Chapter 2

5.1K 668 22
                                    

"Ta-da!, selamat datang di markas milik ku!~" Nagato menatap tempat terbengkalai yang ada di hadapannya. Terdiam. Hening.

"Hei jangan memandang sebelah mata tempat ini. Masih mending aku mau membawamu kemari, Nagato. Jika tidak kau akan tidur di tempat sama tadi bukan?. Lagi pula atapnya awet sehingga tidak akan bocor." Nagato benci mengakuinya, tapi yang Ryosuke dikatakan benar. Jika Nagato tidak mendapatkan tempat tinggal, sudah pasti dia tidur di tempat sampah.

"Berterima kasihlah padaku karena aku mau menampungmu." Nagato merasa jika dia bisa melihat hidung Ryosuke bertambah panjang.

"Terima kasih." Tulisnya singkat di telapak tangan Ryosuke.

"Sama-sama, tidak perlu terlalu bersyukur. Sesama nasib harusnya bisa saling membantu meskipun kecil. Ayo masuk, aku akan menceritakan peraturan daerah ini di dalam." Ryosuke memasuki rumah kosong terbengkalai itu di ikuti Nagato di belakangnya.

"Cari saja tempat yang menurutmu nyaman." Ryosuke memasuki sebuah ruangan meninggalkan Nagato yang mensurvei tempat yang menurutnya terbengkalai itu.

"Yah, kabar buruk. Tempat penampungan airnya kering. Berharap saja malam ini hujan, hingga kau bisa mandi besok pagi." Ryosuke kembali dengan membawa selimut dan kardus?.

"Gunakan ini sebagai alas. Tempat ini dingin jika hujan turun. Tapi tenang saja, seperti kataku atapnya tidak akan bocor." Ryosuke menyerahkan dua benda itu pada Nagato.

"Um, " Nagato mengangguk lalu menggelar kardus sebagai alas tidurnya di sudut ruangan. Di seberangnya Ryosuke juga melakukan hal yang sama.

"Tentang peraturan yang ku bicarakan, sebenarnya ini peraturan tak tertulis yang disetujui secara diam-diam oleh kami orang pinggiran. Jadi yang namanya peraturan itu tidak ada." Ryosuke nyengir.

"Inti dari isinya yaitu jangan mencolok. Tetap rendah Dan jangan membuat masalah. Lebih baik menghindari dari pada membuat perhatian. Seperti itu simpel kan?." Jelas Ryosuke. Nagato mengangguk mengerti.

Duduk pada alas masing-masing kedua orang itu hanyut dalam pikirannya sendiri-sendiri. Nagato memikirkan cara menggunakan rinegan di mata kirinya. Sementara Ryosuke memikirkan sesuatu yang hanya dewa yang tahu.

Harapan hujan terkabul. Air mulai berjatuhan dari langit. Udara mulai mendingin di ikuti aroma khas hujan. Suasana masih hening dan hanya suara hujan yang terdengar.

Ryosuke memetik senar gitarnya. Sambil sesekali bersenandung. Tak berapa lama kemudian dia tidak kuat dengan suasana hening lagi Ryosuke mulai berbicara.

"Hei, Nagato aku ingin menceritakan sesuatu." Nagato melirik Ryosuke, tapi pikirannya masih hanyut pada mata kirinya.

"Dulu tempat ini bukan milik ku sendiri. Ini milik persatuan musisi jalanan. Yah, ada banyak dari kami. Cukup untuk memenuhi ruangan ini." Pikiran Nagato terputus begitu mendengar Ryosuke bercerita.

"Beberapa orang berpindah profesi menjadi pencopet, bahkan ada yang nekat bergabung dengan geng untuk merampok. Lama-lama tempat ini menjadi lenggang tanpa banyak orang." Nagato mengangguk tanda untuk melanjutkan ceritanya.

"Hingga tersisa empat orang dari kami, termasuk aku. Suatu hari salah satu temanku mendapat masalah dengan geng lokal. Dan dia dipukuli hingga babak belur. Mengetahui hal itu, salah satu temanku berniat membalas dendam. Dia mengatakan rencananya pada kami. Aku berpendapat jika itu terlalu mustahil, bayangkan saja kami berempat melawan satu geng yang bisa beranggota lebih dari dua puluh orang." Ryosuke tertawa garing dan memetik senar gitarnya lagi. Seolah mengiringi ceritanya dengan lagu.

"Aku menolak untuk ikut dan memilih tinggal disini. Kami bertengkar, dia menyebutkan tentang solidaritas dan sebagai sesama nasib harusnya saling membantu. Pada akhirnya, mereka bertiga meninggalkanku sendirian." Sekali lagi Ryosuke memetik gitarnya pelan. Nada-nada lembut mengalir bersama suara hujan.

Kesasar (MHA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang