Bagian Sepuluh

304 10 2
                                    

Ana sampai di rumah malam hari karena Tante Rara mengajaknya makan terlebih dahulu juga dengan tambahan obrolan panjang. Ana dijemput oleh Arga sedang Tante Rara pulang dengan mengendarai mobil sendiri.

"Gibran mana?" tanya Ana begitu dia sampai di ruang tengah.

"Lagi sama Bi Tuni," jawab Arga lalu duduk di sebelah Ana. "Capek?"

Ana mengangguk, tiba-tiba kakinya diangkat oleh Arga ke pangkuan cowok itu untuk kemudian dipijat. "Lo gak usah nemenin gue segala, Ga."

"Kakek meminta saya untuk menemani kamu."

"Lo tidur di kamar tamu."

"Kenapa? Saya mau tidur dengan kamu. Saya tidak akan melakukan macam-macam."

"Gue tau, tapi gue risih karena lo..." Ana bingung bagaimana harus mengungkapkannya pada Arga bahwa ketika mereka berpelukan, Ana bisa merasakan Arga mengeras. "Lo pasti tau."

Arga tersenyum tipis, dengan gerakan cepat dia menarik tubuh Ana ke pangkuannya. Ana memekik dan hampir menjerit.

"Ga, lepasin. Gak di sini."

"Saya hanya ingin memeluk kamu, Floana," ujar Arga parau. "Kamu tau betapa saya tidak ingin kamu pergi? Saya takut jika nanti kamu benar-benar pergi meninggalkan saya sendiri."

"Apaan sih, Ga. Gue ada di sini."

"Floana."

Ana melihat kedua mata Arga yang nampak penuh dengan kesedihan, tanpa diberi aba-aba kedua tangannya segera merengkuh Arga. "Gue ngerti, Ga. Mungkin gue juga belom bisa nerima lo sepenuhnya, tapi gue bakal belajar, Ga."

Arga membalas pelukan dari Ana itu. "Maaf kalau semuanya terkesan memaksa. I love you Floana."

Malam harinya, Ana duduk bersama dengan Gibran dan Arga di ruang tengah setelah selesai makan malam. Ana duduk di sebelah Gibran yang sedang menonton kartun Tom and Jerry yang berasal dari DVD milik Gibran. Sesekali Gibran menyenggol Ana lalu tertawa karena salah satu adegan Tom berlarian dengan Jerry. Ana menanggapi Gibran dengan cukup baik, tertawa ataupun mencomot popcorn dari mangkuk di pangkuan Gibran.

"Hape kamu dari tadi berbunyi, Floana."

Ana yang sedang mengunyah popcorn itu terkejut karena perkataan Arga. Dia beranjak menuju ponselnya yang berada di meja di sebelah sofa. Sebuah panggilan masuk dari Evan.

"Gue mau jawab telpon dulu," kata Ana. Arga mengangguk. Lalu Ana berlalu dari sana memasuki kamarnya. "Halo?"

"Halo, Floana," sahut suara di seberang sana terengah. "Lima belas kali telepon baru lo angkat. Sibuk?"

"Bukan urusan lo," ketus Ana. "Ada urusan apa lo?"

"Just wanna hear your voice. Gue masih ada kerjaan, nanti gue telpon lagi."

Sambungan itu lalu diputus sepihak. Ana hanya memandangi ponselnya heran dengan mendesis lalu melemparnya ke atas kasur sebelum akhirnya dia berlalu keluar dari kamarnya.

***

Ana baru saja menutup pintu kamar ketika dia mendengar pintu itu terbuka dan kembali tertutup.

"Kamu belum tidur?" tanya Arga seraya menarik ponsel dari tangan Ana untuk kemudian diletakkan di atas nakas.

Ana menghembuskan nafasnya jengah. "Gue udah bilang kan, lo tidur di kamar tamu. Kalo Gibran kebangun, gimana?"

"Ada Bi Tuni di sana." Arga menaiki kasur dan bergabung dengan Ana di bawah selimut yang sama. "Saya lebih suka tidur dengan kamu."

"Tapi gue lebih suka tidur sendiri."

"Mulai sekarang kamu harus terbiasa tidur dengan saya."

"Dih modus. Ntar juga gue tidur sendiri. Gue sama lo kan LDR."

"Saya akan usahakan pulang setiap weekend."

"Gak usah. Bolak-balik emangnya gak capek?" Ana membetulkan letak bantalnya yang sedikit berantakan.

Arga menaikkan kedua alisnya lalu menggeleng. "Yogya-Jakarta dekat jika naik pesawat."

Ana menghela nafasnya. "Tapi tetep aja bakal capek, Ga. Awal semester pasti sibuk, gue gak mau ntar lo malah jadi drop." Dia menurunkan tubuhnya sedikit agar bisa berbaring dengan nyaman.

"Saya tidak mau membuat kamu kesepian, Floana." Arga mendekatkan diri dan mencium puncak kepala Ana. "Udah malem. It's time for bed, Floana." Didekapnya Ana, namun cewek itu segera menyingkirkan tangan Arga.

"Gue mau lepas BH dulu. Sesek tidur pake BH." Ana meloncat turun dari kasur memasuki kamar mandi kamarnya lalu tak lama kembali. "Jangan macem-macem."

Arga tersenyum lalu segera memeluk tubuh Ana dari belakang. "Udah ada persiapan untuk prom besok?"

"Udah."

"Jangan pakai baju yang terbuka. Saya tidak suka." Arga mencium tengkuk Ana hingga cewek itu meremang.

"Mama yang milih. Lo tenang aja," balas Ana cuek. "Gue berangkat bareng Kelly sama Karina, ya?"

Arga mengangguk. "Tapi pulang dengan saya."

"Ya iyalah. Lo kan nginep di sini."

Arga terkekeh pelan. Jemarinyaperlahan menelusup masuk ke kaus Ana dan mengelus perut rata itu perlahan,membuat Ana jadi ketar-ketir. Ini yang selalu ditakutkan olehnya, ketikadirinya tak bisa mengendalikan diri akibat rangsangan yang diberikan oleh Arga.Belum lagi ketika dia mulai merasakan sesuatu di belakang sana yang mulaimenonjol.

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang