Lewat tengah malam yang dingin, Nagato berbangun dari tidurnya. Ingatan tentang keluarga Nagato siang tadi kembali dalam bentuk mimpi.
Ini sudah yang ketiga kalinya dia terbangun malam. Dia menebak ini baru pukul dua dini hari. Dia sudah tidak mood tidur lagi.
Yah, siapa yang bakalan mood, setiap metutup mata. Film dokumenter tentang keluarga yang remuk akan tayang secara eksklusif tanpa jeda iklan. Entah siapa yang mensponsorinya. Benar-benar membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang. Mimpi itu masih jenis silent movie. Jadi tidak ada suara yang keluar dari mimpi itu.
Nagato melirik Ryosuke yang tidur di samping. Kini mereka sudah punya futon sebagai alas tidur, tidak menggunakan kardus lagi seperti waktu pertama.
Ryosuke selalu berkata jika jari-jari Nagato adalah pembawa keberuntungan. Penghasilan mereka meroket begitu Nagato memegang gitar. Begitulah katanya. Dia bahkan membuktikan hal itu dengan cara memainkan gitarnya sendiri dan hanya membuat Nagato melihat, selama satu hari mengamen. Dan hasilnya sesuai dugaan Ryosuke, penghasilan mereka merosot tajam.
Mata Nagato berkedut karena kejadian itu. Padahal itu terjadi lantaran banyak penonton yang tidak terlalu menyukai permainan gitar Ryosuke. Bukan karena jari Nagato pembawa keberuntungan. Anggap saja Nagato lebih mahir dalam bermain gitar dari pada Ryosuke. Karena itu banyak penonton yang lebih menyukai permainan gitar Nagato dari pada Ryosuke.
Meskipun perekonomian mereka menjadi lebih baik sejak kedatangan Nagato. Tapi mereka tidak pernah pindah dari markas mereka. Ryosuke berkata jika markas ini masih bisa diperbaiki dari pada pindah ke tempat baru.
Nagato hanya menurut, karena sejak awal perbendaharaan mereka dipegang oleh Ryosuke. Kini sudah ada listrik dan air di markas ini. Meskipun masih sebatas hanya penerangan dan pompa air. Jadi tidak perlu menunggu hujan untuk mandi. Bagian yang jebol dan berlubang juga ditambal, meski masih tampalan sederhana. Kini hawa dingin tidak masuk ke dalam saat hujan turun.
Semuanya jadi lebih baik. Kecuali gitar lusuh Ryosuke. Padahal dia punya cukup uang untuk membeli yang baru, tapi Ryosuke tidak mau melepaskan gitar lusuh itu. Mungkin karena benda itu menyimpan kenangan dari temannya dulu.
Nagato melirik Ryosuke yang tidur berantakan. Orang ini bahkan sudah terbalik dan menendang bantalnya sendiri. Bayangan dewasa dan dapat diandalkan tadi siang telah lenyap seketika, seakan sikapnya siang tadi merupakan ilusi.
Suara mendengkur juga terdengar keras dari tenggorokannya. Terkadang Nagato berpikir, apa orang ini juga secara tidak sengaja menggunakan quirknya saat mendengkur?. Kenapa suara dengkurannya sangat keras?.
Nagato mengabaikan suara dengkuran Ryosuke dan mengambil sketch book di sampingnya. Meskipun semua lebih baik, mereka masih belum punya perabot yang layak di dalam markas. Hanya ada satu meja kecil yang serbaguna dan kerap digunakan sebagai meja makan oleh Ryosuke.
Nagato bangkit dan menuju keluar. Berniat menjernihkan moodnya dengan angin malam. Kalian penasaran bagaimana bentuk sebenarnya dari markas Nagato dan Ryosuke?.
Ini adalah sebuah bangunan kecil di atap gedung apartemen murah. Maka dari itu akan sangat berangin dan dingin di malam hari. Meskipun Nagato bilang kecil, tapi di dalamnya ada dua ruangan. Satu ruangan lumayan besar yang digunakan sebagai dapur, tempat makan, sekaligus tempat tidur, ruangan three in one. Ruangan yang satu lagi merupakan kamar mandi.
Dan yang paling penting dari semua adalah, tempat ini gratis. Tidak perlu membayar sewa. Itulah keunggulannya, dan hal itulah yang mungkin membuat Ryosuke tidak mau pindah-dia mata duitan ingat?.
Nagato memandang taman kota di bawahnya. Yah, di samping gedung apartemen yang terlihat kotor dan murah ini adalah lautan hijau dan merah dari pohon taman kota. Terlihat asri dan bersih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesasar (MHA)
FanfictionSeorang dari dunia nyata masuk ke dalam serial anime boku no hero academia. Wat de hel?! terdengar klise tapi begitulah kejadiannya. Terbangun dalam tubuh seorang anak kecil di dunia yang penuh dengan hero membuatnya terdiam. Hanya satu kata yang...