Bagian Tiga Belas

261 9 8
                                    

Demi apapun, Arga ingin sekali mencongkel mata cowok-cowok itu yang berani menatap penuh nafsu pada Ana. Dan juga dia ingin menjahit mulut mereka yang berani-beraninya berbicara bahwa mereka menginginkan Ana. Tidak. Ana hanya miliknya seorang.

Arga melepas jasnya, gerah melihat cowok-cowok itu tak mengurangi kadar nafsu di mata mereka, lalu menyampirkannya di tubuh Ana.

"Gue mau ke wc. Lo mau ikut?"

Arga bergeming, sejenak dia membiarkan Ana memasuki toilet. Namun sesudah itu dia juga ikut masuk, dia berdiri di luar bilik toilet, menanti Ana keluar. Tak lama cewek itu keluar dari toilet dan terkejut mendapati Arga ada di sana.

"Ga, lo ngap—"

Arga tidak memberi Ana kesempatan untuk melanjutkan ketika dia merangsak dan memaksa Ana kembali ke dalam bilik. Dia mendorong tubuh Ana ke balik pintu lalu segera menyerang bibir cewek itu dalam, memaksa Ana untuk membuka diri pada setiap jelajahan. Arga sudah menggila, dia tidak bisa menahannya lagi karenanya ciuman ini begitu memaksa hingga tubuh Ana seakan terhimpit, kedua tangannya bahkan mendorong dada Arga.

Merasa sesak, Arga melepas pagutannya. Dia memandang bibir Ana yang membengkak sebelum akhirnya mengusapnya. Arga benar-benar ingin segera memiliki Ana.

Ditariknya tubuh Ana keluar dari bilik, beruntung toilet itu kosong, jadi tidak akan ada yang berpikir bahwa mereka berdua sudah melakukan yang tidak-tidak.

Prom night sendiri sudah akan berakhir, hanya tinggal penutupan lalu sesi foto bersama. Arga membiarkan Ana untuk kembali bergabung dengan Kelly dan Karina sementara dia kembali dengan teman-teman cowoknya. Arga sama sekali tidak mengendurkan pengawasan pada sosok Ana, dengan pakaian seperti itu Ana terlihat cantik, dia seakan-akan menjadi primadona. Tapi sayangnya pakaian itu mengundang hasratnya datang, dia yakin jika ditarik ke bawah maka akan nampak tubuh bagian atas yang tadi pagi Arga rasakan.

Betapa dia sangat ingin melakukan hal itu lagi. Arga semakin tidak sabar, ketika acara berakhir, dia segera mengajak Ana untuk kembali namun dia meminta supir pribadi milik Kakek Ana itu untuk menepi dan memintanya keluar.

Ana yang tengah menatap keluar jendela itu heran, dia menoleh dan mendapati Arga tengah menatapnya. Arga segera bergerak maju, dia menurunkan jas yang tersampir di tubuh Ana dan menjelajahi leher jenjang itu.

Ana mendorong tubuh Arga namun dia tidak bisa karena Arga tau bagaimana membuatnya tak berdaya, dia membuai Ana, membiarkan Ana hanyut dalam rayuannya.

"Ga," panggil Ana dalam nafas beratnya.

Namun Arga tak bergeming, dia semakin turun dan menarik turun pakaian Ana setelah sebelumnya dia menurunkan resleting gaun itu. Kini terpampang apa yang ingin Arga lihat, pelan dia mengumpat karena Ana tidak mengenakan bra dibalik gaunnya. Tapi sedetik kemudian Arga kembali menjelajah, menghembuskan nafas beratnya di sana membuat Ana semakin meremang. Kedua tangan cewek itu yang semula meremas kedua lengan Arga kini gantian meremas rambut Arga.

"Ga... stop! Ga... st—"

Arga tak membiarkan Ana berucap, dia kembali memagut bibir Ana dengan kedua tangan yang tak hentinya berkeliaran.

"Tolong, Ga. I beg you. Stop it."

Arga membuka kedua matanya, menatap langsung ke wajah Ana yang setia memejamkan kedua matanya itu.

"Kita lanjutin lagi nanti."

***

Beberapa detik Ana merasa takut. Sosok Arga di dalam mobil tadi tak ubahnya seorang cowok yang tengah diselimuti oleh gairah. Setibanya mereka di rumah, Ana segera bergegas masuk ke kamar, membersihkan make up lalu berganti pakaian. Namun dia menyadari kebodohannya yang lupa mengunci kamar hingga dia terlonjak begitu melihat Arga sudah duduk di sofa kamarnya. Cowok itu masih mengenakan setelannya.

"Gue tau lo marah, tapi lo harus inget bates mana lo bisa nyentuh gue. You promised me!"

"Forgive me, Floana. Saya berada diluar batas. Itu semua salah saya."

"Iya, itu emang salah lo yang gak bisa ngontrol nafsu sialan lo itu!"

Arga bangkit dari duduknya. "Saya tidak bisa lagi menahannya, belum lagi dengan mereka yang selalu menatap kamu seakan-akan kamu adalah objek yang dijual. Saya tidak suka."

"Kalo lo gak suka harusnya lo abisin aja mereka, bukan malah nyerang gue."

"Maafkan saya, Floana. Maafkan jika itu menyakiti kamu."

Ana mendecih, "Gue cuma takut kalo nanti lo kelewatan. Kita bakal nikah diusia segini dan lo tau apa yang jadi ketakutan gue."

Arga merangsak maju lalu memeluk Ana. "Maafkan saya, Floana. Saya sudah kurang ajar terhadap kamu. Saya tidak akan melakukannya lagi. Maaf."

"Keluar. Gue mau sendiri." Ana melepas pelukan Arga, memaksa agar cowok itu menjauh.

Mau tak mau akhirnya Arga keluar dari kamar Ana dengan sejuta penyesalan.

Ketika pintu kamarnya kembali tertutup, Ana segera merebahkan badannya di atas kasur. Dia merasa lelah, dengan segala yang berkecamuk. Memijit pelipis, Ana merasakan ponselnya yang berada di sebelah tubuhnya itu bergetar. Ada sebuah pesan masuk.

Evan : Lo cantik tadi

Baru saja Ana membaca pesan itu, tau-tau kini Viper menelponnya.

"Lo cantik tadi," ulang Viper seperti pesan yang dia kirim tadi.

"Hmm."

"Tapi sayang ada yang ganggu. Bodyguard lo."

Ana mendengus, "Ada urusan apa lo?"

"Cuma mau bilang kalo lo cantik. Gue suka lo gak berlebihan."

"Maksud lo?"

"Lo tau apa yang harus lo tunjukkin."

"Oh, harus gue bilang makasih ke lo, Viper?"

"Evan. Panggil gue Evan," sahut Evan. "Nama asli gue Evan," lanjutnya.

"Well, Evan not Viper, why?" Ana bertanya seakan-akan tertarik.

Evan terkekeh. "Gue suka kalo lo manggil nama asli gue, bukan nama panggung," katanya pelan. "Harusnya lo tambahin kalung gue di leher lo tadi, Nona."

Ana tersentak kedua matanya membelalak. "Lo nyamar jadi—gila! Hebat lo!" Dia jadi teringat pada sosok pramusaji acara prom night tadi yang memanggilnya dengan sebutan Nona. "Gimana caranya lo bisa masuk?"

"Gue punya akses. Acara kecil kayak gitu gak susah masuknya. Tapi gue gak suka cara dia yang terlalu kasar."

"Gue gak mau bahas itu. Gak ada urusan lagi?"

Di seberang sana Evan menggeleng. "Good night, Ana." Lalu sambungan itu terputus seperti biasa.

Ana memandang layar ponselnya itu namun sebelum dia meletakkannya di atas nakas, sebuah pesan masuk dari Evan. Cowok itu mengiriminya foto. Foto dirinya yang sedang tertawa dengan gigi yang terlihat, sebelah tangan memegang minuman berdiri di antara Karina dan Kelly.

Ana : Thanks

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang