Ana tengah menikmati jus jeruknya di halaman belakang ketika ponselnya kembali menyala setelah dinon-aktifkan cukup lama. Selang beberapa menit, ponselnya sudah bergetar dengan puluhan notifikasi di sana. baru saja hendak melihat sejumlah chat, ponselnya sudah menampilkan nama Karina.
"Apaan?" buka Ana malas. Dia menyeruput jus jeruknya kembali.
"Idih songong amat yang baru nikah. Baru pertama ngerasain esek-esek?"
Ana hampir saja tersedak. "Bacot lo. Ada apaan nelpon gue?"
Karina menyeringai. "Gimana nih lo sama dia? Mantep gak dia? Gerakannya gimana?"
Ana segera membayangkan kejadian semalam, ketika jemari Arga menjamah setiap sisi tubuhnya, perlahan dan... "Hahaha. Gak bisa dijelasin Na, pokoknya enak."
"Anjing! Eh iya, syarat daftar kuliah apa aja nih? Gue nelpon Kelly malah sok sibuk."
"Kuliah? Ada nih, bentar gue kirim." Ana kemudian mengirim beberapa foto di ponselnya pada Karina. "Udah gue kirim di WA. Emang punya lo belum?"
"Udah beberapa, gue mau mastiin aja," balas Karina. "Lo sama Arga gak honeymoon dulu?"
"Ya gaklah, minggu besok aja dia udah pegi."
"Gila, baru aja nikah kemaren udah mau pergi aja."
Mengenaskan memang, harus menjalani hubungan pernikahan jarak jauh dalam usia terbilang sangat baru. Ntah kapan mereka akan berkumpul lagi, Ana tau awal semester akan menjadi masa yang berat dengan jadwal yang penuh, belum lagi dengan pertemuan-pertemuan yang memuakkan.
"Woi! Diem aja lo, lagi esek-esek terselubung?"
"Apaan sih anjir?" Ana sedikit tersentak. "Eh udah ya, gue mau liat rumah nih."
"Rumah lo sama Arga?"
Ana bergumam.
"Ya oke. Selamat esek-esek di rumah baru. Jangan lupa pengaman."
Ana segera mematikan telpon sebelum Karina kembali berucap yang tidak-tidak. Dia lalu menyeruput jus jeruknya hingga tandas sebelum berlalu memasuki rumah. Menghampiri Arga yang sedang bermain ponsel di sofa ruang keluarga, Ana segera duduk di pangkuan.
"Mau ngeliat rumahnya kapan?" tanyanya.
Arga mengalihkan perhatiannya pada Ana lalu tersenyum. "Sekarang aja gimana?"
"Boleh. Ya udah aku ganti baju dulu."
"Aku yang bakal gantiin baju kamu mulai sekarang."
Setelah menghabiskan waktu sekitar setengah jam—karena Arga yang sengaja bermain-main dengan tubuh Ana—keduanya akhirnya beranjak dari rumah Kakek. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih lima belas menit untuk sampai di rumah pemberian Kakek. Rumah ini bergaya minimalis, dengan dua kamar tanpa adanya pagar diluar. Rumah yang terletak di perumahan yang bernuansa hijau ini terlihat begitu asri dan bersih.
"Kakek emang jago kalo milih rumah," ucap Ana ketika memasuki rumah. "Aku yang minta sama kakek kalo rumahnya jangan diisi banyak barang. Barang dari kamu juga udah cukup."
"Kamu yakin gak ada yang kurang?" Arga menutup pintu di belakangnya dan memeluk Ana. Dadanya menempel dengan punggung Ana.
"Yakin, Ga. Lagian pas aku tinggal di apartemen juga barangnya gak banyak. Kenapa kakek gak ngasih apartemen aja?" Ana jadi teringat akan apartemennya yang akhirnya disewakan kini.
"Kalo di apartemen kurang luas, apalagi ini juga bakal jadi rumah kita sampe nanti. Sampe kita punya anak."
Mendengar kata anak membuat Ana sedikit menegang dan hal itu disadari oleh Arga yang kini mengelus lengannya.
"Aku masih inget hal itu, Floana. Aku gak mau kamu kesusahan nanti, aku mau kita punya anak di saat kita sama-sama udah siap."
"Emang kamu mau punya anak?"
"Why not? Rumah jadi gak bakal sepi."
Ana bahkan tidak memikirkan itu, bahkan bisa dibilang dia tidak memikirkan akan mempunyai anak. Dia sudah bisa membayangkan bagaimana kehidupannya nanti jika harus mengurus anak.
"Kita tour house yok, Ga."
"Oke. Jadi ke mana dulu kita, Mrs. Raditya?"
"Belakang dulu deh."
Rumah ini tidaklah besar, namun ntah mengapa mereka menghabiskan waktu cukup lama untuk berkeliling karena Arga mengeluarkan kelakarnya yang terkadang garing itu. Ana mencubit perut Arga yang berotot, sedikit merasa kesusahan.
"And this is our room." Arga membuka pintu ruangan di depannya.
Ana melihat kamar itu yang ukurannya sedikit lebih kecil dari kamarnya di rumah Kakek, namun masih tersedia kamar mandi di dalam dan ada juga walk in closet meskipun ukurannya jauh lebih kecil. Semuanya sesuai dengan kemauan Ana, kakek memang begitu mengerti dengan keinginan cucunya.
Ana duduk di tepian ranjang, melihat nakas di samping tempat tidur, di atasnya terdapat foto pernikahannya. Perlahan Arga yang sedang berdiri berjalan menghampirinya, tubuhnya sedikit menunduk agar bisa mensejajarkan wajahnya dengan Ana.
Nafasnya berhembus di wajah Ana. "Aku masih gak tau harus gimana, kamu sekarang udah ada di depan aku. Udah jadi milik aku." Dia membawa satu tangan Ana yang mengenakan cincin yang sama dengannya. "Udah jadi istri aku. Padahal dulu aku ngerasa kamu bakal jauh dari aku."
"Makanya, jangan kebanyakan berkhayal aneh-aneh." Ana membiarkan punggung tangannya dicium Arga.
Ciuman Arga berlanjut hingga ke bibir manis Ana, mengecupnya perlahan lalu dalam dan semakin dalam. Tangannya merebahkan tubuh Ana di sana tanpa melepaskan pagutannya. Sementara di bawahnya, Ana bergeliat gelisah, dia mendorong dada Arga pelan.
"Ga—"
"Aku bawa pengaman, Floana."
"Tapi—"
"It's okay, I'll be gentle. Pegangan sama aku kalo kamu takut."
KAMU SEDANG MEMBACA
TMH 2 - Hold Me Tight ✔️
RomanceMAU DIBENERIN A sequel to Take My Hand 17+ (Terdapat kata-kata kasar dan attitude yang tidak baik) Status Ana kini sudah berganti menjadi istri dari seorang Arga. Ana mengira kehidupannya dengan Arga akan dilaluinya dengan baik-baik saja namun terny...