EPILOG

170 14 8
                                    

Ah ....

Badannya seperti remuk semua, sulit di gerakkan, terasa berat.

Kedua matanya perlahan terbuka, menyesuaikan cahaya yang masuk menyilaukan pandangannya. Bahkan, untuk mengangkat tangannya saja masih terasa berat baginya.

Sebentar, ketika sudah sepenuhnya sadar, dia mengingat lagi dimana terakhir dia berada.

Mengingat itu, membuat dadanya kembali sesak. Dan tanpa sadar, secepat itu juga air matanya mengalir.

Kecelakaan itu, kecelakaan yang begitu mengerikan. Kecelakaan yang merenggut keluarganya, merenggut kebahagiaan keluarganya. Dadanya mulai terasa sesak.

Shujin tahu, dia langsung tahu ketika pertama dia membuka kedua matanya. Rumah sakit. Ya, dia berada di rumah sakit sekarang ini.

Retinanya melirik ke samping, melirik wanita yang masih sibuk dengan buku bacaannya.

"Ma ...."

Mendengar suara itu, membuat wanita yang sejak tadi membaca buku itu lalu mendongakkan kepalanya. Matanya melebar, dan senyum lebarpun wanita itu tampilkan di wajahnya.

"Shujin? Kamu udah bangun sayang?!"

"Ya Allah, terimakasih, akhirnya kamu bangun juga ...." lanjutnya tersenyum harus dengan tangan yang mengusap ujung matanya.

Akhirnya?

Seberapa lama kah dia menutup mata usai kecelakaan itu? Matanya yang memanas menatap sendu wanita yang sekarang tengah mengelus lembut puncak kepalanya, sambil mata yang sudah di genangi air.

Wendy juga mengusap lembut matanya lagi, yang juga basah karena air mata.

"Kamu kenapa nangis sayang ...?"

Shujin masih terdiam, ingin sekali menggerakkan tangannya untuk menyentuh tangan wanita itu, tapi terasa sangat berat. Badannya terasa sakit.

"Mama panggilin dokter dulu, ya?"

Setelahnya Shujin bisa melihat kedatangan dokter dan beberapa suster lainnya memasuki ruangannya.

Saat ini, dokter tengah memeriksanya, dan tidak lama kemudian dokter itu tersenyum, menatapnya, lalu menatap Wendy.

"Alhamdulillah, setelah tiga tahun, akhirnya kamu bangun juga, Shujin .... "

Tiga—

Sebentar.

Apa maksud dokter itu?

Ingin bertanya, tetapi kenapa mulutnya sulit sekali untuk terbuka?

Seperti terkejut, bingung, dan lain-lain lagi. Juga, setelah berkata seperti itu, dokter itu meminta Wendy yang sejak tadi di sampingnya untuk berbincang dengannya di dekat pintu.

Dan yang Shujin lihat setelah itu, sang dokter tersenyum kepadanya, lalu mereka mulai melangkah pergi dari ruangannya. Wanita itu kembali mendekat ke ranjang putrinya, kembali mengelus lembut puncak kepalanya.

Shujin kembali berusaha menggerakkan tangannya.

Ah, bisa!

Sudah tidak seberat tadi.

Tangannya lalu terangkat untuk mengusap perutnya.

Tidak!

Kenapa datar?

Perutnya kenapa datar seperti ini? Kemana bayinya? Kemana bayi yang di kandungnya lima bulan itu?

Matanya menatap lagi Ibunya, "Ma ... Bayi Shujin kemana?"

[3] Hey, Stay Here | Na Jaemin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang