Chapter 3

4.1K 647 22
                                    

Nagato rasa All Might tidak menyadari sapaannya. Untung saja, Nagato menghela nafas lega. 

Sepertinya orang-orang di sekitar pria kerangka kulit dan tulang itu tidak menyadari jika pria kurus di samping mereka adalah hero nomor satu All Might. Yah, jika dibandingkan antara hero nomor satu All Might dengan pria kurus kerangka itu memang beda jauh. Tak ada hubungannya malah, jika dilihat dari segi fisik.

Nagato melirik All Might lagi. Sepertinya pria itu juga menikmati pertunjukan jalanan yang ditampilkannya bersama Ryosuke.

Tapi untuk apa All Might berada disini?. Nagato tahu jika ini adalah kota pinggiran mengingat dia tidak pernah melihat hero yang berpatroli di sekitar kota. Entah siapa yang bertanggung jawab untuk mengawasi kota ini.

Melihat All Might terlihat santai berjalan-jalan seperti kurang kerjaan membuat Nagato curiga jika waktu ini belum memasuki cerita utama.

Jika ceritanya sudah dimulai bukankah seharusnya All Might berada di kota Tokyo untuk melatih Midoriya Izuku?, dia tidak akan punya waktu untuk jalan-jalan. Apalagi sampai di kota yang terpinggirkan ini yang bahkan Nagato tidak tahu namanya.

Masa bodoh, memang jika All Might kurang kerjaan itu urusannya?. Terserah All Might sendiri jika dia ingin jalan-jalan. Nagato melempar pikiran tentang All Might ke belakang kepalanya dan terus fokus untuk menikmati permainan gitarnya.

Setelah hampir dua jam duo pengamen itu menampilkan berbagai lagu, mereka akhirnya mengakhiri penampilannya. Ryosuke terlihat lelah terus bernyanyi. Sementara Nagato masih santai mengingat dia dari tadi hanya duduk dan bermain gitar.

"Terima kasih semuanya mau mendengarkan lagu-lagu kami!,  Dan banyak terima kasih bagi yang mau memberi kami bayaran. Sampai jumpa di lain waktu!." Nagato dan Ryosuke berdiri lalu membungkuk bersama.

Para penonton mulai bubar termasuk pria kerangka berambut kuning tertentu. Ryosuke lalu menarik Nagato pergi ke toserba.

"Ayo, Nagato, kita cari makanan sekarang." Pada akhirnya mereka berdua duduk di bangku taman di samping vending machine dengan beberapa makanan dan minuman. "Wah!, Ini uang yang banyak Nagato!, Biasanya perlu seharian untukku menghasilkan uang sebanyak ini!. Ternyata membawamu untuk ikut denganku adalah keputusan yang bagus!." Ryosuke terus berbicara sambil menghitung uangnya berkali-kali.

Nagato mengabaikan celoteh Ryosuke. Dia merasa badannya sangat lemas, mungkin karena dia belum makan sejak kemarin. Segera dia membuka cup mie instan yang sudah diseduh dari tadi. Ini akan menjadi sarapan dan makan siangnya. Dia tidak berharap bisa makan tiga kali sehari jika dilihat dari pekerjaannya sekarang.

Meniup uap panas, Nagato melahap mie itu. Satu suapan, dua suapan. Saat akan menyuap yang ke tiga kalinya Nagato merasakan perutnya bergejolak. Segera saja Nagato memuntahkan dua suapan pertamanya di semak-semak.

Ryosuke yang melihat Nagato berlari menuju semak terkejut. Segera saja dia mengikuti Nagato dan menepuk punggungnya pelan. "Apa kau tersedak, Nagato?. Lain kali makanlah perlahan."

Nagato menggeleng, dia tidak tersedak. Tapi perutnya jelas menolak makanan itu. Tapi itu mie instan!, micin!. Kalian tahu betapa enaknya micin bukan?. Tapi entah bagaimana perut ini tidak mau menerimanya. Apa perut ini tahu jika itu tidak sehat?. Nagato segera menghilangkan pikiran itu.

Mereka berdua kembali duduk di kursi. Nagato menatap mie dalam cup itu, baunya menggoda, membuatnya benar-benar lapar. Tapi dia tidak bisa memakannya. Nagato merasa ini seperti neraka. Makanan enak di depanmu tapi kau tidak bisa menyentuhnya.

"Apa mungkin kau tidak suka mie instan?. Kalau begitu cobalah makanan yang lain. Mungkin perutmu tidak terbiasa dengan makanan berat, makan saja yang ringan dulu." Ryosuke menyodorkan beberapa makanan ringan. Tapi semua makanan yang masuk perutnya langsung di keluarkan lagi.

Kesasar (MHA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang