Chapter 58

119 22 33
                                    

Bukan Firaun
Chapter 58

Akmal sudah lama sekali tidak menyentuh tempat seperti itu. Wine bar and resto. Hasani minta ketemu, dia terpaksa datang.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Akmal menutupi kurta dengan jaketnya lalu masuk ke dalam.

Hujan rintik-rintik membasahi jendela. Masuk ke dalam makin terasa dingin dengan alunan musik yang tidak sekeras di club-club. Di sofa pojok terlihat Hasani bengong dengan beberapa botol wine telah terbuka.

Akmal tidak duduk dan mengajaknya pulang.

"Ayo pulang, Vlad!"

"Pulang ke mana?"

"Ke mana pun asal gak di sini."

"Gua gak punya tempat pulang." Hasani ingin menuangkan wine namun Akmal mencegahnya.

"Vlad, lo tahu kan gue udah gak begini lagi? Kenapa manggil gue ke sini? Gue gak mau ngobrol di sini." Akmal berbalik ingin meninggalkan Hasani.

"Lu udah janji mau jadi temen gua." Hasani menagih janji.

"Tapi gak janji harus berada di dunia yang sama."

Akmal menarik tangan Hasani dan menyeretnya keluar.

"Mal, lebih enak denger lu ngomong gua elo, gua gedeg denger lu ngomong ana antum." Hasani nurut aja dibawa keluar.

"Gue kan udah bilang, gue seneng ngomong ana antum."

"Kedengeran sok suci tau gak?"

"I don't care what other pepole think." (Gue gak peduli dengan pendapat orang lain.)

"Bini lu jahat, Mal! Boleh gak gua tembak?" Hasani makin ngaco.

"Gak boleh main tembak siapapun!"

Hasani berjalan menjauh menembus hujan rintik-rintik.

"Gua benci denger kata gak boleh. Kalau gua gak boleh, kalau orang lain boleh."

"Vlad, mau ke mana? Hujan nih! Ayo ke mobil!"

Hasani ngeloyor pergi, "gua bawa mobil sendiri."

Akmal menarik tudung jaket Hasani, "eeey, bahaya nyetir dalam keadaan begini, naik mobil ana aja!"

Akmal menyeret Hasani ke arah mobilnya diparkir, membuka pintu mobil dan mendorongnya masuk.

"Mobil gua gimana?" Hasani masih nanyain mobil-nya.

"Besok aja diambil." Akmal menyalakan mesin lalu meninggalkan tempat tersebut.

"Mobil lu baunya enak, Mal! Bau Kala." Hasani memeluk hijrah dolls.

"Ya tapi jangan muntah di boneka anak gua!" Akmal mengambil boneka Khaulah dan melemparnya ke belakang.

Hasani menyender ke jendela dan mulai meracau.

"Memang gak ada jalan untuk kembali. Allah memang menciptakan gua untuk masuk neraka. Allah itu tidak adil. Dia berikan kemudahan buat sebagian dan melupakan lagi sebagian."

"Hmmm." Akmal tau tak ada gunanya menanggapi orang mabok.

"Kadang gua heran, ngapain gua shalat? Wudhu gua aja gak sah. Doa gua aja gak pernah didenger."

"Nanti ana antar hapus tato, itu perkara mudah."

"Gak perlu, sudah menjadi takdir gua menjalani ini semua."

"Hmmm." Akmal tidak menanggapi lebih lanjut.

"Tapi kenapa Allah kok sayang banget sama lu ya, Mal? Padahal lu kan jahat banget."

Bukan FiraunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang