The Special One : Dion

124 13 1
                                    

Diambil dari sudut pandang Dion dan mengungkap sesuatu yang tidak bisa diambil dari sisi Arga maupun Ana.

***

Dion sebenarnya merasa tidak enak untuk memasuki rumah karena Ana tengah menginap di sana. Tapi tugas kuliahnya memaksanya mengambil laptopnya yang berada di dalam rumah. Pintu terbuka, Dion merasakan suasana sunyi, berpikir bahwa mungkin dua orang itu masih tertidur.

Di ruang tamu, Dion membuka laptopnya, ketika itu pintu gerbang terbuka, tak lama sosok Kalisa masuk.

"Eh Dion. Mana Arga?" tanyanya langsung.

"Kenapa emangnya?" Dion balas bertanya tanpa menatap Kalisa.

"Ada yang mau gue omongin sama dia. Dia masih ada di dalem, kan?"

"Iya kali."

"Arga," panggil Kalisa. "Argaaa. Oh Argaaaa. Kok gak jawab, sih."

"Lo mau ke mana? Sini aja."

"Gue mau ngomong sama Arga."

"Jangan sekarang, nanti aja."

"Arga. Aw, apa-apaan sih lo, Yon?" sentak Kalisa karena Dion menghalanginya. "Gue mau ketemu Arga."

Dion menghela tubuh Kalisa agar mundur. "Dia lagi di kamar. Sama Ana. Istrinya," ucapnya kemudian.

Kalisa terhenyak sejenak. "Oh, kalo gitu sekalian aja gue omongin."

"Omongin ke gue aja, nanti gue sampein."

"Ortu gue ngajak makan malam, tapi gue mau nyampein sendiri sama Arga."

"Lo udah gila?" desis Dion tajam di dekat wajah Kalisa. "Ada Ana di dalem. Ana, bukan Marco atau yang lain. Lo harusnya tau gimana hubungan suami istri dan lo gak bisa asal masuk gitu aja."

"Maksud lo apa sih? Gue gak ada niat buruk, jadi lo minggir deh." Kalisa berusaha menyingkirkan tubuh Dion namun Dion berkeras.

"For God's sake! Mending lo keluar, gue bisa sampein ucapan lo nanti sama Arga. Kalisa!" Setengah menahan amarah, Dion menarik satu tangan Kalisa dan membawanya keluar rumah. "Lo budeg? Gak denger apa yang gue omongin?"

"Gue denger. Gue tau. Apa salahnya kalo gue nyamperin mereka? Ini udah jam 9, harusnya mereka udah bangun, kan?"

"Biarin aja mereka mau bangun jam berapa, ini bukan hari ibadah mereka. Lo bener-bener gak ngerti atau gimana, ha?" Dion menyugar rambutnya asal. "Lo bisa chat Arga, daripada lo ngomong langsung di depan dia."

"Ck!" Kalisa berkacak pinggang. "Urusannya apa sih? Gue juga udah biasa masuk ke kamar dia. Gue udah biasa bangunin dia. Gue uda—"

"Itu dulu. Sebelum Arga nikah. Coba lo bayangin, lo asal masuk gitu aja ke kamar dia dan liat dia gak pake baju atau... dia lagi making love sama Ana. Menurut lo gimana? Lo gak ganggu, gitu?"

Dion bisa melihat raut wajah Kalisa yang berubah menjadi kecut itu. Dion tak peduli sama sekali karena Kalisa harus tau satu hal bahwa Arga kini bukan laki-laki bebas. Dan Dion tentu saja tidak akan membiarkan Kalisa mengganggu. Sudah cukup banyak Dion tau bahwa Kalisa tidak lagi menganggap Arga sebagai sahabat, cara kedua mata itu yang menatap Arga, tertawa bahkan rangkulan itu. Dion selalu bisa menangkap maksud lain walaupun teman-temannya yang lain tidak sadar, tapi sayangnya Arga juga tidak menyadari itu.

"Kalo lo masih maksa mau nyampein sendiri, silakan. Tapi gue gak bakal biarin lo ganggu mereka."

Kalisa berdecak keras lalu mengumpat, "Tai!" Kemudian dia berlalu dengan langkah lebar.

***

"Apaan tuh?" Ana bertanya heran, dia segera duduk di sebelah Dion dengan secangkir kopi susu di tangan. "Eh lo anak teknik arsitek ya?"

Dion mengangguk. "Ini rancangan, ya baru belajar-belajar aja sih. Belum pro banget."

"Itu udah bagus kali. Bisa nih ntar kalo gue mau bangun rumah pake jasa lo."

"Memang kamu mau buat rumah untuk apa, Floana?" tanya Arga yang duduk di depan keduanya dengan kalem.

"Buat aku sendiri, kalo aku lagi mau nyendiri. Eh, katanya kamu mau beliin aku makanan. Boong, ya?"

"Iya, iya. Aku berangkat. Yon, titip Floana."

Dion mengangguk dan mulai kembali melanjutkan tugasnya.

"Lo dari SMK ya?"

Dion menggeleng. "Gue dari SMA, gak terlalu suka SMK banyak praktek."

Ana bergumam lalu menyeruput kopinya. "Ih anjir kecoa terbang!" serunya tiba-tiba hingga Dion kaget. "Eh ini kepake gak? Duh tu kecoa nantangin!"

"Ha? Eh?" Dion bingung menatap makalah lama miliknya yang sudah tak terpakai di tangan Ana. "Gak kepake sih. Mau buat apa? Sini biar gue aj—" Belum selesai dia melanjutkan kalimat, Ana sudah lebih dulu memukul kecoa terbang itu hingga jatuh.

"Baru kali ini kayaknya gue liat ada cewek sesantai itu sama kecoa. Nyampe lo lempar keluar rumah segala," ucap Dion ketika Ana sudah kembali duduk di sebelahnya.

"Tadinya gue gak suka tapi karena tau kalo kecoa bisa ngerasain rasa takut jadi ya udah," balas Ana santai. "Eh lo lanjutin gambar lagi dong, gue mau liat."

"Serius nih? Kalo gitu duduk di lantai aja biar enak. Nih, ada beberapa gambar yang lain juga sih."

Dion suka dengan sikap terbuka Ana dan rasa penasaran cewek itu. Tanpa adanya rasa jaim dan malu-malu, Ana mendekatkan diri pada Dion. Meskipun Dion tau jika Ana lebih banyak tidak mengertinya tapi dia menyukai sikap dan ekspresi cewek itu. Ntah mengapa dia merasa jika Arga adalah orang yang beruntung karena bisa mendapatkan Ana dan betapa meruginya Arga jika sampai melukai Ana.

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang