Bagian 75

139 11 7
                                    

Halo, para pembaca!

***

Arga tau dia sudah kalah dalam memenangkan hati Ana. Hal itu sudah tidak bisa dipungkiri. Ini semua salahnya, dia ingin memperbaiki keadaan, mengubah segalanya dan memulai dari awal.

Keadaan Ana yang begitu kacau paska tau mengenai keguguran yang dialaminya membuat Arga pilu. Dia tau Ana menangis dalam diam sesaat sebelum tidur hingga kedua mata itu bengkak, lalu ketika menghabiskan waktu di teras belakang, Ana juga akan menangis. Tapi istrinya itu tak mau bercerita dan berbagi, memilih menyimpan untuk diri sendiri sampai Arga dibuat khawatir setengah mati. Belum lagi Ana yang semakin tidak mau berbicara dengannya.

Tubuh istrinya itu kian hari kian kurus karena Ana selalu tidak bernafsu untuk makan, mungkin sehari dia hanya makan sekali itupun kadang harus dengan paksaan. Yang menyakitkan bagi Arga selain itu adalah ketika Ana memintanya mengantar ke sebuah gedung apartemen. Arga mengikuti Ana sampai di atap dan terkejut ketika melihat Evan ada di sana. Laki-laki itu bahkan dengan mudah membujuk Ana hingga Ana meluruh dan menangis dalam pelukan Evan.

Arga kalah. Ana nyatanya berani membuka semua isi hatinya di pelukan Evan, bukan pelukannya. Arga juga hampir lupa kapan terakhir Ana memeluknya. Sebulan yang lalu atau mungkin dua bulan yang lalu.

Dengan perasaan teriris, tanpa sadar Arga menangis. Menangisi tangis memilukan Ana dan juga fakta di depannya.

Dan Arga tidak bisa melarang ketika Evan meminta izin pada Kakek untuk membawa Ana. Dia tau Evan adalah sumber semangat Ana dan karenanya Arga juga tidak mau ikut. Dia memilih membiarkan Ana mencari kembali kehidupannya. Tapi tak bisa Arga pungkiri jika hatinya sakit, remuk redam melihat Ana di sana, tertawa bersama dengan Evan, suatu hal yang tidak bisa dia lakukan bersama Ana. Seakan tanpa adanya penghalang, Ana berucap dan bercanda.

Ana memiliki sandaran lain. Sandaran yang tak pernah Arga bayangkan. Harusnya Arga yang ada di sana. Harusnya Arga yang menjadi sandaran bagi Ana dalam setiap situasi. Tapi semuanya terlambat, matahari sudah turun dan semuanya masih sama.

Meskipun Ana berdiri di depannya, namun jarak yang tadinya hanya berupa jurang kini berubah menjadi samudra. Terlalu luas. Terlalu dalam. Jika Arga memaksa untuk mendatangi Ana hasilnya adalah satu, mati.

Kerenggangan antara dirinya dan Ana kini semakin terasa dan keluarga Ana menyadari itu. Kakek seringkali mengajaknya berbincang serius namun sebisa mungkin Arga berkilah. Dia tidak mau kehilangan Ana. Dia tidak mau Ana pergi darinya.

"Apa? Gue gak salah denger, kan? Lo minta bantuan gue buat jelasin ke Ana?" Karina sedikit mencondongkan tubuhnya. "Udah gila kali lo, Ga."

"Karina, gue gak tau lagi harus gimana."

"Ini masalah lo, lo yang harus beresin sendiri. Ini masalah yang lo buat dan asal lo tau gue bukan lagi informan lo."

"Gue tau, cuma gue gak mau kehilangan Floana," ucap Arga parau.

Karina berkacak pinggang. "Baru sekarang lo ngerasa gak mau kehilangan Ana? Dari kemaren lo ke mana aja?" katanya. "You already lose her."

"Please."

"Ga, lo tau kan kalo Ana itu gak gampang dibuat terpukau karena dia itu anak orang kaya, semua kebutuhannya lebih dari cukup. Lo tau kenapa dia betah sama Darren? Karena Darren ngehargain Ana. Dan sekarang dia deket sama Evan, tau lo karena apa? Karena Evan ngasih kenyamanan yang gak lo kasih. Harusnya lo sadar diri Ga, semenjak lo nikah sama dia semuanya berubah."

Arga menyimak perkataan Karina tanpa menyela sama sekali.

"Pas lo tunangan sama dia, lo baik banget Ga. Lo rela berkorban demi Ana, tapi sekarang apa? Apa yang lo kasih ke dia? Kalo gue tau dari awal semuanya bakal kayak gini, gue bakal rusak semuanya. Gue gak peduli Ga, karena perasaan Ana itu lebih penting. Sekarang ... sekarang lo mau gue nolongin lo? Udah gila lo."

"Kar—"

"Dan lo tau gak sih yang paling miris itu apa? Ana gak pernah cerita ke keluarganya ataupun keluarga lo. Cuma gue sama Kelly yang tau. Dan lo tau gimana baiknya dia nahan semuanya, Ga."

"Gue bener-bener udah buntu, gak tau harus gimana."

"Simpel Ga, lepasin Ana. Itu harga yang harus lo bayar karena berani mainin perasaan orang!" Karina menutup pintu dengan keras hingga berdebam.

Arga jatuh. Dia bingung. Dia berada di jalan buntu.

Air mata Arga meluruh, melihat tidak ada kesempatan lagi baginya untuk memeluk Ana. Semuanya hilang. Kesempatan yang sudah diberikan Ana telah Arga abaikan. Kini hatinya semakin remuk dan sakit. Dia mencintai Ana. Sungguh. Dan dia tidak mau kehilangan Ana.

TMH 2 - Hold Me Tight ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang