Chapter 13.2 [Di perpus]

25.4K 4.2K 86
                                    

Ini kelanjutan sebelumnya. Hanya pelengkap!:)
.
.
Selamat membaca!:D
.
.
.
.
Brian POV.

Aku melihat anak kecil didepanku yg sedang bersemangat entah karena apa dia langsung cepat² keluar dari kantorku.

Aku masih mengingat kata terakhirnya sebelum keluar dari sini.

''Sayaangg Duke!"

"Sayaangg Duke!"

"Sayaangg Duke!"

Entah berapa kali kata itu terus terngiang dikepalaku seakan terus berputar seperti rekaman. Dia orang kedua yg berani mengatakan itu walaupun aku tak tau dia mengucapkannya dari hati atau tidak.

'Dia mirip Celine'

Tetap saja sekeras apapun aku menghentikan tetap saja sudut bibirku terangkat sendiri. Aneh! Benar² aneh!

'Apa aku akan segera gila?'

Aku hanya bisa menutup mulutku dengan kedua tanganku berharap James tak melihatnya. Bisa² dibully aku nanti.

Kualihkan pandangan kesamping tempat James berdiri--ya tadinya berdiri sih sekarang dia sedang bersujud sambil bergumam gumam nggak jelas.

'Apa kau akan jadi gila juga?'

Pandangan ku kembali ke dokumen dan mejaku yg terkena semburan tehku sendiri. Dokumen yg basah tadi adalah dokumen penting yg seharusnya dikerjakan si b*ngs*t itu (baca: Raja) dan dipaksakan kepadaku.

'Haahh.. sepertinya aku harus meminta salinan dokumen ini..'

Sekarang moodku campur aduk menatap nanar dokumen yg sudah tak bisa dibaca itu. Aku harus secara langsung pergi ke istana besok untuk mengambil salinannya.

'Merepotkan'

Aku berdiri lalu bergegas menuju pintu dan membukanya. Sebelum pergi aku memerintahkan James yg masih dalam kegiatannya membersihkan kekacauan tadi.

Kakiku berjalan ke arah perpustakaan lama yg dekat dengan kantorku. Tempat tertenang yg kutahu selain pohon beringin itu. Biasanya aku tidur Di antara kedua tempat itu.

'Nyatanya setelah kutahu bahwa Celine jadi penunggu disana sudah kuputuskan. Pohon besar itu kucoret dari daftar tempat favoritku'

Aku bisa bersantai sejenak disana sambil menunggu James selesai membersihkannya. Bisa saja aku membersikan dengan sihirku tapi karna moodku sedang jelek jadi ku urungkan niatku.

Sudah sampai didepan pintu aku membukanya dan masuk tanpa menutup pintu agar James tau aku disini. Aku segera duduk dikursi kosong dekat pintu dan tak kusangka tiba² aku memikirkan anak kecil itu.

Aku mengingat kembali anak itu. Dia sangat kecil. Bisa saja hanya dengan satu tanganku, aku bisa mematahkan tulangnya. Kukira dia sangat lemah tapi nyatanya waktu kulempar dia hanya terluka sedikit.

(Sherina : Sedikit pala' lu!)

Dia hanyalah anak yg kupungut dari panti kumuh itu. Kenapa aku bisa menyetujui perintahnya tadi? Jujur saja anak itu aneh. Di pertemuan pertama dia bahkan berani menatapku dengan santai.

Biasanya tak ada anak yg berani mendekatiku. Bahkan pangeran mahkota yg sudah kukenal sejak bayi itu saja tak berani terlalu dekat padaku. Lalu Bagaimana anak yg kupungut itu dibesarkan sih?

Aku tenggelam dalam pikiranku sampai beberapa detik kemudian aku menyadari Marvos tiba² lewat dengan cepat menuju arah kantorku.

Marvos hanya lewat tak menyadari bahwa aku disana. Kukira dia hanya akan mondar-mandir seperti biasa. Tiba² aku merasakan ada seseorang yg akan masuk kesini.

Secara otomatis aku masuk kebagian dalam rak buku dibelakang dan kulihat ada seseorang dipintu.

'Dia kan..'

Yah tak kusangka yg masuk anak itu. Aku bisa cepat mengenalinya karna melihat rambutnya yg hitam pekat itu. Di memegang pintu tanpa memandang ke dalam perpus.

'Dia tak berniat masuk?'

Anak itu fokus melihat ke arah luar. Karna penasaran aku mendekatinya sambil menyembunyikan hawa keberadaanku lebih kuat. Aku berdiri dibelakangnya dan kulihat dia sedang menempelkan telinganya kesana.

Karna penasaran aku juga melakukanya dan tak kusangka kedua teman lamaku itu sedang mengobrol ria padahal ini belum jam istirahat!

Aku menahan diri sambil melihat ekspresinya. Walaupun aku tak bisa melihatnya tapi setidaknya gampang ditebak.

Aku menajamkan telingaku pada percakapan Marvos dan James.

"Nanti malam mereka akan tidur bersama lho~"

'James..? Ah! Maksudmu aku dan anak ini?'

Kulihat telinga anak kecil didepan ku memerah dan dia langsung menutup wajah dengan kedua tangan kecilnya.

'Apa kau malu hah?'

Aku menahan diri agar tak tertawa lepas. Tingkahnya sungguh imut sekali saat malu.

'Sepertinya otakku makin miring karna terlalu banyak bekerja'

Sudut bibirku masih terangkat.

"Tidur bersama?!Siapa?!"

Marvos kau banyak tanya ya.

Anak didepanku ini sekarang sedang mengepalkan tangan kecilnya. Kutebak dia sedang ingin INGIN sekali membungkam mulut James.

Jujur aku ingin melihatnya.

"Tuan dan nona! Apa kau percaya? Tadi nona sendiri yg minta untuk ditemani tidur nanti malam!"

Pftt!

Aku hampir saja kelepasan melihat anak itu menghentakkan kakinya. Jika tadi ingin membungkam mungkin sekarang dia ingin mengutuk. Hahaha aku benar² terhibur sekarang ini.

Aku merasa senang dengan percakapan mereka dan berpikir membiarkannya sampai selesai sendiri. Tapi--

"Ah! Benarkah?! Romantisnya!"

'Kau kira aku pedofil hah?! Marvos! Aku akan MENGUTUKMU!'

Aku berjalan melewati anak itu, sebelumnya aku meliriknya sejenak lalu kembali berjalan ke arah mereka berdua. Aku melihat wajah anak itu yg seakan membatu melihatku lewat dari belakangnya.

"Sepertinya kalian menikmati pembicaraan kalian hm?" Aku bertanya dengan nada sarkastik. Mereka berdua terkejut setengah mati melihatku yg tiba² muncul.

"Salam Tuan Duke" Marvos dan James memberi salam dengan otomatis.

"Apa yg kalian lakukan disini?" Aku bertanya dengan aura dingin. James dan Marvos yg berada didepanku menelan ludah.

"Ah! Saya baru ingat Ada urusan dengan dapur. Jadi..Saya permisi!" Marvos tanpa ba-bi-bu langsung melengos pergi melewatiku. James menatap kepergian Marvos dengan tatapan penghianatan.

'Aku memang bilang ingin mengutuk Marvos..tapi...jika James tak memberitahunya Marvos tak akan bicara seperti itu!'

Aku menatap James puas.

"Jadi..James."

"Ehem! Iya Tuan?"

"Sudah kau bereskan?"

"Iya Tuan."

"Bagus. Ayo."

James berjalan dengan lesu lalu membuka pintu kantor dan masuk. Aku berjalan kearah yg sama tapi berhenti tepat diambang pintu dan melirik anak kecil yg masih menonton itu.

Anak itu terlihat memilik tatapan kecewa lalu membatu tak menyangka aku akan meliriknya sebelum masuk.

'Kau kecewa karna tak melihat hal menarik kan?'

Aku tersenyum kecil lalu kembali masuk kedalam kantorku. Setidaknya ekspresi itu sangat menghiburku.
.
.
.
.
Tinggalkan jejak!(ノ◕ヮ◕)ノ*.✧

I became a Villainess? in my brother's novel?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang