Chapter 48 (season 3)

130 26 32
                                    

Bukan Firaun
Chapter 48 (season 3)

Kampung kecil di pinggiran Jakarta Selatan itu tampak adem ayem. Sekitaran memang telah bermunculan gedung-gedung tinggi, namun rumah-rumah yang telah ditinggali puluhan tahun itu masih bertahan dengan segala kearifan lokalnya.

Infiltrasi budaya asing tentu ikut mewarnai. Dimulai dari budaya Amerika seperti jeans, coca cola, burger, R&B, Hollywood dan sepatu Nike.

Jepang menyusul, dateng ke Indonesia melalui Candy-Candy, Kungfu Boy, Doraemon, Voltus, Saint Seiya, Takuya Kimura dan Harajuku style.

Berlanjut ke budaya Meteor Garden di mana pengeriting rambut di salon-salon musnah berganti dengan berbagai teknik ngelurusin rambut. Banyak cewek yang seneng kalo sipit dan putih biar dianggap mirip Sanchay dan dapet cowok seganteng Wo Ce Ley. Semenjak itu kulit sawo matang menjadi kurang diminati apalagi puncaknya ketika Korea Selatan gak mau kalah ikut mewarnai kehidupan di Indonesia dengan jargon wajah tanpa pori-pori, mengkilat dan body setipis kerupuk.

Nah yang terakhir walaupun sebenernya sudah ada di Indonesia semenjak ratusan tahun yang lalu adalah tuduhan infiltrasi budaya Arab.

Kontroversi gak abis-abis membahas infiltrasi budaya. Setiap golongan saling melempar tuduhan dan merasa paling benar. Sampai-sampai segala jenis binatang menjadi korban. Manusia yang berantem, mereka yang dijadiin makian.

Arabisasi atau perintah Allah?
Nasi kebuli atau teobokki?
Batik atau kemeja berdasi?
Gamis atau baju koko dengan sarung?
Mukena atau khimar panjang menjuntai?

Muhammad Akmal dan Nurhala sedang belajar untuk mewarnai kehidupan dengan mengikuti Tuhannya, mengikuti agamanya.

Seperti saat itu mereka saling memperjuangkan kebenaran.

"Anti itu aneh, dulu ana gak mau punya anak, anti marah, nangis, baper. Sekarang giliran ana mau tambah anak, anti nolak. Gimana sih?" Akmal ngomel sambil rebahan di samping istrinya.

"Khaulah belum lagi dua tahun, nanti lah kalau sudah lewat masa menyusui." Hala melepas kaos kakinya dan memijit jempol-jempolnya.

"Mana ada dalil melarang punya anak lagi sebelum dua tahun? Mana?" tantang Akmal sambil ikut mijitin jempol kaki istrinya.

"Lho kok bawa-bawa dalil? Kan memang kata ulama juga bagusnya di perjarak anak tuh! Biar mereka mendapat hak gizi yang baik." Nurhala bersikeras.

"Khaulah sudah empat belas bulan, kalau pun sekarang kita program lagi, belum tentu jadi langsung. Udah gitu jaman canggih, kita juga punya dananya, tinggal makan yang bergizi kalau anti hamil. Khaulah masih bisa disusui sekaligus hamil."

"Gak mau, tunggu nanti Khaulah dua tahun."

"Anti ngelawan suami?"

"Kamu melawan dalil?"

"Dalil yang manaaaa?"

"Dua tahun menyusui."

"Itu aja cuma sebaiknya bukan wajibnya weeek."

"Ya udah ikutin aja yang umum."

"Ana mau punya anak lagi pokoknya."

"Saya juga mau, tapi tunggu Khaulah dua tahun."

"Sekarang!"

"Saya juga belum haid."

"Terus kenapa anti takut kalo gitu?"

"Pokoknya tetap pake kondom."

"Gak mau, gak enak."

"Pil."

Bukan FiraunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang