Bagian 20

237 9 3
                                    

Gue apdet cepet, demi kalian yang #dirumahaja. Ehe

***

"Mau aku siapin air panasnya buat kamu mandi?" tanya Arga ketika melihat Ana memilih baju dari koper.

"Gak usah. Gue—aku gak suka mandi pake air gituan." Ana masih memilah-milah baju di dalam koper—yang tergabung miliknya dan milik Arga—tanpa sengaja dia melihat sekotak pengaman di sana, diangkatnya pengaman itu. "What is this?" tanyanya sok polos pada Arga.

Arga meletakkan ponselnya dan turun dari atas ranjang mengampiri Ana. "It's called condom, Sweety."

Ana terbahak. "Oh jadi ini yang namanya kondom. I've never seen this before. Sayang banget ya gak kepake."

"Kamu ngejek? Atau... lagi ngegoda aku?" Arga mendekatkan tubuhnya pada Ana yang kini sudah berdiri.

"Both."

"Gimana kalo kita mandi bareng?"

Ana tersenyum miring, memandang mata Arga lurus-lurus tapi jelas dia tidak akan melakukannya. "Ga ada tikus!" serunya tiba-tiba membuat perhatian Arga teralih sejenak sehingga Ana berlari masuk ke kamar mandi. "Just in your wildest dream, Arga Raditya," sambungnya ketika berdiri di balik pintu.

Ana sengaja menghindar dari Arga karena wajahnya sudah sangat memerah kini. Dia tidak bisa berdekatan dengan Arga, jantungnya selalu berpacu lebih cepat dari biasanya. Setelah mengunci pintu, Ana berjalan menuju wastafel dan melihat pantulan wajahnya dari cermin.

Ya, wajahnya masih terlihat memerah. Sial! Baru begini saja Ana sudah merasa malu bagaimana nanti jika dia menghabiskan malam dengan Arga?

"Duh goblok sih lo, An. Ngapain bayangin kayak gituan sekarang." Ana memukuli kepalanya sendiri sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mandi. Rasanya kepalanya memang harus didinginkan.

Tapi, Ana sedikit penasaran dengan Arga, bagaimana cowok itu bisa menahan hasratnya sedemikian rupa. Padahal sebelum-sebelumnya saja Ana bisa melihat keagresifan Arga, tapi hari ini suaminya itu tidak begitu memaksa. Di sisi lain, Ana juga sedikit senang bisa mengerjai Arga, biar saja dia merasakannya. Omong-omong apa Arga tau jika Ana masih perawan? Ntahlah.

Ketika Ana keluar dari kamar mandi, dia melihat Arga tengah berdiri memunggunginya seraya memegang ponsel. Arga yang masih bertelanjang dada itu membuat Ana bisa melihat bekas luka tusukan di punggung Arga.

Arga berbalik, wajahnya seketika penuh telisik. "Who's Evan?"

Perlahan Ana merutuk dalam hati karena tidak menghapus ataupun mengganti kontak Evan di ponselnya. "Just a friend," jawabnya sekenanya.

"Temen yang sms kamu pake panggilan Sweetheart?" Arga melangkah perlahan. "Siapa Evan? Kenapa aku bisa gak tau?"

"Arga, gu—aku belum cerita semuanya ke kamu."

"Now tell me."

Ana menghembuskan nafasnya, dia tidak ingin berdebat karena ini adalah hari pertama setelah mereka menikah. Dia tau Arga tidak akan menerima semua penjelasannya, bahkan bisa saja dia marah jika tau Evan adalah Viper.

"Dia Viper?"

Ana sedikit menegang mendengar suara Arga yang sedikit tajam.

"Floana." Panggilan itu disertai dengan tarikan dari Arga, dia membuat tubuhnya dan tubuh Ana menempel.

"Ga, gu—aku bisa jelasin semuanya ke kamu, but don't get mad. We were just married. Kemaren. Let's not ruin it, okay? I already am your wife now."

"That's not the point, Floana, no matter what he still wants you."

Ana menghela napasnya, dia merasakan tangan Arga melingkar semakin erat. "Waktu di butik dia datengin aku, dia ngasih nomernya tapi aku gak ada apa-apa sama dia. I don't even like him. Lo—kamu tau sendiri dia udah pernah ngapain aku. Dan aku masih cukup tau diri untuk gak deket sama dia."

"Tapi aku gak percaya, Floana. Gimanapun juga aku takut, walaupun kamu udah jadi istri aku tapi—"

"Make me yours," sahut Ana cepat. "Let's do that." Ditatapnya mata Arga dalam-dalam.

"Floana," Arga menggeram memanggil nama Floana, dia menurunkan wajahnya dan mencium bibir Ana dalam. Dia ingin merasakan bibirnya menari dengan bibir Ana, merasakan segala rasa yang mengalir dalam dirinya. Ana hanya miliknya seorang.

Tapi Arga tidak mau memaksakan. "Maaf, Floana," katanya kemudian. Dia mencium rahang Ana sebelum turun ke leher. "Maaf. I believe you." Tangan Arga menangkup wajah Ana. "Kamu siap-siap, kita ke rumah Kakek habis ini."

Ana mengangguk pelan. Tadinya dia tidak tau mengapa Arga berhenti namun setelah dia merasakan ada sebulir air mata turun barulah dia sadar. Dia hampir menangis tadi karena Arga terlalu kasar dan menakutkan.

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang