Bagian 77

171 14 12
                                    

Halo. Selamat bermalam minggu.

Siap-siap sebentar lagi berpisah.

***

"Lagi beres-beres?" tanya Ana heran ketika melihat Evan memasukkan barang-barang ke dalam box.

Evan—yang masih memasukkan beberapa barang—menoleh. "Bukan."

"Terus?"

Dia berdiri dan menghampiri Ana. "Gue pernah bilang kan kalo gue gak bisa ada di sini terus. Bokap sakit dan gue harus ke sana."

"Tapi ...."

"Gue mau kirim semua barang-barangnya sebelum gue ke sana, Ana."

Ana mengangguk, dilihatnya boks-boks itu. "Lo gak bakal ke sini lagi?"

"I've no idea."

Kedua kaki Ana melangkah, menyusuri apartemen Evan, merasakan sensasi kosong juga dengan hatinya. Dia tidak tau apakah dia bisa jika Evan tak ada di sisinya. Evan sudah membantunya tertawa, melepaskan segala resah dalam dadanya, lalu kini laki-laki itu akan pergi?

"Ana." Evan memegang kedua pundak Ana dari belakang. "Ada apa?"

Ana menggeleng, punggung tangannya mengusap matanya. Ntah mengapa dia menjadi cengeng begini. "Lo udah urus semuanya?"

"Iya. Look at me, Ana. Ada apa?"

"Kenapa tiba-tiba?"

"Maaf. Tapi gue pergi nanti, setelah pameran," ujar Evan. Dia bergerak mundur lalu memutar lagu dari ponselnya. "Say it, Ana. If want me to stay, I'll stay."

Ana menerima uluran tangan Evan lalu menggelen pelan. "Siapa gue berhak ngelarang lo pergi?"

"Lo Ana. Perempuan yang gue sayang." Tangan Evan kini memeluk pinggang Ana. "Apa yang lo mau, Ana? Bilang."

"Gak ada."

"Oh ya? Gimana kalo gue bener-bener gak bakal balik lagi ke sini? Gimana sama lo?"

"I will be fine."

"Liat gue Ana. Liat mata gue." Evan menaikkan dagu Ana, menatap kedua mata perempuan itu. "Lo bohong sama gue. Kenapa?"

Kedua tangan Ana yang berada di dada Evan itu setengah bergetar, dia tidak bisa terus-terusan menatap mata Evan. Namun Evan kembali menarik dagunya, memaksanya untuk menatap kedua mata laki-laki itu. Akan jadi apa dirinya jika Evan pergi dari sini? Bisakah dia kembali seperti dulu sebelum bertemu dengan Arga? Atau mungkin Ana malah akan terpuruk.

Tangan Evan mendorong tubuh Ana agar semakin mendekat, kepalanya menunduk hingga hembusan napasnya terasa di wajah Ana. "Come with me, Ana. Start a new life," katanya lembut, "with me," lanjutnya.

***

Setelah cukup lama Ana mengabaikan pesan dan telpon darinya, kini istrinya itu mengiriminya pesan, berupa alamat.

Love : Come

Singkat. Tapi sudah cukup membuat Arga senang. Dengan cepat Arga mengambil jaket dan kunci mobil lalu segera berlalu menuju restoran tempat di mana Ana menunggu. Sesampainya di sana, seorang pegawai restoran mengantarkan Arga menuju salah satu ruangan ketika dia menyebutkan nama Ana.

Arga melihat pintu di depannya tertutup, tangannya sudah berada di handle pintu namun ntah mengapa dia merasa takut. Jantungnya berdegup kencang, dia meragu sesaat sebelum akhirnya memberanikan diri membuka pintu geser itu. Dilihatnya Ana yang sedang duduk di sana dengan segelas minuman beralkohol di tangan. Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan ekspresi.

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang