"Itu kopi punya Papa."
Suara Arga itu membuat Ana hampir saja tersedak kopi yang baru ditenggaknya. Demi Tuhan, mengapa Arga tidak memberitau sejak Ana mengambil gelas itu dari atas meja.
"Seriusan?" Kedua mata Ana membola. Dia baru saja meminum kopi milik Papa Satria. "Tapi kok ada di deket kamu?"
Arga mengangkat bahunya. "Gak tau."
Ana mendesis, lalu terdengar suara Papa Satria yang kini menghampiri kursi di seberang Arga seraya membawa segelas kopi panas yang masih mengepul. Sontak saja Ana mencubit pinggang Arga hingga suaminya meringis.
"Floana, sakit."
"Bodo amat!"
"Papa seneng kalian ke sini. Jadi gimana sikap Arga selama kalian nikah, Ana?" tanya Papa lalu menyesap kopinya.
Ana menjawab beberapa detik kemudian, "Masih kayak biasanya, Pa."
"Dia gak aneh-aneh, kan?"
"Gak. Tapi ya dia po—"
"Pa, jangan nanya kayak gitu," sela Arga, sikunya menyentuh lengan Ana. "Nanti Ana bakal muji-muji aku."
"Ha?" Ana melongo. "Siapa yang mau muji kamu? Ge-er amat jadi orang."
"Sayang, kamu jangan pura-pura."
"Pura-pura apa sih, Ga?"
"Sudah. Sudah." Papa tertawa. "Kalian berdua ini memang serasi, tidak salah Papa menjodohkan kalian."
Serasi? Apa iya dia dan Arga serasi. Ana sama sekali tidak pernah berpikir demikian karena sifat mereka saja bertolak belakang. Mungkin serasi karena mereka berbeda gender.
"Papa itu masih suka khawatir kalo Arga nanti nyusahin kamu, kadang dia itu masih suka manja."
"Yang bener, Pa?" Ana merebut gelas kopi dari tangan Arga. "Tapi emang iya sih, Arga masih suka manja banget sama Ana."
"Tapi gak ada masalah kalo aku manja sama istri sendiri. Kan, Pa?" Arga membela dirinya, dirapatkannya duduk dengan Ana. "Papa juga masih gitu."
Papa berdeham. "Ah iya. Papa cuma bercanda. Oh iya, gimana kabar kuliah kamu? Sudah beres semua?"
Arga mengangguk, dia mengambil kembali gelas kopi dari tangan Ana. "Udah Pa, tinggal tunggu aja nanti."
"Kalo masalah Ana, Papa sih udah tau gimana. Kalo ada masalah nanti bilang sama Papa."
Ana nyengir kuda, tapi mana mungkin dia bercerita pada Papa Satria masalah kampus padahal beliau adalah dosen dari kampusnya namun bukan dosen Bisnis dan Ekonomi melainkan Pendidikan.
"Biarin Ana mandiri, Pa. Jangan manjain Ana, Arga gak mau nanti Ana gak bisa ngelakuin sesuatu sendiri. Dia harus bisa usaha sendiri kalo ada masalah."
Ana mendesis pelan mendengar penjelasan dari Arga. Yeah, ini semua pasti karena sifatnya yang masih suka mengandalkan orang lain ditambah dengan sifat keras kepalanya. Inilah satu fakta bertolak belakang antara dirinya dan Arga. Tapi dari penjelasan Arga itu Ana tau jika suaminya ingin Ana berubah, ingin menjadi seperti apa yang Arga inginkan. Menjadi sosok istri sempurna; baik hati, tidak keras kepala, penurut dan yang pastinya rajin membersihkan rumah.
Sial. Kenapa Arga malah menuntutnya secara tidak langsung begini. Padahal ketika mereka bertunangan, Arga tidak terlalu memaksa, apa karena kini mereka sudah menikah makanya Arga mengklaim telah memiliki dirinya.
***
Ana mematut dirinya di depan cermin, sudah sekitar lima menit dia berpikir haruskah dia mengenakan lingerie. Ini semua karena dia sebal akan obrolan sore hari tadi—obrolan antara Arga dan Papa Satria.
"Tahan diri lo. Tahan. Tahan."
Ana menghembuskan nafasnya keras-keras, diluar suara Arga sudah terdengar memanggil namanya. Akhirnya Ana mengenakan lingerie merah itu dan mulai mengingat-ingat apa saja yang dikatakan oleh Karina. Tangannya bergerak untuk sedikit mengacak rambutnya.
"Oke udah. And then here I go."
Setelah memastikan semuanya sempurna, Ana membuka pintu kamar mandi dan bersandar di kusen pintu. Dia melihat Arga yang memakai kaca mata baca itu sedang membaca sebuah buku.
Ana berdeham memancing perhatian Arga. Lalu disibaknya rambut ke sebelah kanan, dia sengaja menatap kedua mata Arga dalam. Suaminya itu segera menutup buku dan meletakkannya di atas nakas disusul dengan kaca mata bacanya. Kemudian Ana secara anggun berjalan menuju Arga, bibirnya menyunggingkan senyum tipis.
"How do I look?" tanya Ana pelan, dia meletakkan kedua tangannya di pinggang. "Does it suit on me or not?"
Arga termangu, dia memandang Ana dari atas hingga bawah.
"Arga."
"Ha? Oh, you look so... wonderful. Perfect."
Ana sudah bersorak-sorai di dalam hatinya karena melihat Arga yang tegang dan kaku itu. dia maju, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Arga.
"I've prepared this only for you, Baby," Ana berbisik di telinga Arga dengan hembusan nafasnya di sana. dia menoleh dan menatap Arga. "I want you."
Kemudian bibir Ana sudah memerangkap bibir Arga, pelan dan pelan, tidak membiarkan Arga mengambil alih kali ini.
"Floana," Arga mendesah berat ketika Ana menyudahi ciuman dan mendorong tubuh Arga sedikit menjauh. "Flo—"
"I know. But, let's make another move. Another position and another way to fall to heaven."
"As your wish, Baby."
***
"Bentar lagi, Ga. Aku masih capek," kata Ana serak ketika Arga sekali lagi mencoba membangunkannya. Sebenarnya sejak beberapa menit lalu Ana sudah bangun hanya saja dia malas membuka matanya. "Gaaa..."
Arga mengusap lengan Ana. "Dari mana kamu belajar kayak semalem, Floana?"
Ana menggeliat lalu membuka kelopak matanya. Wajah segar Arga segera terpampang di depannya. "Kenapa? Kamu gak suka?"
"Aku suka gimanapun itu. Mau kamu yang mulai atau aku, aku bakal suka. Ya, kalo boleh jujur sih aku lebih suka kamu semalem, lebih liar dan seksi. Belum lagi dengan sikap polosnya kamu. Aku lebih suka."
Ana tersenyum lalu memiringkan tubuhnya. "Aku juga bisa belajar untuk masalah itu, Ga."
"O ya? Kamu nonton film biru juga?"
"Gaklah. Aku gak suka. Aku tuh baca-baca. Bukan cuma kamu yang suka baca. Inget itu?"
Arga mendekat dan mencium puncak kepala Ana. "Terima kasih, Floana. Terima kasih atas segalanya."
"Aku sayang kamu, Ga." Dibenamkannya wajah di dada Arga. "Sayang kamu."
Perlahan, bibir Arga melengkung membentuk senyum lebar. Dia ingin menikmati setiap paginya seperti ini bersama dengan Ana. Penuh dengan senyum dan pelukan sayang. Ana dengan segala sifatnya kini mulai membuka diri dan hatinya, Arga yakin kini Ana mencintainya sama seperti dia mencintai Ana.
"Kamu mandi dulu, soalnya waktu sarapan udah lewat."
KAMU SEDANG MEMBACA
TMH 2 - Hold Me Tight ✔️
RomanceMAU DIBENERIN A sequel to Take My Hand 17+ (Terdapat kata-kata kasar dan attitude yang tidak baik) Status Ana kini sudah berganti menjadi istri dari seorang Arga. Ana mengira kehidupannya dengan Arga akan dilaluinya dengan baik-baik saja namun terny...