Bagian 26

181 7 0
                                    

Jemari Ana berulang kali menghapus ketikkan di ponselnya, semula dia berniat ingin memberi pesan pada Arga namun ragu dia lakukan. Ntah sudah berapa kali Ana menghapus ketikkannya sendiri. Jam di atas nakas sudah menunjukkan pukul sepuluh dan sejak sore dia belum bisa memberi pesan satupun. Akhirnya karena frustrasi, Ana memutuskan untuk menelpon Arga. Namun hingga tiga kali dia melakukan panggilan tak ada satupun yang dijawab.

Kening Ana berkerut, apa mungkin Arga sudah tidur? Tentu tidak, karena Arga selalu menghubunginya malam hari bahkan larut malam. Tapi bisa saja Arga kelelahan karena aktivitasnya hari ini.

Ana merebahkan badannya di atas ranjang dengan kedua mata terpejam. Dia merasa bosan dengan keadaan sekarang, tak ada clubbing tak ada suasana riuh. Ana terpikir akan DVD yang pernah Arga bawakan untuknya kala itu, dan Ana sama sekali belum membukanya. Dia meloncat turun dari ranjang dan beralih mengambil kotak kardus di dalam walk in closet. Dia mencari posisi enak di atas ranjang seraya memilah-milah DVD. Kebanyakan DVD itu berisi film romansa, beberapa remaja dan young-adult, ada juga fantasi dan beberapa thriller dan horor. Ana akhirnya memilih salah satu DVD horor berjudul Hereditary.

Mulanya Ana merasa biasa, namun setelah beberapa saat dia mulai merasa resah dengan filmnya.

"Anjir nih Arga ngasih gue film ginian!" desisnya lalu segera mengganti film itu dengan judul lainnya secara asal.

Film yang dia putar ternyata berjudul Me Before You. Ana baru saja hendak menikmati film itu ketika suara dering ponsel berbunyi, dia mengambil ponselnya dan men-slide-nya namun suara itu masih berbunyi. Dia sadar jika bunyi itu bukan berasal dari ponselnya melainkan ponsel pemberian Evan. Ponsel itu juga menampilkan nama kontak Evan.

"Ya," buka Ana setelah tiga kali panggilan.

"I thought it would be so long for you to pick it up." Evan menyeringai. "Apa kabar? Gue lupa nanya kabar lo tadi."

"Penting?"

"Tentu, Ana. Semuanya hal kecil dari lo itu penting bagi gue. Lagi nikmatin waktu malem sendirian lo?"

Ana bergumam. Dia malas meladeni Evan, dia sengaja mengangkat panggilan ini agar besok Evan tidak mencari-cari dirinya.

"Kapan pun Ana, kapan pun lo butuh gue, lo bisa langsung hubungin gue. Gue bakal dateng nemenin lo."

"Lo gigolo?"

Di seberang sana Evan tertawa renyah. "Might be. Tapi gue udah berhenti, karena lo. Gue gak mau jadi panggilan cewek lain selain lo."

Fokus Ana terpecah, dia tidak bisa menonton film di laptopnya. Film itu terpaksa harus dia jeda kemudian dia beranjak menuju jendela dan menyibak tirai sedikit. Tak ada sosok Evan sejauh matanya memandang.

"Forgive me, Floana." Setelah terdiam beberapa saat, Evan berujar sendu. "I didn't mean to hurt you."

Ana tadinya tidak mengerti apa yang dibicarakan Evan namun dia kembali mengingat ucapannya siang tadi.

"Gue terpaksa."

Ingatan Ana bermain ke beberapa bulan yang lalu ketika dia disekap. Jujur, yang lebih menyakiti dirinya adalah Glenn, bukan Evan, bahkan dia juga turut membantu Arga. Tapi tetap saja Evan juga bersalah.

"Besok lo ada acara? Mau makan siang sama gue?"

"Lo tau jawaban gue," jawab Ana datar.

Evan menghela nafasnya berat. "Minggu besok gue bakal ke Amsterdam. Just in case gue gak balik lagi. Nonton?"

"Shut up!"

"Dia gak tau. Arga gak di sini. Atau lo mau gue jemput ke rumah?"

"Bloody hell!"

"Gue suka lo ngumpat. Sexy." Evan menyunggingkan senyumnya. "Gue bakal kangen sama muka lo, suara lo dan umpatan lo. Semuanya bakal jadi memori manis di kepala gue, Ana."

Ana baru saja hendak memutus panggilan itu ketika dia mendengar suara Evan.

"Good night and sleep well, Floana."

***

Ana terbangun di pagi hari bukan karena alarm ponselnya melainkan dering panggilan masuk. Masih dengan mata setengah memejam, dia mengangkat panggilan itu.

"Baru bangun?" tanya Arga di seberang sana, suaranya terdengar lembut.

Ana bergumam serak.

"Maaf, semalem aku ada urusan jadi gak sempet nelpon kamu. Maaf, Floana."

"No prob."

"Kenapa nelpon duluan?"

Ana termenung, apa dia harus menceritakan semuanya pada Arga?

"Kamu gak apa-apa, kan?" suara Arga terdengar khawatir.

"Aku... gak apa-apa. Cuma," Ana memberi jeda. "urusan apa emangnya semalem? Balapan?"

"Iya, rumah juga masih rame."

Ana menghela nafasnya pelan. "Semalem Evan nelpon," katanya cepat dalam satu tarikan napas.

Terdengar suara pintu ditutup, kemudian Arga menghela nafasnya berat dia tidak langsung membalas. "Dia ngomong apa aja?"

"Nanya kabar kayak biasa... juga ngajak makan siang bareng."

"Jawaban kamu gimana?"

"Ya aku jawab gak."

"Ini yang aku takutin karena jauh dari kamu. Orang itu... gak bakal ngebuang kesempatan ini."

Ana menunduk, menatap ke arah selimutnya, dia tidak tau harus berkata apa.

"Maaf aku gak bermaksud untuk ngebentak kamu. Aku percaya sama kamu, Floana. Aku yakin kamu bisa ngehadapin dia."

"Yeah, aku juga udah pernah berurusan sama dia."

"Floana, pake terus cincinnya ya? Biar yang lain tau kalo kamu udah jadi milik aku. The only one. Oke?"

"Ya, Ga."

"I love you."

"Love you more."

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang