Bagian 22

226 8 2
                                    

Sinar yang cukup terang itu membuat Ana membuka matanya dari tidurnya, butuh waktu beberapa menit baginya untuk menyingkirkan tangan Arga dari perutnya. Dia mengambil bajunya yang berada di lantai untuk dikenakan lalu beranjak menuju kamar mandi. Tanpa menatap pantulan dirinya di cermin, Ana segera melepas bajunya dan bergegas mandi. Tak usah ditanyakan berapa banyak jejak Arga di tubuhnya.

Air yang mengguyur kepala Ana itu seakan membuat tenaganya kembali meskipun dia sudah mendapatkan jatah tidur, namun ntah mengapa masih terasa lelah.

Ana sedikit terkejut ketika merasakan ada tangan yang menyentuh tubuhnya. Dia tidak berani berbalik karena Arga kini sudah berdiri di belakangnya. Demi apapun, Ana merasa begitu malu berhadapan dengan Arga sekarang.

"Floana," desah Arga di telinga Ana, membuat perempuan itu meremang. Belum lagi kini Arga menciumi bahunya.

"Ga, no. Please. Rasanya masih gak nyaman di sana."

"Apa semalam aku kasar sama kamu?"

Ana jadi teringat akan kejadian semalam, dan kasar? Oh tidak sama sekali. Semalam begitu berbeda, Arga memperlakukannya dengan lembut, membelai setiap inci tubuh Ana dengan penuh kasih sayang dan ketulusan. Bagaimana Ana bisa bilang itu kasar jika dia saja begitu terbuai dan menikmatinya hingga tidak ada rasa sakit.

"You did a great job, Ga. Kamu gak nyakitin aku sama sekali, you were... perfect. I love it," kata Ana dengan kepala setengah tertunduk. Dia tidak bisa menggambarkan Arga dengan kata-kata karena dia tidak bisa menemukan kata yang pas. Sebelah tangannya mengusap lengan Arga yang memeluknya.

"Floana." Arga membalik tubuh Ana agar bisa menghadapnya, istrinya itu terlihat menutupi dadanya dengan kedua tangan, membuat Arga tersenyum simpul. "Don't cover it, biarin semuanya kebuka untuk aku, Floana. Aku mau kamu kebuka semuanya, just for me."

Ana memberanikan diri menurunkan kedua tangannya membiarkan Arga menatapnya, dadanya naik turun karena gugup, apalagi kini tangan Arga bergerak dari lengan menuju bahunya.

"Kamu malu?"

Tentu saja Ana malu karenanya dia mengangguk. Guyuran air menimpa punggung Arga, menciptakan sedikit cipratan ke wajahnya.

"Aku suka kamu kayak gini, such a beauty. Jangan tunjukkin ke siapapun selain aku, ya?" Arga mencium pipi Ana lembut. Ana terhanyut sedemikian rupa hingga dia kini berani menatap kedua mata Arga.

"Kamu yang pertama, Ga, gak ada yang pernah liat aku kayak gini selain kamu." Ana melingkarkan tangannya di leher Arga. "Kamu... aku gak tau harus bilang apa, tapi makasih Ga kamu udah lembut sama aku. Aku... aku cinta kamu." Lalu Ana mencium Arga, satu hal yang dia lakukan terlebih dahulu, bukan Arga.

Di lain sisi, Arga merasa terhenyak ketika dia merasakan Ana melumat bibirnya dalam. Ini adalah kali pertama Ana menciumnya terlebih dahulu, ciuman yang begitu memabukkan hingga Arga pun mengerang dibuatnya. Kedua tangan Arga tidak tinggal diam, dia meraih pinggang Ana sedang satu tangan lainnya menekan tengkuk Ana agar semakin dalam ciuman mereka.

"Sekarang jam berapa sih, Ga?" tanya Ana yang sedang mengeringkan rambutnya dengan hair-dryer.

"Udah jam satu. Kenapa?"

Mulut Ana menganga sejenak. "Kita kelamaan tidur apa karena kelamaan olahraga? Siang banget, tapi kok tumben gak ada yang ngetok pintu."

Arga yang baru mengenakan kaus itu menghampiri Ana. Rambutnya terlihat masih berantakan. "We're new, Baby. Mereka juga paham kalo kita lagi mantap-mantap."

Ana terbahak, meletakkan hair-dryer di atas meja riasnya dia berucap, "Mantap-mantap? Aku baru tau lho kalo mantap-mantap itu making love. Kenapa gitu?"

"Aku juga gak tau, mungkin karena suaranya. Kamu denger sendiri kan gimana suara semalem?"

Wajah Ana mendadak memerah, dan Arga bisa melihatnya dari pantulan cermin. "Obviously, that was my first time, I'll never forget that."

Arga membungkukkan badannya sehingga kepalanya kini berada di pundak Ana. "I thought that I wasn't the first but you gave me surprise. Maaf kalo aku pernah mikir kayak gitu ke kamu, Sayang."

Ana menghembuskan nafasnya pelan lalu tersenyum, dia menatap pantulan wajah Arga di cermin, sebelah tangannya membelai pipi suaminya. "Orang-orang juga bakal nganggep aku kayak gitu, tapi kamu... kamu gak ngomong dan gak nanya-nanya ke aku hal kayak gitu aja aku udah seneng, Ga."

Arga menyingkirkan rambut Ana agar dia bisa menghidu wangi tubuh Ana, diciumnya leher perempuan itu, lalu Arga mulai melepas tali bathrobe yang dikenakan Ana. Sebelah tangannya meluncur menyentuh dada Ana hingga kini istrinya mendesah.

"Ga, kita... ud... udahh mandi. Ini ud... udah siang, kita keluar dulu, ya?" Ana hampir susah berucap ketika tangan Arga sudah bergerilya di tubuhnya. "Kita bisa ngelakuinnya nanti."

"Later, Baby," ucap Arga serak akibat menahan gairah. Dia benar-benar kecanduan dengan tubuh Ana. "Kenapa gak sekarang?"

"Aku laper tau, nanti kalo pingsan gimana? Kasian kan kamunya udah tegak tapi mainnya solo." Ana mendorong tubuh Arga pelan karena dia ingin mengenakan pakaian. Dalam hatinya sudah bergelak tawa.

Di belakangnya, Arga tersenyum miring. "Kamu udah pinter goda ya sekarang, gak kayak Floana yang aku kenal dulu."

"Dulu kan aku masih belum suka sama kamu, sekarang kan udah beda." Ana memilah pakaian dari dalam lemarinya, tiba-tiba Arga merebut pakaian itu dan melemparnya ke atas ranjang. Dengan cepat dibukanya bathrobe Ana.

"Biar aku yang makein kamu baju." Dia mengambil kaus dan memakaikannya ke tubuh Ana. "Aku suka badan kamu, aku suka tindikan kamu, aku suka dada kamu," ujarnya pelan ketika selesai memakaikan kaus. "Aku suka kaki kamu, aku suka kamu terbuka sama aku," lanjutnya ketika hot pants sudah terpakai. "Ayo ke bawah, aku juga laper."

"Gendong. Capek tau ngelayanin nafsu kamu semalem."

Wajah imut Ana itu hanya membangkitkan sisi liar Arga, namun dia menahannya sebisa mungkin, masih ada nanti, besok dan hari lainnya untuk menikmati tubuh Ana. "Sini. Sampe bulan juga aku kuat gendong kamu."

"Dasar Arga yang sekarang jadiTukang Gombal."


***

Gatau, tapi gue geli aja ngetik part ini

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang