Bagian 46

168 8 1
                                    

Judulnya udah gue ganti ya, dari Take My Hand 2 jadi Hold Me Tight

***

Ana duduk bersebelahan dengan Arga ketika Kakek mengajaknya duduk bersama di pendopo halaman belakang. Tapi nampaknya Kakek hanya fokus pada Arga saja. Ana melirik Arga sekilas, sedari bangun tidur pagi tadi, keduanya tidak berbicara sama sekali.

"Terima kasih untuk yang semalam, Floana," ucap Arga tak lama setelah Kakek kembali masuk ke rumah. "Maaf aku ngerepotin kamu."

Ana membuang muka lalu berkata, "Aku gak pernah liat kamu sebegitu takutnya kayak semalem. Kamu buat aku takut."

"Maaf aku udah nyusahin kamu. Aku—"

Ana tidak membiarkan Arga melanjutkan ucapannya karena dia sudah membungkam bibir Arga dengan bibirnya. "Aku khawatir. Aku takut kamu kenapa-napa," ucapnya kemudian. "Aku emang masih marah sama kamu, tapi aku bener-bener gak tega liat kamu kayak semalem. Kenapa?"

"Aku... aku gak tau kenapa, tapi yang aku tau aku udah nyakitin hati kamu."

"Kamu emang nyakitin hati aku. Tapi jangan kayak gitu lagi."

"Aku jan—"

"Jangan janji. Lakuin aja."

Arga menangguk lalu dia mendekap Ana. "Semalem aku ngerasa aman dalam pelukan kamu. Aku gak ngerasa takut sama sekali. Jujur kadang di Yogya aku selalu bingung harus lari ke siapa, aku juga hampir pernah gak masuk kelas."

"Aku seneng karena aku bisa buat kamu aman, Ga."

Arga mengecup puncak kepala Ana, merasakan lembut dan wanginya. Kemudian diangkatnya dagu Ana dan dilumatnya bibir itu. Lama, mereka sama-sama melepaskan rindu yang menumpuk dalam dada.

Ana menyandarkan kepalanya di bahu Arga. "Kamu kenapa ke sini? Bukannya ada kuliah?"

Arga mengangguk, sebelah tangannya mengelus punggung Ana. "Karena aku ngerasa bersalah dan aku gak bakal tenang sebelum nemuin kamu."

"Aku gak nyangka, orang kayak kamu berani bolos juga."

"Kamu selalu lupa Floana, I'm not an innocent man."

"Innocent? Man?"

"Yap. Aku udah nikah sekarang jadi aku bukan lagi a boy." Arga menurunkan kepalanya untuk mencium pipi Ana, lalu ciuman itu turun menuju rahang. "Floana."

Arga meminta persetujuan tersirat dan Ana membiarkan Arga semakin turun menuju lehernya. Ana tak menampik jika dia merindukan Arga. Menginginkan Arga. Dia rindu Arga dan ingin mendekap suaminya.

"Masih ada?"

Ana mengangguk, hembusan napas panasnya terasa di tengkuk Arga. Setelah itu Arga menarik satu tangan Ana membawanya kembali menuju kamar.

"Waktu itu kamu pernah bilang kalo Kelly tau tentang kamu dari temen kamu. Siapa?"

Jemari Arga mengelus perut Ana dari belakang. "Itu sebenernya temen jauh, aku juga gak kenal. Marco punya temen dan temennya punya temen, dan temen itu cerita ke Kelly. Aku akuin sih kalo dia ceritanya bagus, aku jadi sosok yang... beda. Padahal gak gitu sebenernya. Aku bukan raja jalanan, yeah walaupun aku lebih sering menang kalo taruhan tapi aku bukan rajanya. Masih ada yang lebih dari aku, cuma mungkin dia gak tau aja."

"Tapi katanya mereka lebih kenal kamu pake nama Adit?"

"Iya, itu supaya aku gak ketahuan, Sayang. Kalo aku pake nama Arga, Papa pasti tau dan langsung marah gitu aja."

Ana berusaha menahan desahan karena tangan Arga menyentuh dadanya. "Papa kamu tau dan marah. Kenapa bisa?"

"Long story, intinya pas aku disuruh ke London aku sama sekali gak bisa. Aku gak betah jadi aku putusin untuk gak sekolah dan balik lagi ke Yogya, tapi di sana aku malah nambah buruk. Pergaulan aku salah, bukan karena temen-temen aku yang sekarang, tapi yang lain. Akhirnya Papa mutusin untuk bawa aku ke Jakarta." Arga mengecup pundak Ana yang terbuka.

"Bagian itu juga aku belum tau. Kamu berubah, kenapa? Pasti ada alasannya."

Arga mengangguk, dia menghidu rambut Ana. "Karena aku ketemu sama kamu. Percaya atau tidak, tadinya aku emang gak niat untuk tinggal tapi waktu itu aku ngeliat kamu lagi marah-marah sama orang. Ntah kenapa aku jadi suka sama kamu."

"Bohong banget. Gak mungkin."

"Ya aku juga tadinya ngerasa kalo itu gak bener, tapi lama-kelamaan aku tau kalo aku suka sama kamu. Aku berubah karena kamu. Aku tau kalo aku jadi cowok nakal kamu gak bakal notice aku lebih jauh, paling cuma jadi mainan kamu aja. Dan itu berhasil."

"Ya, kamu berhasil buat aku naik darah."

"Kamu juga berhasil buat aku nahan diri untuk gak langsung meluk kamu." Jemari Arga kembali bermain di dada Ana. "Terus Papa bilang kalo aku dijodohin, tau gimana awalnya? Aku nolak tapi pas tau itu kamu aku semangat."

Ana mendesah, dia bahkan hampir menggigit lengan Arga yang dijadikan bantalan kepalanya. "Tapi aku gak," katanya bersusah payah. "Aku bahkan benci banget nyampe... ya gitu."

"Yang terpenting sekarang kamu udah jadi milik aku." Jemari Arga bergerak turun ke bagian bawah tubuh Ana. "Besok kamu ada acara?"

Butuh waktu beberapa saat bagi Ana untuk menjawab, "Iya. Seminar jurusan. Ga..."

"Lama?"

"Gak tau, tapi, Ga..."

"I still want you, Baby." Arga tak membutuhkan izin dari Ana karena dia langsung menarik pinggul Ana mendekat dan sedikit mengangkatnya.

"Akh."

Arga berhenti lalu berujar, "Does it hurt?"

Ana menggeleng pelan. "Aku cuma belum biasa."

Arga mencium pundak Ana dan kembali bergerak dengan lembut dan perlahan. Memastikan jika Ana merasa nyaman, agar mereka mendapatkan kenikmatan satu sama lain.

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang