Chapter 52

122 22 18
                                    

Bukan Firaun
Chapter 52

Akmal janjian dengan Hasani dan Shin jam 11 malam di pengkolan dekat toko buah Abah.

Akmal mampir pulang dulu untuk menengok istri dan anaknya sekalian tukar kostum.

Akmal masuk rumah nyerocos aja, sudah lupa kalau perginya dalam keadaan marah.

"Hala-Hala-Hala, ana mau jalan ya malam ini! Kio tadi telepon mau gerebek genk motor. Ana mau pastiin kalau anak sini gak ada yang kena." Akmal minta ijin.

"Sama siapa aja, Bang?" tanya Hala.

"Ahsan, Badran, Olil dan...Shin, Hasani," jawab Akmal.

"Bang..." belum selesai Hala ngomong sudah dipotong oleh suaminya.

"Udah, anti tenang aja ya! Ana akan ikhtiar dulu mengajak mereka berdua. Kalau ada tanda-tanda mudorotnya semakin besar, ana akan hentikan. Hasani tadi bilang dia mau ta'aruf, mau cari istri. Ana mau lihat kelanjutannya." Akmal bercerita.

"Ta..tapi..."

Akmal mencium istrinya biar mingkem. Setelah itu kembali membujuk.

"Dah ya tenang aja! Selalu ada resiko ketika kita ingin mengajak orang menuju kebaikan. Gak ada yang mudah dalam perjuangan. Masa kita mau cuek aja ketika orang-orang terdekat tersesat? Apalagi tersesatnya gara-gara ana lagi. Ana yang bikin Hasani dan Shin jadi begitu."

Hala menatap sedih. Dari dulu memang suaminya jika punya keinginan selalu dijalankan dengan total. Suaminya orang yang berani menghadapi resiko. Atau mungkin terbiasa dengan resiko.

Hala tau, suaminya suka tantangan, suka dengan adrenalin, tidak bisa begitu saja hidup tanpa keseruan. Agama membatasinya namun selalu masih ada celah.

Celah itu yang digunakan suaminya untuk memuaskan sifatnya.

Suaminya suka travelling, bersama ikhwan ABC. Sembari kerja sembari jalan ke sana ke mari. Suaminya suka alam, pergi ke gunung dan laut yang bukan tempat wisata. Suaminya tidur tidak kenal waktu bukan berarti hanya tidur saja kerjanya. Suaminya pekerja keras namun tidak biasa rutinitas. Bisa shalat ke Masjid sehari lima kali saja itu sudah merupakan anugrah. Hala tidak bisa menuntut lebih karena dia pun belum merasa kaffah.

Akmal bertukar pakaian lalu memandangi putrinya sambil mengusap pipinya.

"Ana sudah gak sabar ingin anak laki-laki. Ana ingin mengajaknya naik gunung dan surfing di laut." Akmal bergumam.

"Sabar, Bang!"

"Anak Apah juga bisa ya! Khaulah nanti ikut Apah panjat gunung ya! Bunda aja bisa tuh, walaupun cuma sekali aja."

"Jangan kayak Abah, Bang! Anak perempuan didiklah menjadi perempuan." Hala protes.

"Anti masih tetap perempuan dengan didikan Abah."

"Tapi saya jadinya kurang lembut dan gak bisa dandan sampai sekarang."

"Bagus, jadinya ganas kalau ganti bohlam."

"Bang Akmaaaal!"

"Masih ada waktu gak ya? Tapi nanti ana malah ngantuk."

"Bang Akmal kok gitu amat sih? Pergi dari rumah dalam keadaan marah. Pulang ceria karena habis ketemu temen. Ketemu istri cuma untuk meminta haknya. Abis itu pergi lagi ketika sudah puas." Hala membalikkan badannya kesal.

Akmal menarik istrinya hingga telentang.

"Maafkan ana ya, Hala! Tadi ana kasar. Tolong ngertiin perasaan ana! Shin itu sudah ana anggap keluarga. Ana gak bisa begitu aja gak peduli."

Bukan FiraunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang