Chapter 63

96 23 11
                                    

Bukan Firaun
Chapter 63

Malamnya Akmal menemui Hasani di kamar hotel.

"Vlad! Sudah habis berapa bayar ni kamar?" Akmal masih aja ngurusin bayaran hotel.

"Biarin aja! Uang haram ini." jawab Hasani ringan.

"Oh, iya juga ya!" Akmal berjalan mengitari ruangan, lalu mengecek kulkas.

"Ngapain lu? Enggak! Gua gak minum." semprot Hasani.

"Hehe, kok tau gua lagi ngecheck miras?" barulah Akmal duduk dan mengeluarkan sesuatu dari tas besarnya.

"Catur?" Hasani melihat.

"Kata anak-anak, antum jago main catur? Ana susah nyari lawan sekarang ini. Biasanya main dengan Shin."

"Weh, berani lu nantangin? Gua juara kecamatan lho." Hasani mengeletekkan tangannya, membuka papan catur dan mulai menyusun bidak. Hasani memilih putih.

"Mainnya jangan di sini yuk! Gak asyik! Cari tempat yang lebih seru!" pinta Akmal.

Sreeet! Dalam sekejap mereka berpindah tempat. Dengan keahlian membuka kunci, mengendap-ngendap, menggelar selimut, dua begal itu akhirnya main catur di lantai teratas hotel beratapkan langit.

Mereka juga tidak lupa membawa cemilan serta minuman ringan.

Bidak catur kembali disusun, Hasani memajukan pionnya membuka permainan.

"Mal, maaf ye! Tadi ngungkit-ngungkit masa lalu."

"Laa basa, tapi antum lega kan sudah mengeluarkan semua uneg-uneg?" tanya Akmal sambil memajukan bidaknya.

"Gua lega sekaligus sedih. Mereka sahabat gua, tapi mereka berkhianat."

"Karena mereka nengokin ana di penjara?" tanya Akmal.

"Bukan, karena mereka nyepelein perasaan gua. Menuduh gua yang bukan-bukan dan sok jadi penengah." sahut Hasani.

"Maafkan ana ya, Vlad!" Akmal masih belum berhenti meminta maaf.

Hasani mulai memajukan kuda, "gak usah minta maaf lagi, Mal! Gua udah lega ngeliat lu sekarang ini jadi orang bener. Gua lega, Nur dapet suami yang baek. Jagain Nur yak, Mal! Dia tuh sahabat gua, walaupun dia jahat, rese, kagak punya perasaan, bego, to ... "

"Ehem!" Akmal memajukan ster.

"Lol!" Hasani menyelesaikan kalimatnya lalu ngeliatin papan serius.

"Mal! Pagi-pagi ster udah maju aja! Gua ingetin ya! Satu kampung tuh takut sama kuda gua. Skak ster!" Hasani memajukan kudanya dan menyekak mentri hitam milik Akmal.

"Tapi kalau mentri ana sudah masuk ke depan, antum pasti nangis." Akmal bukannya memundurkan ster-nya malah memajukannya.

"Ster masih pagi ke depan, bisa celaka dihadang pasukan. Terlalu agresif." nilai Hasani.

"Kadang kita harus cepat melakukan tindakan, di saat musuh lengah sehingga tidak sempat melakukan perlawanan."

"Kayak lu dulu ngerebut Nur."

"Maafin ana!" Akmal membawa sternya ke sisi lain, membuat Hasani harus membuka pertahanan di bagian situ.

"Gak usah minta maaf lagi, Mal! Gua bukan maksud mau ngungkit, justru mau minta saran. Jujur gua merasa bersalah ke Naya. Dia gak layak dapet gua yang sekarang ini. Gua gak kayak lu yang dulu kepedean mau dapetin akhwat sholihah." Hasani sih kalo ngomong gak mikirin perasaan orang.

"Wkwk, iya yak ana kepedean?" Akmal bukannya tersinggung malah ngakak.

"Ya emang beda sih, lu pasti gak tahu ya betapa berharganya akhwat sholihah tuh? Maksud gua dulu."

Bukan FiraunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang