Chapter 72

99 22 27
                                    

Bukan Firaun
Chapter 72

Seharian Akmal sebenarnya sibuk bertemu investor untuk laporan keuangan bulanan, ditambah menyelesaikan urusan birokrasi terkait urusan expor. Seperti biasanya, Jakarta adalah kota yang sibuk. Kemacetan adalah makanan sehari-sehari yang bikin manusia tua di jalan.

Tadi pagi Akmal hanya tidur dua jam di mobilnya di pom bensin, Dimalam hari dia masih harus berhadapan dengan orang tua Kanayya. Diinterogasi sedemikian rupa seakan-akan dia yang telah berbuat. Sedang Hasani tidak bisa santai, terus salah bicara.

Akmal tidak bisa menolongnya lagi. Sekeras apapun Hasani berusaha meyakinkan calon mertuanya bahwa semua kabar itu tidak benar, tetap saja kesaksian Kanayya yang telah mengetahui beberapa aib-nya sangat memberatkan.

Buat keluarga sederhana seperti mereka, apa yang pernah dilakukan Hasani tak bisa diterima. Mereka tidak akan pernah redho memberikan putrinya kepada ahlu maksiat.

Hasani pulang duluan tanpa bicara apa-apa lagi ke Akmal dan Kakaknya.

Akmal pulang ke rumah dengan wajah muram. Ketika istrinya membuka pintu, Akmal mengucapkan salam dan langsung duduk di meja makan. Dia belum sempat makan malam.

Hala buru-buru mengambilkannya sambil berkata, "ini dari acara khitbah Naya, Bang."

Akmal bengong. Ketika piring berisi nasi dan lauk pauk dihidangkan di hadapannya dia jadi hilang nafsu makan.

"Anti ngomong apa sama teman anti?" tanya Akmal pelan.

Nurhala tidak menjawab, cuma memilin-milin ujung taplak meja dengan tangannya.

"BRAK!" Akmal menggebrak meja, "anti ngomong apa sama teman anti? JAWAB!" Akmal membentaknya.

"Sa ... saya ..." Nurhala kembali meneteskan air mata. Sehari ini dia telah menangis berkali-kali.

"Apa bedanya anti sama Hasani kalau begitu? Anti benci ketika Hasani melakukannya, tapi sekarang anti juga melakukan hal yang sama? Anti belum tahu ya kalau pertunangan dibatalkan? Puas sekarang?"

"Sa ... saya tidak bermaksud, ya Allah sekarang kamu kasar sama saya, Bang." Hala tersedu.

"Ana capek dengan semua masalah ini. Ana pikir semua sudah beres, sekarang ana harus khawatir lagi dengan Hasani. Ana pusing jadinya."

"Hasani lagi! Hasani lagi! Kenapa Abang cuma mikirin dia? Kenapa Abang gak mikirin saya? Gak mikirin Khaulah? Abang sibuk aja ngurusin orang lain tapi melupakan anak istri. Sekarang istri gak salah apa-apa malah dibentak-bentak. Abang kelewatan."

"Hala! Ana melakukan semua ini demi melindungi kalian semua. Hasani tidak sama dengan Hasani yang dulu. Dia yang dulu pun sudah hampir bisa memisahkan kita. Dia yang dulu saja berani menusuk ana tanpa rasa takut dan sesal, apalagi Hasani yang sekarang?"

"Ana setengah mati berusaha melembutkan hatinya, karena memang ana juga punya andil membuat dia jadi orang yang kejam. Ana laki-laki, tau rasa benci menjadi lemah dan dikalahkan orang lain. Ana melakukan semua itu demi hidup tenang ke depan. Tapi anti terlalu bodoh untuk bisa paham. Atau terlalu sok pintar sehingga merasa lebih tau."

"Hasani itu bisa memotong kuping orang dihari pertama dia bergabung dengan Borya. Dia bisa menembaki orang cuma buat bersenang-senang. Ana juga bisa berbuat kejam tapi melalui proses panjang, melalui waktu tahunan hidup di jalanan. Sedang Hasani labil dan hatinya menyimpan amarah yang baru saja bisa dia atasi. Sekarang anti membalikkan lagi ke titik nol. Merusak hasil kerja keras ana selama ini."

"Ooh jadi Abang takut sama Hasani? Makanya Abang jadi menjilat ke dia gitu? Saya juga harus gitu? Senyum aja waktu dia ngata-ngatain dan melecehkan saya? Jadi begitu ya mau kamu selama ini?" Tanpa menunggu jawaban Hala terus mengamuk.

Bukan FiraunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang