Chapter 78 (season 4)

95 24 15
                                    

Bukan Firaun
Chapter 78 (season 4)

Malam itu langit terang, terlihat bintang bertaburan tanpa bulan. Rumah itu terletak di Ubud Bali. Disain modern minimalis namun dikelilingi dengan alam pegunungan khas Bali. Akmal dulu mengira pemilik rumah itu adalah Daddy, yang dia tidak pernah tahu namanya. Ternyata semua surat-surat atas nama Katya.

Akmal berdiri memandang rumah tersebut yang pagarnya rendah dan tidak berpengaman ketat. Dia yakin untuk masuk ke sana mudah saja, namun tetap saja merasa berat.

Selama lima tahun Akmal tinggal di rumah tersebut, dari remaja kurus yang tertindas hingga menjadi laki-laki dewasa yang mandiri.

Di rumah itu dia merasakan kasih sayang dan perhatian. Di rumah itu dia pernah merasakan kebahagiaan walaupun saat ini tidak mau mengingatnya lagi.

Akmal terpaksa datang untuk memeriksa jejak-jejak yang tersisa. Dia gak mau lagi ada kenangan yang menghantui hidupnya yang sekarang. Cukuplah pengalaman terakhir menjadi pelajaran. Dia harus berbuat untuk mencegah kerusakan yang lebih lagi.

Semenjak Hasani mengirim surat perpisahan, dia dan Shin tak pernah lagi diketahui kabarnya, hilang bagai ditelan bumi.

Kemarahan Akmal terhadap Hasani reda dengan cepat seiring dengan membaiknya rumah tangganya. Akhirnya Akmal telah menyadari, sesuatu yang sudah dia kubur di masa lalu tetaplah menghantui istrinya. Hasani adalah pemicu utama. Akmal akan memberikan waktu untuk semua pihak menerima kenyataan.

Akmal dengan mudah membuka kunci. Dengan keahlian lock picking-nya dalam sekejap berhasil masuk.

Furniture-nya banyak berubah, tapi dia masih mengenali beberapa yang tersisa. Akmal membuka semua laci, namun telah dikosongkan. Akmal masuk ke kamarnya yang menghadap ke timur, memandang berkeliling, mendapati semua juga telah kosong. Akmal tidak merasa itu melegakan. Kemanakah semua barang-barangnya? Apakah sudah dibuang? Tapi Hasani bilang ketika tinggal di situ, baju-bajunya masih ada. Shin juga menceritakan detil isi kamar ketika tinggal di sana. Masih sesuai dengan isi kamar semasa dia tinggali.

Kemana papan surf-nya? Papan skate, action figure yang banyak di atas meja. Semua baju dan sepatu serta tetek bengek lainnya.

Ruangan itu hanya tinggal ranjang dan lemari kosong saja.

Setelah itu Akmal memeriksa kamar lain yang juga hanya tersisa furniture saja. Mungkin ini kerjaan Borya dan Katya agar rumah bersih sebelum dijual. Dia keduluan.

Akmal menghela napas. Dia sudah mendatangi apartemen Pluit dan rumah Surabaya. Keadaannya sama aja. Kosong melompong.

Akmal sekarang berdiri di tengah-tengah ruang besar di mana ruang makan, ruang rekreasi dan bar menjadi satu. Otomatis matanya melihat ke sebuah sudut lalu dia jalan mendekat. Di raba guratan-guratan yang ada di pintu kayu tersebut. Dulu Katya selalu mengukur tinggi badannya di situ. Masih ada sisanya. Akmal lalu mengukur tinggi badannya sekarang, ternyata masih sama dengan guratan terakhir. Dia terkekeh.

Lalu matanya menangkap sebuah goresan kecil.

V.

Hanya satu senti di bawah tinggi badannya. Akmal bisa mengira, itu tentu inisial Vladislav alias Hasani. Diukur disudut yang sama dengan miliknya.

Akmal bergeser bola matanya melihat setiap sudut ruangan. Ingatannya kembali ke tahun-tahun di mana dia masih berada di sana. Dia mengepel ruangan, mengelap semua perabot dari debu. Membersihkan kaca dan menyiapkan makanan.

Akmal lalu melihat sesosok perempuan masuk dan menegur dirinya yang masih berusia lima belas tahun.

"Em, umur lo berapa sih?" tegurnya lembut.

Bukan FiraunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang