana naik. "Badan gue mulai merah-merah."
"Maaf. Salah saya." Arga mengusap puncak kepala Ana. "Itu yang terakhir sebelum pernikahan kita. Saya mandi dulu."
Ana melanjutkan memakansarapannya dalam diam dan mulai merasakan pipinya memerah. Sial, kenapa Anajadi mudah tersipu begini sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
TMH 2 - Hold Me Tight ✔️
RomanceMAU DIBENERIN A sequel to Take My Hand 17+ (Terdapat kata-kata kasar dan attitude yang tidak baik) Status Ana kini sudah berganti menjadi istri dari seorang Arga. Ana mengira kehidupannya dengan Arga akan dilaluinya dengan baik-baik saja namun terny...