Chapter 62

108 26 26
                                    

Bukan Firaun
Chapter 62

Hala gondok melihat suaminya semakin nempel dengan Hasani. Walaupun memang benar kalau dia jadi tidak diganggu. Beberapa kali berpas-pasan, Hasani sama sekali tidak menoleh dan menegur. Bagaikan Hala tidak terlihat.

Ta'aruf berjalan lancar. Orang tua Kanayya telah bersedia membuka pintu khitbah setelah Hasani bilang dia tidak perlu nadzor lagi karena masih ingat wajah Kanayya.

Hubungan Hala dan Kanayya jadi renggang. Mereka masih berkomunikasi namun kentara kalau Kanayya menjaga jarak.

Hasani menjadi akrab dengan Akmal namun tidak dengan ikhwan ABC.

Hasani cuma datang ke kantor kecil di samping toko Abah jika dipanggil Akmal saja. Setiap bertemu ikhwan ABC dingin tidak berusaha merapat.

Saat itu Hasani berdiri di depan pintu tidak mau duduk.

"Has! Duduk napa sini! Bang Akmal lagi nerima telepon." ikhwan B menggeser bangku yang beroda di sampingnya.

Hasani mengambil bangku tersebut, menyeretnya ke ujung ruangan, duduk memunggungi semua sambil main hape.

Ikhwan ABC pandang-pandangan. Mereka sudah hapal kelakuan Hasani jadi mulai terbiasa.

"Lil! Gua denger di rumah Naya mau ada acara lho pekan depan." ikhwan A mulai membuka potensi ghibahin akhwat.

"Terus kenapa?" ikhwan C santai aja.

"Emangnya lu gak kepo? Kata Mak gua dari tetangganya yang masih sepupuan sama besannya ipar Abu Kanayya mau ada lamaran katanya." ikhwan A memberi informasi kelas A.

"Ya Allah puyeng gua dengernya." ikhwan B hasil tes IQ-nya emang rendah.

"Naya kan belom lulus? Masa mau lamaran aja?" ikhwan C masih gak percaya.

"Lah emang kenapa kalo belom lulus? Akhwat kan enak gak harus mikir cari duit." ikhwan A julid banget.

"Tapi mereka pusing kalo jelek." ikhwan B sadis.

"Lha emang kita juga gak pusing?" ikhwan A sadar diri.

"Enak aja, gua enggak tuh. Gua kan ganteng." ikhwan B mah pede.

"Ganteng palelu, di posisi chart ikhwan ganteng kampung ini lu masuk sepuluh besar aja kagak. Ama Pak Erte aja gantengan Pak Erte." ikhwan A sadis.

"Yah masa masih harus saingan sama yang udah punya bini?" ikhwan B jadi sedih.

"Ya tetep aja saingan, mereka kan masih bisa nambah bini." ikhwan A makin nakut-nakutin.

"Apaan sih lu kalo ngomong asal aja, San! Serius nih emangnya Naya mau dilamar siapa?" ikhwan C mulai ketar-ketir.

Hasani memutarkan badannya dan menjawab tanpa ekspresi.

"Gua!"

Ikhwan ABC melongo.

"Gua yang mengkhitbah Naya." Setelah mengatakan hal itu Hasani memutarkan kursinya lagi kembali sibuk dengan hape-nya.

Ruangan hening cukup lama sampai ikhwan C berdiri dan keluar ruangan. Hasani bodo amat.

"Has! Yang benar, Has? Lu mengkhitbah Naya? Kok gak ngasih tau kita-kita?" ikhwan A memastikan.

Tanpa membalikkan badan, Hasani berkata, "emang lu siapa harus gua kabarin?"

Ikhwan B menggeserkan kursinya merapat ke Hasani.

"Lu kenapa sih kayak benci banget sama kita-kita, Has? Emang salah kita apa?"

"Geer banget, siapa yang benci?"

"Udeh biarinin aja dia, Dran! Belagu dia sekarang mentang-mentang udah sukses." ikhwan A mulai gak sabaran.

Bukan FiraunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang