Bagian 21

261 9 0
                                    

Uhuy, gue apdet biar besok gak apdet. Happy reading and stay safe! Love y'all

***

Sebelum beranjak ke rumah Kakek, Arga sengaja mampir ke rumahnya dulu untuk berbincang dengan Papanya. Begitu pintu terbuka, Gibran segera berhambur ke pelukan Arga.

"Papa mana?" tanya Arga pada adiknya itu. Gibran menunjuk ke arah dalam kemudian menuntun Arga ke sana. "Floana, kamu tunggu di sini dulu ya, aku mau ngomong sama Papa."

Ana mengangguk sebagai jawaban, dia duduk di sofa ruang keluarga ditemani oleh Gibran. Sementara itu Arga beranjak menuju teras belakang di mana Papa tengah menikmati kopi sorenya.

"Oh, Arga, kapan nyampe?"

"Barusan," balas Arga mengambil duduk di sebelah Papa. "Aku udah dapet rumah di sana, Pa."

"Kamu yakin gak mau nempatin rumah lama aja?"

"Gak Pa, kejauhan. Bisa setengah jam pake motor, belum lagi yang lain."

"Ya sudah, udah kamu urus bayarannya?"

"Udah, Pa. Pa, ada yang mau aku tanyain."

"Tanya apa?"

"Papa kan pernah LDR sama Mama, itu gimana caranya bisa tahan?" tanya Arga pelan, dia tau kedua orangtuanya juga menikah muda dan menjalani hubungan jarak jauh dua bulan setelah menikah.

Papa berdeham-deham, sedikit memiringkan posisi duduknya. "Yang pertama harus ada itu kepercayaan satu sama lain. Kamu percaya Ana dan Ana percaya kamu. Yang kedua yaitu komunikasi, sebisa mungkin kasih kabar minimal sehari sekali. Biar kalian gak mikir yang lain-lain, jangan lupa juga teleponan. Bisa juga video call."

Arga mengangguk pelan. "Papa gimana bisa yakin kalo Mama gak digangguin orang? Kan Mama juga masih kuliah."

"Kalo masalah itu sih Papa nitipin Mama juga sama temennya, jadi Papa kadang nanya ke temennya apa ada yang naksir sama Mama atau gak. Jangan lupa juga nitip sama Tuhan, itu juga penting."

Arga menghela nafasnya berat, kepalanya tertunduk. "Aku takut kalo nanti gak bisa jaga Floana."

"Wajar kamu takut, kamu masih muda, Ana juga masih muda. Waktu di mana masih nyari jati diri cuma pesan Papa sama kamu, yakin aja. Kamu pegang janji yang udah kamu ucapin di hadapan Tuhan, pasti semuanya akan baik-baik aja." Papa menepuk pelan pundak anaknya. Dia mengerti bagaimana khawatirnya Arga saat ini, belum lagi hanya dalam beberapa hari dia harus menjalin hubungan jarak jauh dengan Ana. "Dan kamu juga harus bisa jaga diri, jaga hati. Jangan jajan diluar sana. Mau bagaimanapun juga kamu sudah memiliki tanggung jawab baru, yaitu Ana."

Sementara itu di ruang keluarga, Ana menemani Gibran yang sedang bermain Tamagotchi dengan ponsel di tangan. Pesan masuk dari Evan tentu saja sudah dihapus oleh Arga, juga dengan nomor orang itu dan pastinya sudah diblok juga. Beruntungnya Ana yang selalu menghapus riwayat telepon dan sms dengan Evan sebelum Arga melihat lebih dalam. Ana semakin tau jika berkaitan dengan Evan, emosi Arga akan meledak begitu saja. Terlihat bagaimana Arga begitu membenci Evan.

Tubuh Gibran yang berada di sebelah Ana itu perlahan bergulir hingga kini kepalanya bersandar di paha Ana. Lalu dia memperlihatkan Tamagotchi-nya pada Ana.

"Gak ngerti gue maen begituan, tapi bagus. Bagus. Maen lagi sana," kata Ana. Gibran mengangguk dan melanjutkan bermain.

"Aku bukan jadi orang pertama yang tidur di pangkuan kamu," ujar Arga yang baru saja bergabung di sebelah Ana. "Selalu Gibran."

"Kenapa? Kamu mau juga?"

"Of course, Floana," Arga berbisik di telinga Ana. "Aku mau selalu jadi yang pertama untuk kamu, dalam hal apapun itu." kepalanya bergerak ke leher Ana, mengendusnya pelan dan menciumnya.

"Ehem! Kamar kamu masih ada di lantai dua Arga, kalau kamu lupa."

Arga segera memundurkan wajahnya lalu tersenyum pada Papa. "Maaf, Pa."

Papa geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya. "Jadi, kalian mau langsung ke rumah Kakek habis ini?"

"Iya, Pa."

"Ya sudah, papa telpon Pak Hardi biar nganter kalian ke sana."

Sekitar kurang lebih sepuluh menit menunggu akhirnya Ana dan Arga berlalu dari sana menuju rumah Kakek. Arga duduk sangat dekat dengan Ana sampai-sampai Ana berpikir jika dia membuka pintu maka bisa dipastikan dirinya akan langsung jatuh. Belum lagi dengan sebelah tangan Arga yang melingkari pinggangnya, ditambah dengan hembusan nafas Arga di telinganya.

"Ga, ini masih di mobil," ucap Ana pelan, dia mencoba menggeser tubuh Arga namun tak berhasil.

"Memangnya kenapa?"

"Nanti aja, di rumah."

Arga sedikit menjauhkan wajahnya. "Jadi aku udah bisa milikkin kamu nanti?"

Ana bergumam sebagai jawaban. Keadaan tubuhnya sudah mulai membaik dan jujur saja Ana juga tidak bisa jika Arga terus saja memberinya rangsangan seperti tadi. Ana normal tentu saja, bahkan dia harus menahan desahan yang akan keluar kala Arga menyentuhnya. Sentuhan dari Arga—meskipun hanya sentuhan biasa—sudah mampu membuat tubuhnya meremang.

"Prepare yourself Floana, I'llnever let you sleep early tonight."

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang